71. Bujang Gila Tapak Sakti

8.2K 128 8
                                    

SATUAngin malam bertiup dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SATU

Angin malam bertiup dingin. Tanpa desau dan tak mampu menimbulkan suara gemerisik pada daun-daun pepohonan di puncak gunung Mahameru. Biasanya kesunyian yang dibalut udara dingin ini akan berlangsung sampai menjelang pagi ketika burung-burung atau binatang hutan lainnya mulai mengeluarkan suara menyongsong terbitnya sang surya. Namun sekali ini baru saja beberapa saat lewat tengah malam tiba-tiba kesunyian dipecahkan oleh langkah-langkah aneh yang datang dari lereng sebelah selatan. Suara itu bukan suara kaki-kaki kuda. Di antara suara langkah yang terus menurut itu sesekali terdengar suara orang tertawa. Manusia gila dari mana yang tertawa di malam buta di puncak gunung yang gelap dan dingin begitu rupa?

Suara dalam kegelapan itu bergerak ke arah puncak gunung. Tak lama kemudian samar-samar kelihatan satu pemandangan yang sulit dipercaya. Suara langkah-langkah kaki tadi ternyata adalah suara langkah kaki seekor keledai bertubuh pendek dan kurus. Binatang ini bergerak menembus kegelapan malam dan dinginnya udara. Di atas gigih tubuhnya yang kurus dan pendek itu sungguh kontras tampak duduk seorang bertubuh gemuk luar biasa. Orang ini mengenakan celana hitam yang sangat komprang tapi karena tubuhnya yang luar biasa gendut itu maka celana besar itu tetap saja kesempitan. Begitu juga baju putihnya yang besar dan tak dapat dikancing hingga dada dan perutnya yang gembrot tersembul keluar.

Si gemuk ini memiliki sepasang mata sipit sedang rambutnya yang berwarna putih disanggul di atas kepala. Melihat keadaan rambutnya jelas dia sudah berusia lanjut.

Dengan berjalan kaki saja seorang akan mengalami kesulitan untuk mendaki gunung Mahameru apalagi menunggang keledai kurus kecil seperti itu. Dan penunggangnya memiliki bobot gemuk luar biasa pula, lebih dari 200 kati! Namun keledai dan penunggangnya itu kelihatan enak saja mendaki dan bergerak menuju puncak gunung Mahameru. Malah si gendut ini menunggangi binatang itu sambil tertawa-tawa. Di punggungnya dia memanggul sebuah karung besar yang entah apa isinya. Yang jelas isi karung itu kelihatan tiada henti-hentinya bergerak-gerak. Sesekali terdengar suara bergedebuk, seolah-olah ada seorang yang menendang atau meninju dari dalam karung itu. Sebaliknya si genut ini tetap saja tenang-tenang di atas punggung keledainya seolah tak ada terjadi apa-apa dan gayanya seperti orang yang tengah berjalan sambil memperhatikan pemandangan indah di sekelilingnya, padahal saat itu malam gelap gulita dan dinginya udara menembus jagat dan daging sampai ke tulang belulang. Malah kemudian setiap terdengar suara gedebuk dia keluarkan tawa mengekeh.

"Gebukanmu kurang keras. Tendanganmu kurang kencang! Aku seperti digelitik saja! Ayo gebuk, pukul lebih kuat! Ha....ha.....ha.....!" si gendut berkata lalu menutup ucapannya dengan suara tawa membahana di seantero lereng gunung di mana dia berada.

Hebatnya, semakin tinggi ke atas gunung semakin cepat langkah keledai pendek dan kurus itu. Si gendut yang menungganginya kini malah tampak cengengesan sambil bersiul-siul kecil. Saat itulah terlihat ada keanehan lain. Manusia gemuk ini nukan benar-benar duduk menunggang di atas punggung keledai. Tapi ternyata pantatnya hanya sekedar menempel saja karena kedua kakinya yang besar berat menjejak tanah! Jadi dia hanya mengepit tubuh binatang tunggangannya sedang kedua kakinya melangkah lincah sambil menjepit dan membimbing langkah si keledai.

Semakin jauh dan tinggi ke atas semakin keras dan sering gerakan-gerakan benda di dalam karung. Gebukan dan tendangan semakin sering menimpa tubuh orang gemuk berambut putih itu. Namun dia tetap anteng-anteng saja. Akhirnya bersama keledainya dia sampai di puncak sebelah timur gunung Mahameru. Meski dari kawah keluar uap yang menyebar hawa panas, tetapi di tempat di mana si gendut dan keledainya berada udara terasa sangat dingin. Keringatnya yang membasahi tubuh di gendut seolah telah berubah sedingin es! Gilanya seperti tidak merasakan udara dingin yang bisa membuat orang beku itu, si gendut mulai menyanyi-nyanyi kecil sambil menurunkan karung besar yang sejak tadi dipanggulnya lalu melemparkannya ke tanah.

Dari dalam karung terdengar suara yang tidak jelas. Seperti mengeluh dan mengomel. Tiba-tiba karung yang berisi benda yang selalu bergerak itu bergulingan ke arah si gendut. Apapun benda yang ada di dalamnya, gerakan berguling itu bukan gerakan biasa. Benda apa saja yang kena ditabraknya pastilah akan mengalami cidera berat.

Si gendut di atas punggung keledai sesaat mengernyitkan kedua matanya yang sipit. Lalu dia mengumbar suara tertawa panjang. "Dasar anak gendeng! Dibungkus dalam karung saja kau masih hendak melawan! Tidak tahu kesalahan! Tidak sadar telah berbuat dosa besar! Kau tunggu saja! Sebentar lagi kau akan terima hukumanmu!" Habis mengomel seperti itu manusia gendut ini lalu tertawa gelak-gelak. Sungguh aneh! Sedang marah atau sedang bagaimanakah dia ini sebenarnya.

Sementara itu karung yang berguling menyambar ke arah si gendut mengeluarkan suara menderu. Si gendut gerakkan kedua kakinya. Tubuhnya secepat kilat berputar aneh. Keledai yang ditungganginya juga ikut berputar. Buntalan karung lewat satu jengkal di sampingnya lalu menghantam sebatang pohon.

Braaak!

Batang pohon itu mengeluarkan suara berderak. Kulit luarnya hancur berkeping-keping. Dari dalam karung terdengar suara seperti orang merintih tapi juga seperti menggerendeng!

Si gendut tertawa memecah kesunyian. Dia tampak turun dari keledainya padahal sebenarnya dia hanya melangkah mundur lalu bergerak mendekati karung yang terhampar tak jauh dari pohon yang barusan ditabraknya. Dia membungkuk membuka tali ikatan karung lalu dengan gerakan cepat dia menarik ke atas bagian bawah karung hingga apa yang menjadi isinya menggelinding jatuh ke tanah. Dan astaga!

Ternyata yang keluar dari karung itu adalah sosok tubuh seorang anak lelaki berusia sekitar 10 tahun. Tak kalah hebatnya dengan lelaki gendut berpakaian sempit itu si anak juga memiliki badan luar biasa gemuknya. Dia hanya mengenakan sehelai cawat hingga dadanya yang gembrot dan perutnya yang gendut kelihatan jelas menggelembung. Saking gendut anak ini kelihatan seolah-olah tak berleher. Dagu dan dadanya menggempal jadi satu. Anehnya wajah dan tubuhnya tampak berkeringatan padahal udara di tempat itu dingin luar biasa!

Keningnya kelihatan benjut. Mungkin ini akibat benturan dengan batang pohon tadi. Jika batang pohon bisa hancur sedang si anak Cuma benjut keningnya jelas ada satu kehebatan pada dirinya.

Dengan sepasang matanya yang besar anak ini memandang marah pada orang di depannya. Dia membuka mulutnya lebar-lebar dan terdengar suara tidak jelas seperti suara orang gagu. Tubuhnya yang terhampar di tanah bergerak bangkit seperti mencoba hendak duduk. Tapi tubuh itu kemudian roboh kembali. Sepasang tangannya meninju-ninju sedang kedua kakinya yang besar menendang-nendang. Si anak keluarkan suara menggerung dari tenggorokkannya.

"Buntalan jelek bau apek! Ha....ha....ha....! Ayo menarilah terus! Ha...ha...ha...!" Si gendut bermata sipit mengejek dan tertawa gelak-gelak.

Sebaliknya si gendut bermata besar tampak beringas. Dia julurkan lidahnya lalu tiba-tiba sekali tubuh itu menggelinding cepat ke arah orang yang menertawainya. Kedua kakinya berkelebat demikian rupa. Walau gerakan kedua kakinya jelas kaku namun dari derasnya suara angin jelas gerakan anak ini mengandung tenaga yang berbahaya. Apabila setengah jalan menyusul kedua tangannya ikut bergerak.

"Bocah edan!" teriak teriak si gendut yang diserang. Dia mengomel tapi kemudain tertawa mengekeh. Dengan sekali bergerak saja dia berhasil mengelakkan serangan si anak. Tetapi sebelum dia sempat berbalik tahu-tahu bocah gendut itu telah berputar lebih dulu dan kembali bergulingan menyerbunya!

Bukkk!

Satu tendangan menghantam lekukan kaki tapat di belakang kedua lutut si gendut. Tak ampun lagi tubuh yang berat besar itu ambruk jatuh duduk di tanah.

Jatuh bergedebruk si gendut tampak sangat marah tapi lagi-lagi aneh. Dari mulutnya yang terdengar bukan suara caci maki malah suara tertawa bergelak!

Tapi tiba-tiba sekali tubuh yang menjelepok di tanah itu berputar, lalu melesat dan tahu-tahu tanagn kanan si gendut sudah menjambak rambut anak lelaki gemuk bercawat itu dan plak-plak. Tangan kirinya menampar pipi kiri kanan si anak!

Yang ditampar sama sekali tidak kelihatan kesakitan malah mulutnya menyunggingkan seringai. Tiba-tiba dia mengulurkan lidahnya panjang-panjang. Mencibir mengejek!

Plak!

Si gendut berambut putih tampar satu kali lagi pipi anak itu. Kali ini si bocah tidak tinggal diam. Dengan gerakan kaku dia sentakkan kepalanya hingga jambakan si gendut terlepas. Lalu secepat kilat anak ini susupkan kepalanya ke selangkangan orang. Si gendut menjerit keras sewaktu ada yang menggigit salah satu bagian rahasia di bawah perutnya!

"Putus burungku!" jerit si gendut seraya melompat mundur. Di bawah sebatan pohon dia tanggalkan celana lalu membulak-balik, menarik-narik memeriksa.

"Ah.... " dia menarik nafas lega. "Untung masih utuh ! Anak gila!" Si gendut memaki seraya berpaling pada anak lelaki yang saat itu terduduk di tanah. "Dalam keadaan tertotok saja dia masih mampu bergerak, memukul dan menendang. Bahkan sempat-sempatnya hendak menggigit perkututku! Aku harus mengakui bocah sedeng ini memang luar biasa! Kalau saja dia tidak membuat kesalahan besar rasa-rasanya mau aku mengambilnya jadi murid....." Si gendut memutar tubuh, melangkah mendekati anak itu. "Santiko bocah sialan! Aku terpaksa menjatuhkan hukuman sekarang juga!"

"Ha....huk....hak....huk!" Keluar suara seperti orang gagu dari mulut anak lelaki sepuluh tahun yang hanya mengenakan cawat itu. Rupanya dia berusaha mengetakan sesuatu. Tapi karena dirinya berada dalam keadaan tertotok maka dia tidak bisa mengucapkan apa-apa. Si gendut bermata sipit tidak perdulikan gelagat itu, dia kembali menjambak rambtu si anak. Yang dijambak coba meronta lepaskan diri tapi si gendut tidak mau memberi kesempatan lagi. Dengan cepat dia berkelebat. Seperti melayang bocah gembrot itu ditentengnya menuju puncak gunung. Di satu tempat yang agak datar dia berhenti dan memandang berkeliling. Kemudian dilihatnya apa yang dicarinya yaitu dua buah batu hitam seperti sepasang tonggak menancap di tanah. Si gendut membawa bocah itu ke arah dua tonggak batu ini. Di antara celah dua batu kelihatan mengepul asap putih yang membersitkan hawa dingin sekali. Walaupun mempunyai daya tahan luar biasa ternyata si gendut masih sempat bergumam kedinginan. Dia katupkan rahangnya kuat-kuat agar gigi-giginya tidak bergemeletakan.

DUA

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang