SENGATAN sinar matahari di wajah dan sekujur badannya menyadarkan Pendekar 212 Wiro Sableng. Perlahan-lahan dia buka kedua matanya tapi serta merta dipicingkan kembali, tak tahan oleh silaunya cahaya matahari. Sambil melindungi matanya dengan tangan kiri Wiro mencoba bangkit dan duduk di tanah.
"Ampun, sekujur tubuhku sakit bukan main. Tulangtulang serasa copot. Kepalaku mendenyut tak karuan. Apa yang terjadi dengan diriku...?" Wiro buka kembali sepasang matanya. Lalu memandang berkeliling. Dia dapatkan dirinya berada di satu kawasan berbatu-batu di kaki sebuah bukit kecil. Pakaiannya kotor bahkan ada robekanrobekan di beberapa tempat. Lengan serta kakinya lecet. Ketika dia meraba kening sebelah kiri ternyata kening itu benjut cukup besar. Di depan sana dia melihat beberapa pohon besar bertumbangan. Semak belukar berserabutan dan bertebaran di mana-mana.
"Kaki bukit batu... Pohon-pohon tumbang... Sunyi. Di mana ini... Bagaimana aku bisa berada di tempat ini?" Wiro kembali memandang berkeliling. Dia coba mengingat-ingat sambil menggaruk kepala. Seperti diceritakan dalam episode terdahulu, "Rahasia Perkawinan Wiro", sebelum dinikahkan oleh Lamahila, si nenek juru nikah itu telah memberi minuman yang disebut Embun Murni kepada Wiro. Akibat meneguk minuman aneh itu Wiro menjadi seperti hilang kesadarannya dan mau melakukan apa yang dikatakan si nenek. Bahkan dia tidak sadar kalau telah melakukan upacara pernikahan dengan Hantu Santet Laknat yang berubah ke ujud aslinya, berupa seorang dara cantik jelita bernama Luhrembulan.
"Edan!" Wiro tepuk keningnya sendiri. "Otakku tak bisa bekerja! Jangan-jangan otakku sudah tak ada lagi dalam batok kepala!" Wiro jitak-jitak keningnya sendiri hingga mengeluarkan suara tuk... tuk... tuk. Pendekar ini lalu menyeringai sendiri. "Ah...! Dari bunyinya jelas otakku masih ada dalam kepala. Tapi mengapa aku tak bisa berpikir, tak bisa mengingat-ingat! Agaknya aku harus menenangkan diri, atur jalan nafas dan peredaran darah!
Jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan diriku!" Wiro ingat pada senjatanya. Dia susupkan tangan ke balik pakaian. Dia merasa lega. Ternyata Kapak Maut Naga Geni 212 masih terselip di pinggangnya. Lalu batu sakti hitam pasangan kapak juga ada di dekat senjata itu.
Untuk sesaat Wiro genggam hulu kapak sakti bermata dua itu. Hawa sejuk memasuki tangannya, perlahan-lahan mengalir ke dalam tubuh. Di dalam aliran darah hawa sejuk itu berubah menjadi hangat. Bilamana perasaan dan pikirannya menjadi tenang, Wiro rubah duduknya jadi bersila. Dua tangan diletakkan di atas paha, mata dipejamkan. Begitu dirasakannya ada ketenangan dalam dirinya, sang pendekar mulai mengerahkan hawa sakti serta mengatur pernafasan dan aliran darah dalam tubuhnya. Tak selang berapa lama didahului dengan menghirup udara segar lewat hidung, kemudian perlahan-lahan menghembuskannya lewat mulut, Wiro buka sepasang matanya.
"Hemmm... Syukur otakku tidak sableng benaran. Kini aku ingat apa yang terjadi. Aku berada di puncak bukit ketika tiba-tiba badai datang mengamuk. Mungkin aku dihantam badai celaka itu, terlempar ke bawah bukit ini.
Sebelum terlempar aku ingat betul. Ada satu suara memanggil namaku. Siapa dia...? Luh... Luhrembulan! Astaga...! Bukankah gadis cantik penjelmaan Hantu Santet Laknat itu yang memanggil aku sebagai suaminya? Katanya aku dan dia telah dinikahkan oleh Lamahila. Ya Tuhan! Bagaimana semua itu bisa terjadi?!"
Pendekar 212 Wiro Sableng serta merta bangkit berdiri.
Dia memandang ke puncak bukit. "Luhrembulan... Apakah dia masih ada di atas bukit itu? Jangan-jangan badai telah mencelakainya. Apakah aku harus menyelidik naik ke atas bukit? Tapi kalau aku memang sudah jadi suaminya, bisabisa aku... Gila! Aku tak mau cari penyakit. Lebih baik segera aku angkat kaki saja dari tempat ini!" Wiro layangkan lagi pandangan ke arah puncak bukit lalu tanpa menunggu lebih lama dia segera balikkan badan untuk melangkah pergi. Tapi belum sempat langkah dibuat tibatiba dari balik serumpunan semak belukar melesat dua sosok tubuh. Lalu dari atas sebatang pohon miring, laksana seekor burung besar melayang turun seorang berpakaian serba hitam. Dari sepasang matanya menyambar dua larik kobaran api.
Murid Eyang Sinto Gendeng tersurut satu langkah. Dia cepat memasang kuda-kuda. Dua kaki tegak merenggang seperti dipantek ke tanah. Dua tangan disilang di depan dada. Saat itu dia dapatkan dirinya telah dikurung oleh tiga orang. Ternyata tidak cuma tiga! Orang ke empat muncul dari balik tumbangan pohon besar. Dia melangkah sambil menggoyang sebuah rebana yang ada kerincingannya di tangan kiri. Mukanya yang kempot keriputan cengar-cengir. Barisan giginya tonggos berserabutan ke depan. Setiap langkah yang dibuatnya seperti orang menari mengikuti suara kerincingan yang sesekali diseling tabuhan rebana. Di punggungnya tersisip sebuah payung terbuat dari rangkaian daun-daun kering. Lalu di sebelah bawah kelihatan celananya yang di bagian belakang selalu didodorkan ke bawah hingga pantatnya yang hitam kasap tersingkap ke mana-mana!
"Pelawak Sinting palsu! Jahanam ini dulu yang hampir mencelakaiku di sarangnya Hantu Muka Dua..." membatin Wiro. "Kabarnya sejak didamprat saudara kembarnya Si Pelawak Sinting asli, dia telah berubah baik. Sekarang dia muncul di sini! Apa membawa niat baik atau niat jahat! Apa dia muncul bersama yang lain-lain ini?"
Wiro melirik ke samping kiri. Di situ tegak sosok berjubah hitam berwajah dan bertubuh jerangkong. Makhluk ini bukan lain adalah Sang Junjungan, guru Hantu Santet Laknat. Sebelumnya Wiro memang tidak pernah melihat makhluk ini hingga tidak mengetahui siapa dia adanya.
Orang ke tiga berdiri berdampingan dengan orang ke empat. Yang di sebelah kanan ternyata adalah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otaknya yang terletak di atas kepala tampak mendenyut keras, mukanya mengelam pertanda orang tua berkepandaian tinggi ini tengah berusaha menindih hawa amarah yang saat itu menggelegak di dadanya. Dua matanya memandang garang tak berkesip ke arah Pendekar 212. Sebaliknya Wiro balas memandang dengan hidung dan mulut dipencongkan. Dalam hati dia berkata. "Bangsat tua yang otaknya di luar kepala ini yang telah mencelakai diriku. Kalau tidak ditolong Hantu Santet Laknat, tendangan beracunnya pasti membuat aku saat ini sudah berada di alam roh! Sialan betul!"
Di sebelah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tegak seorang kakek berpakaian serba ungu. Dialah Lawungu, kakek yang pernah disantet oleh Hantu Santet Laknat. Berkat sebuah sendok sakti terbuat dari emas bernama Sendok Pemasung Nasib kakek yang hampir meregang nyawa ini berhasil ditolong dan disembuhkan.
Tidak beda dengan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, kakek satu ini juga memandang penuh geram pada Wiro.
Seperti dituturkan dalam episode "Badai Fitnah Latanahsilam", demi menolong Pendekar 212 Wiro
Sableng, Hantu Santet Laknat mengikat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dengan ular jejadian yang sebenarnya adalah tali yang terbuat dari akar gantung pohon besar. Ilmu hitam si nenek ternyata berhasil membuat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak berdaya. Hantu Santet Laknat kemudian melarikan Wiro, membawanya ke sebuah gubuk di satu bukit di mana dia memberikan pengobatan pada sang pendekar hingga sembuh.
Begitu juga Lawungu. Ketika dia muncul dan hendak menolong Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, Naga Kuning dan Setan Ngompol bersama Betina Bercula yang juga muncul tak terduga di tempat itu segera bertindak. Kakek satu ini berhasil mereka lumpuhkan dengan jalan menotok. Setelah itu baik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab maupun Lawungu dipermainkan habis-habisan oleh ketiga orang itu. Lawungu dikencingi mulutnya oleh Setan Ngompol sedang Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab pakaiannya sebelah bawah perut disusupi berbagai binatang seperti kalajengking, kodok, semut rangrang, kadal, cacing dan sebagainya.
Bagaimana kini dua kakek sakti itu bisa membebaskan diri lain tidak adalah berkat pertolongan Si Pelawak Sinting palsu yang kebetulan lewat di tempat itu. Semula Si Pelawak Sinting yang otaknya agak miring angin-anginan ini tidak mau menolong kedua orang itu. Namun setelah dibujuk-bujuk akhirnya dia mau juga melepaskan ikatan di tubuh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab lalu memusnahkan totokan yang membuat kaku tegak Lawungu. Malah kemudian karena ingin tahu apa yang hendak dilakukan dua kakek itu, Si Pelawak Sinting palsu mengikuti perjalanan keduanya.
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan Lawungu jelas tidak bersahabat denganku! Sebelumnya mereka hendak menggantungku. Nyawaku pasti amblas kalau tidak ditolong Hantu Santet Laknat. Si muka jerangkong ini melihat gerak-geriknya dia juga tidak berada di pihakku. Entah si Pelawak Sinting brengsek itu..." Begitu Wiro membatin. Dia memutuskan berdiam diri. Menunggu apa yang hendak diperbuat orang-orang yang telah mengurungnya itu. Ternyata Wiro tidak menunggu lama. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membuka mulut pertama kali. Suaranya keras lantang dan bergetar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
General FictionWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...