SATU
KESERAKAHAN manusia terhadap tahta, apalagi tahta yang dikuasai secara merebut dan tidak sah, pada akhirnya bilamana kehendak Yang Maha Kuasa berlaku maka semua kekuasaan dan keserakahan itu akan menjadi bencana.
Itulah yang terjadi dengan Nyi Harum Sarti yang menobatkan diri sebagai Ratu Laut Utara, merampas tahta Kerajaan Laut Utara dari tangan Ayu Lestari, yang menerima warisan syah dari Ratu Sepuh Ratu Pertama Kerajaan Laut Utara.
Nyi Harum Sarti akhirnya menemui kematiannya di tangan Ratu Duyung yang membekal Pedang Naga Suci 212 pemberian Sinto Gendeng. Karena kecintaannya pada Pendekar 212 Wiro Sableng, di saat-saat nyawa akan lepas meninggalkan jazad kasarnya Nyi Harum Sarti masih sempat mengeluarkan ucapan yang sungguh mengharukan namun ditutup dengan kata-kata yang membuat murid Sinto Gendeng menjadi terkesiap dan dingin sekujur tubuhnya.
Dalam keadaan tubuh bersimbah darah Ratu Laut Utara melangkah terhuyung-huyung, berusaha mendekati Wiro. Dua langkah dari hadapan sang pendekar dia tak mampu lagi berjalan, jatuh berlutut tapi kepala masih menatap lurus ke arah Wiro dan mulut masih mampu keluarkan ucapan.
"Wiro. Kasih sayangku padamu bukannya loyang. Kasih sayangku padamu akan aku bawa sampai ke liang lahat. Aku sangat berbahagia karena kau turut menyaksikan kepergianku. Walau di dunia kita tidak bisa bersatu, aku akan menantimu di akhirat..."
Ratu Laut Utara ulurkan tangan kanan, berusaha menyentuh wajah Pendekar 212. Namun tangan itu terkulai jatuh ke tanah. Tubuh kaku tak bergerak tapi mulut masih sanggup mengeluarkan kata-kata walau kali ini suara yang keluar jauh lebih perlahan, tak ada yang mendengar kecuali Wiro.
"Kekasihku, ini bukan akhir dari satu perjalanan. Ini bukan akhir dari segala-galanya. Kita akan bertemu lagi. Karena aku akan menitis masuk ke dalam diri Ken Permata..."
Pendekar 212 serta merta merasa sekujur tubuh mendadak menjadi dingin. Apa barusan dia tidak salah mendengar. Apa dalam keadaan sekarat perempuan itu sadar akan apa yang diucapkannya? Ken Permata adalah puteri Nyi Retno Mantili, istri mendiang Patih Kerajaan Wira Bumi, yang selama ini dicarinya dan sekarang tidak tahu berada di mana. (Kisah terbunuhnya Ratu Laut Utara alias Nyi Harum Sarti oleh Ratu Duyung dapat dibaca dalam episode sebelumnya berjudul "Cinta Tiga Ratu" sedang kematian Patih Wira Bumi dituturkan dalam serial Wiro Sableng berjudul "Bayi Satu Suro". Patih kerajaan itu menemui ajal ditangan Pendekar 212 Wiro Sableng dengan golok besar milik Wira Bumi sendiri).
Perlahan-lahan tubuh Ratu Laut Utara terhuyung ke depan lalu tersungkur di tanah. Mahkota emas bertabur batu permata tanggal dari kepala, terjatuh ke tanah. Ratu Sepuh menatap sayu ke depan. Dengan ujung tongkat emasnya dia mengait mahkota yang jatuh lalu menyerahkan pada Ayu Lestari.
"Akhir dari nafsu berkuasa dan keserakahan..." ucap Ratu Pertama Kerajaan Laut Utara ini dalam hati.
Sementara semua orang terdiam dalam pikiran dan hati masingmasing tiba-tiba satu bayangan biru berkelebat Satu tendangan melesat cepat dan deras. Tubuh tak bernyawa Ratu Laut Utara mencelat mental lalu terkapar di tanah. Mulut dan sebagian mukanya tampak hancur mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
General FictionWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...