SATU
DIAPIT dan dipegang dua Satria Pocong, nenek kurus itu melangkah menuju rumah tua beratap ijuk hitam berbentuk tanduk kerbau. Rambut kelabu awut-awutan, tubuh terbungkuk, wajah pucat keriput menunjukkan rasa takut.
Sebuah lampion kain putih menyala suram di bawah atap rumah, bergoyang ditiup angin malam. Cahaya redup lampion ini tidak dapat menerangi seantero halaman rumah di mana menebar gundukan-gundukan batu. Malah bayangan cahaya menimbulkan ujud-ujud besar aneh menyeramkan di belakang bebatuan.
Mendekati rumah, si nenek tiba-tiba menangkap suara sesuatu. Suara orang mengerang. Perempuan. "Seperti orang sekarat. Di dalam rumah..." Ucap hati si nenek. Langkahnya jadi tertahan. Namun dua manusia pocong yang menggiring memaksanya jalan terus.
Saat itu di depan rumah tua seorang manusia pocong bersosok tinggi besar berdiri tak bergerak. Dua tangan dirangkap di depan dada. Sepasang mata dibalik lobang pada kain putih penutup kepala memandang memperhatikan nenek berambut kelabu.
"Salam hormat untuk Yang Mulia Ketua! Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilakukan! Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!" Dua Satria Pocong keluarkan ucapan berbarengan.
Tanpa melepaskan pandangan matanya dari si nenek, manusia pocong tinggi besar yang rupanya adalah Ketua Barisan Manusia Pocong 113 Lorong Kematian anggukkan kepala sedikit lalu ucapkan pertanyaan.
"Aku tidak mau kesalahan. Perempuan tua, siapa namamu?!"
Yang ditanya tak segera menjawab. Bola mata berputar lalu memandang ke rumah tua, dari arah mana telinganya sejak tadi mendengar suara erangan tak berkeputusan. Rasa takut yang sudah menyelinap dalam diri membuat tubuhnya menjadi dingin dan lutut terasa goyah.
Melihat orang tidak menjawabi pertanyaan, si tinggi besar jadi marah dan membentak. "Perempuan tua! Aku tahu kau tidak torek! Katakan siapa namamu!"
"Kalian... Saya... mengapa saya diculik. Mengapa saya dibawa ke sini. Tempat apa ini? Kalian makhluk apa sebenarnya? Saya ingin pulang. Saya sedang susah. Saya kehilangan seseorang. Magiyo cucuku tidak pulang sejak satu hari lalu..."
Bukannya menjawab, perempuan tua itu malah ajukan banyak pertanyaan. Lalu seperti merasa tidak perlu menunggu orang menjawab pertanyaannya, nenek ini balikkan badan, berusaha melepaskan diri dari pegangan dua Satria Pocong dan tinggalkan tempat itu. Namun dua Satria Pocong cepat mencekal tangan si nenek kiri kanan.
"Perempuan tua! Jangan berani berlaku kurang ajar terhadap Yang Mulia Ketua!" Salah seorang Satria Pocong membentak. Dengan kasar tubuh perempuan tua ini diputar hingga kembali menghadap ke arah Sang Ketua.
"Perempuan tua, kau tak perlu takut." Manusia pocong tinggi besar keluarkan ucapan. "Kami membawamu ke sini untuk satu keperluan. Jika urusan selesai dan kau mematuhi apa perintah kami, kami akan bawa kau kembali ke desamu! Jawab saja pertanyaanku. Siapa namamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
Ficción GeneralWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...