SATU
Di ujung malam di mana cuaca masih gelap dan hawa dingin membungkus serta angin berhembus kencang, laut selatan bergelombang dahsyat tidak seperti biasanya. Dalam keadaan seperti itu sebuah perahu berpenumpang dua orang -seolah tak bisa dipercaya- meluncur pesat membelah ombak. Bertindak sebagai juru mudi adalah seorang gadis berparas cantik mengenakan pakaian biru tipis. Rambutnya yang panjang melambai lambai ditiup angin. Di sebelah depan perahu tegak seorang pmuda bertubuh tinggi kokoh. Keningnya diikat dengan sehelai kain merah. Dia mengenakan sebuah mantel hitam. Dengan cara aneh yakni berdiri dan mempergunakan dua batang bambu panjang besarnya tidak melebihi ibu jari orang ini mendayung perahu. Setiap bambu-bambu itu dicucukkan ke dalam air laut, perahu melesat ke depan.
"Aku melihat satu gundukan benda hitam di depan sebelah kiri. Mungkin itu pulau yang kita cari!" berkata lelaki muda di depan perahu seraya arahkan matanya ang tidak berkedip jauh ke depan.
"Bukannya mungkin, tapi itu memang pulau tujuan kita!", menjawab juru mudi si gadis cantik.
"Bagus! Kita sampai lebih cepat dari dugaan!" ujar pemuda bermantel hitam. "Namun aku menangkap isyarat-isyarat aneh!"
"Isyarat aneh apa?" tanya si gadis
"Sebelumnya aku dan juga kau pernah menyiasati dan menyelidik keadaan pulau itu. Setiap hal itu dilakukan selalu ada kekuatan-kekuatan yang membuyarkan pemusatan pikiran. Sekarang getaran-getaran itu masih terasa. Tapi halus sekali bahkan nyaris sirna..."
"Aku tidak heran," menjawab si gadis. "Kekuatan dan kesaktian yang kau miliki saat ini mana ada yang bisa menandingi" Pemuda yang berdiri di depan perahu menyeringai. Cuping hidungnya tampak mengembang oleh pujian itu. Dua bambu panjang di kiri kanan kembali ditusukkan ke dalam air laut. Perahu kecil itu melesat pesat ke depan. Tak selang berapa lama perahu sampai di pulau batu. Dua penumpangnya melompat ke luar sebelum perahu sempat menyentuh dasar pulau.
"Hati-hati", kata si pemuda. "Di tempat seperti ini bahaya bisa muncul tak terduga. Maut bisa menyambar sebelum kita sempat melihat!"
Sambil memegang tangan pemuda bermantel hitam, gadis berkata. "Kalau aku sendirian di pulau ini mungkin aku merasa khawatir. Tapi bersama pendekar yang menjadi raja diraja di dunia persilatan siapa takut?!"
"Kau pandai memuji. Kalau urusan di pulau ini sudah selesai aku akan membawamu bersenang-senang selama tiga hari tiga malam. Kau suka....?"
sebagai jawaban si gadis memeluk tubuh pemuda lalu mengecup bibirnya.
Kalau saja berada di tempat lain mungkin pemuda itu sudah terangsang dan ikut terbuai dalam gelegak nafsu.
"Jangan gila...! si pemuda berbisik dengan suara bergetar. "Urusan dulu baru bersenang-senang!"
"Di tempat sesunyi dan dingin begini, apa yang perlu dikhawatirkan?"
Gadis berbaju tipis berkata dan sepertinya tidak mau menghentikan peluk ciumnya. Dia baru terperangah ketika si pemuda menjambak rambutnya lalu mendorong tubuhnya.
"Kekasihku kalau kau tidak mau menuruti kemauanku, sebaiknya kau menyingkir dulu!" Atau mungkin kau lupa pernah menyaksikan bagaimana aku menggebuk babak belur dua gadis cantik kurang ajar tempo hari?"
Mendengar ancaman orang, gadis cantik ini lepaskan rangkulannya. Nafasnya mengengah dan dadanya yang besar tampak turun naik tanda dia berusaha menekan gejolak nafsu yang menguasai dirinya. Dalam udara yang masih gelap dan angin kencang laksana bayangbayang dua orang itu berkelebat di pulau batu. Di salah satu puncak bebukitan batu mereka berhenti dan memandang berkeliling.
"Jangan-jangan kita terlambat. Aku hampir yakin pulau ini kosong ... !" berkata lelaki bermantel.
"Hari masih gelap. Penglihatan kita terbatas. Sebentar lagi pagi segera datang. Bagusnya kita tunggu sampai hari terang, menjawab gadis berbaju biru tipis. Lalu dia mencari tempat yang rata dan merebahkan tubuhnya. Dari caranya menggolekkan badan serta gayanya memandang jelas dia kembali berusaha memikat si pemuda. Tapi yang hendak dipikat tak bergerak di tempatnya malah bertanya.
"Kekasihku. apa yang membuatmu sampai bertingkah aneh seperti ini?"
"Apa ini salahku? Ingat berapa lama sudah kita tidak bersenang-senang? Sekarang ada kesempatan. Mengapa tidak dipergunakan?"
Pemuda itu membungkuk. mendekatkan kepalanya ke wajah si gadis. Mengira dirinya hendak dicium, si gadis itu gerakkan tangan untuk merangkul. Tapi dengan cepat pemuda di atasnya mengi baskan tangan itu seraya berkata. "Sekali lagi kau berani melakukan sesuatu yang mengganggu urusanku, kupecahkan kepalamu. Aku tidak main-main"
Si gadis terbelalak. Rahang si pemuda menggembung, pelipisnya bergerak-gerak dan pandangan matanya menyengat angker. Perlahanlahan dia bangkit dan duduk di alas batu tidak bergerak juga tidak berani keluarkan suara.
Perlahan-lahan langit dan ujung laut di sebelah timur kelihatan mulai terang tanda sang surya akan segera muncul menerangi jagat. Tak lama kemudian pulau itu menjadi terang benderang. Kemanapun mata dilayangkan hanya bebatuan merah yang tampak. Pemuda bermantel memberi isyarat agar gadis yang duduk di alas batu segera bangkit.
"Kita salah menduga. Agaknya bukan cuma kita berdua yang ada di pulau batu merah ini"
Gadis berbaju biru bangkit berdiri. Dalam udara seterang itu jelas terlihat bagaimana tipisnya pakaian yang membalut tubuhnya hingga setiap lekuk auratnya terlihat dengan jelas.
"Bagaimana kau bisa bilang begitu? Kau melihat sesuatu?" bertanya si gadis.
Yang ditanya menggoyangkan kepala ke arah barat. Di tepi pantai pulau batu sebelah barat tampak dua buah perahu terapung-apung di sela-sela batu karang merah.
"Kalau begitu kita harus bertindak cepat mencari orang itu!" kata si gadis pula. Belum selesai dia berucap pemuda bermantel sudah berkelebat Mula mula kedua orang itu mengitari pinggiran pulau. Mereka tidak menemukan siapa-siapa kecuali tanda-tanda di sebelah timur bahwa sebelumnya memang ada orang di tempat itu
"Sebaiknya kita menyelidiki ke bagian tengah pulau", kata orang bermantel pada gadis temannya.
Si gadis mengangguk. Kedua orang itu lalu berkelebat ke pusat pulau. apa yang mereka temukan di pertengahan pulau itu membuat keduanya terkesiap. Di sini mereka menemukan bagian pulau yang hancur porakporanda.
"Ada orang di bawah sana!" si gadis menunjuk.
Lelaki bermantel mengangguk. "Aku melihat tanda-tanda sebelumnya ada sebuah... mungkin dua buah terowongan di bawah sana, batu-batu yang sangat atos ini... Bagaimana dan siapa yang telah menghancurkannya? Ini bukan perbuatan alam. tapi pekerjaan tangan manusia!" Orang ini terdiam sesaat sementara sepasang matanya lurus memeriksa dengan tajam "Hemmm.... Ada keanehan. Tempat ini hancur berantakan. Batubatu merah pecah dan rengkah. Tapi aku sama sekali tidak melihat puing atau pecahan batul"
Paras si mantel hitam mendadak berubah.
"Keparat!" keluar kutukan dan mulutnya. "Jangan-jangan kita sudah kedahuluan.... Kau tunggu di sini. Aku akan turun menyelidik!"
"Aku ikut!" ujar si gadis. Lalu begitu pemuda bermantel masuk ke dalam lobang dia langsung saja ikut terjun.
"Hemm!.... ini terowongan pertama..." kata si pemuda begitu menjejakkan kakinya di dalam lobang dan melihat mulut sebuah terowongan. dia masuk ke dalam terowongan sampai beberapa belas langkah. "Agaknya terowongan ini berhubungan dengan pantai. Ada angin bertiup ke arah sini.... Tak ada apa-apa di sini."
Kedua orang itu segera keluar dari dalam terowongan. Di mulut terowongan mereka perhatikan terusan lobang di sebelah bawah. Keadaan di tempat ini lebih parah dibandingkan dengan lobang sebelah atas.
Tanya berkata apa-apa dia melompat turun. Sesaat kemudian dia sudah menginjakkan kaki di atas lantai lobang batu merah yang pecah dan rengkah. Tidak seperti di atas. Di sini dia melihat ada dinding batu yang jebol dan pecahan-pecahan batu bertebaran di mana-mana. Otaknya yang cerdik serta merta bisa menduga. Ada dua orang menjebol tempat ini. Yang pertama menjebol tanpa menebar pecahan batu. Yang kedua daya hantamnya mungkin lebih dahsyat tapi tidak mampu menghindarkan pecahan batu bertebaran ke mana-mana..:"
Pemuda ini mengatakan apa yang ada dalam benaknya pada si gadis. Lalu bertanya. "Kau bisa menduga siapa kira-kira dua orang penjebol tempat ini?"
"Sulit menduga" Jawab si gadis lalu menatap wajah pemuda berdagu kukuh itu. "Aku melihat parasmu berubah. Agaknya ada sesualu yang mendadak menjadi ganjalan?"
Ini akibat penipuan yang dilakukan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan Aku bersumpah akan menguliti tubuh mereka lalu mencincangnya sampal lumat! Pendekar 212 Wiro Sableng belum mati! Aku yakin salah satu dan dua penjebol tempat ini adalah dial"
"Manusia satu itu bisa kita urus nanti. Sekarang baiknya kita menyelidik ke dalam terowongan sana," kata si gadis pula.
Dengan hati-hati kedua orang ini masuk ke dalam terowongan kedua. Belum jauh masuk tiba tiba pemuda bermantel hentikan langkahnya sementara si gadis keluarkan seruan tertahan dan tersurut sampai dua langkah. Di lantai terbujur sesosok jerangkong manusia.
"Lagi-lagi aku melihat keanehan. Batu-batu atos di luar sana bisa hancur dan rengkah. Tapi jerangkong lapuk ini seolah tidak tersentuh sedikit pun. Tetap utuh. Tak ada satu tulang pun yang tanggal dari persendiannya!"
Pemuda itu membatin dan memandang dengan mata tak berkedip Rahangnya menggembung, dagunya seolah membatu.
"Tengkorak siapa itu..." terdengar si gadis bertanya.
"Aku yakin itu tengkorak orang Cina yang dikabarkan melarikan diri dari Tiongkok sekitar tujuh puluh tahun silam. Tapi siapa pun jerangkong keparat ini adanya bagiku tidak penting! Jauh lebih penting mencari di mana beradanya kitab itu!" Nada kesal jelas terdengar pada suara orang bermantel hitam. Beberapa kali dia menjambak dan menyisir-nyisir rambutnya yang hitam dan basah oleh keringat. Si gadis sendiri saat itu pakaiannya telah basah oleh peluh hingga membungkus ketat tubuhnya yang bagus.
"Aku akan menyelidik ke dalam sana. Kau tunggu di sini!" Si pemuda lalu melangkah melewati jerangkong di lantai terowongan. Tak selang berapa lama dia muncul kembali dengan paras membesi.
"Benda yang kita cari tidak ada di sini. kita telah kedahuluan orang. Pasti manusia-manusia yang telah menjebol tempat ini yang mendapatkannya! Keparat!"
"Belum tentu mereka ..."
Lantas siapa? Setan pulau atau jin laut?! si pemuda membentak Dibentak seperti itu gadis berpakaian tipis geleng-gelengkan kepata "Kau telah memiliki satu kitab sakti. Itu adalah kenyataan. Tapi tentang Kitab Dewa itu. Dari jalinan kisahnya sulit dipercaya kalau kitab itu benar-benar ada. Jangan-jangan hanya cerita kosong yang sengala disebar untuk mengacaukan dunia persilatan!"
Pemuda di hadapan si gadis menyeringai lalu tertawa. Tawanya seolah dipaksakan. "Kalau begitu banyak tokoh dan dedengkot dunia persilatan merebutkan kitab yang satu itu, kalau Ratu Duyung dikabarkan ikut campur urusan ini dan kalau Pendekar 212 sampai menyabung nyawa, bagiku Kitab Putih Wasiat Dewa bukan cerita kosong!" Si pemuda memandang ke arah jerangkong di depannya.
"Keparat jahanam! Sayang kau tidak bisa bicara! Biar kuhancurkan sekalian!"
Habis berkata begitu pemuda ini hentamkan kaki kanannya ke arah jerangkong Karena tendangan itu bukan tendangan bisa maka sekali tendang saja pastilah jerangkong yang sudah sangat lapuk itu akan mental den hancur berantakan. Pada saat tendangan akan mendarat di sosok jerangkong sekonyongkonyong di kejauhan melengking suara tiupan seruling menusuk telinga. Bersamaan dengan itu terdengar suara dahsyst auman harimau menggetarkan seantero tempat itu. Lalu udara di dalam terowongan yang tadinya panas mendadak berubah menjadi sangat dingin.
DUA
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
General FictionWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...