SATU
PESTA besar yang diadakan Wira Bumi di Gedung Kepatihan di maksudkan untuk tanda syukur atas pengangkatan dirinya sebagai Patih Kerajaan berubah menjadi malapetaka.
Ditemani Pendekar 212 Wiro Sableng, Nyi Retno Mantili berhasil menyusup ke tempat pesta. Meskipun Wiro dapat mencegah Nyi Retno Mantili membunuh Patih Kerajaan yang adalah suaminya sendiri, namun tiga orang menemui ajal. Korban pertama adalah Cagak Lenting alias Si Mata Elang.
Seperti diceritakan sebelumnya takoh silat ini adalah orang yang membunuh DjakaTua pengasuh Kemuning, boneka yang dalam otaknya yang tidak waras dianggap seperti bayinya sendiri oleh Nyi Retno Mantili. Cagak Lenting dihantam dengan ilmu Sepasang Cahaya Batu Kumala.Yaitu dua larik sinar putih yang keluar dari sepasang mata boneka kayu. Mayatnya dilempar ke panggung pertunjukan, disaksikan orang banyak hingga menimbulkan kegegeran besar.
Korban kedua dan ketiga adalah Perwira Tinggi Suko Daluh dan tokoh adat Istana Ki Mulur Jumena. Keduanya juga tewas di tangan Nyi Retno Mantili.Wira Bumi yang merasa ilmu kesaktian yang telah di dapatnya tidak mampu berbuat banyak karena dia masih belum berhasil membunuh bayi yang dilahirkan Nyi Retno Mantili, malam itu juga menghubungi Nyai Tumbal Jiwo. Sang guru ternyata tidak bisa muncul, hanya mengirimkan suara mengiang.
Nenek dari alam roh itu memberi tahu bahwa akibat kekalahannya sewaktu bertarung melawan Purnama, ujud rohnya tercabik-cabik dan dia baru mampu memperlihatkan diri kembali setelah 120 hari. Untuk melindungi murid dan sekaligus kekasih budak nafsunya itu Nyai Tumbal Jiwo memasukkan lewat dubur sebuah paku sakti ke dalam tubuh Wira Bumi yang konon disebut Paku Merah Penyumbat Bala. Wira Bumi juga dinasihatkan agar untuk sementara pergi dulu mengamankan diri ke Goa Girijati di pantai selatan.
***
DUA hari kemudian, saat malam menjelang pagi, masih gelap dan dingin.Tiga kuda besar berlari cepat rnenunju pantai selatan. Kuda di sebelah depan penunggangnya adalah Patih Kerajaan Wira Bumi. Kuda kedua di samping kanan ditunggangi searang kakek berjubah ungu, berkulit hitam keling, dikenal sebagai tokoh silat Istana bernama Ki Luwak Ireng. Kuda ke tiga berada di sebelah belakang, ditunggangi lelaki muda bertubuh tegap kekar bernama Bantarangin, diketahui sebagai Kepala Pengawal Gedung Kepatihan.
Di satu kelokan jalan Wira Bumi berpaling pada Ki Luwak Ireng, memberi isyarat dengan gerakan kepala. Lalu hentikan kuda, diikuti dua orang lainnya.
"Saya sudah tahu Kanjeng Patih Ada orang mengikuti kita." Ucap Ki Luwak Ireng. "Jika Kanjeng Patih mengizinkan..."'
"Aku mencium bahaya...." potong Wira Bumi.
Kepala Pengawal Gedung Kepatihan Bantarangin cepat mengambil keputusan. "Kanjeng Patih dan Ki Luwak Ireng Biar saya yang rnenangani. Saya akan menghadang dan mencari tahu siapa orang yang berani menguntit kita. Pasti dia membekal niat jahat."
"Pergilah, kami menunggu di sini." Kata Ki Luwak Ireng.
Setelah cukup lama ditunggu Kepala Pengawal tak kunjung muncul. Ki Luwak lreng mulai gelisah dan Patih Wira Bumi merasa curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
General FictionWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...