72. Purnama Berdarah

7.1K 138 3
                                    

HUJAN lebat mendera Pantai Selatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HUJAN lebat mendera Pantai Selatan. Suara hujan yang diterpa hembusan angin keras yang datang dari laut menimbulkan suara menggidikkan di telinga siapa saja yang mendengarnya. Di bawah hujan lebat itu seorang penunggang kuda memacu tunggangannya sepanjang tepian pantai, menembus hujan dan deru angin ke arah timur. Tepat di satu bukit karang yang menjulang orang ini hentikan kudanya. Sambil menepuk tengkuk binatang itu dia berkata. "Jangan ke mana-mana. Tunggu di sini sampai aku kembali!"

Seperti mengerti akan ucapan orang, kuda itu mendekatkan kepalanya ke bahu tuannya dan menjilat bahu itu beberapa kali. Ketika petir kelihatan menyambar di tengah laut, penunggang kuda tadi telah lenyap dari tempat itu. Dia melompat ke sebuah celah sempit di kaki bukit karang. Di dalam celah itu ada bagian bukit yang berbentuk seperti tangga kasar. Orang ini menaiki tangga itu dengan gerakan cepat. Tangga batu karang itu licin dan ada yang berselimutkan lumut. Hujan lebat membuat udara menjadi redup gelap. Kalau tidak memiliki kepandaian tinggi tak mungkin orang itu bisa menaiki tangga batu begitu cepat.

Di puncak tangga batu membentang sebuah pedataran batu yang penuh dengan gerunjul-gerunjul karang runcing. Pada sebelah kiri pedataran menjulang bukit berbentuk dinding setinggi lima tombak. Pada salah satu bagian di kaki dinding inilah kelihatan sebuah lobang besar yang merupakan mulut goa. Orang tadi bergegas menuju pintu goa. Di mulut goa dia berhenti sebentar. Dia mengusap wajahnya dua kali berturut-turut lalu baru masuk ke dalam.

Bagian dalam goa batu karang itu terasa hangat dan merupakan satu terowongan lurus sedalam sepuluh tombak. Di ujung terowongan kelihatan menyala sebuah lampu minyak yang meliuk-liuk terkena tiupan angin dari luar. Di belakang lampu ini terhampar sehelai kulit binatang yang sudah dikeringkan. Bagian kepalanya yang berupa kepala seekor srigala menghadap ke dinding goa sebelah kiri. Di atas kulit binatang itu, di sebelah kanan tampak satu sosok tubuh terbalut kulit binatang tegak kepala di bawah kaki ke atas. Kedua telapak tangan menjejak kulit di lantai goa sedang sepasang kaki bersilang di sebelah atas. Rambutnya yang panjang riap-riapan terjulai ke bawah dan wajahnya tertutup oleh janggutnya yang panjang menjulai. Udara di dalam goa itu menebar bau tidak sedap.

Orang yang barusan masuk dalam keadaan basah kuyup sesaat tegak memperhatikan sosok tubuh yang tegak kepala ke bawah kaki ke atas itu. Lalu mulutnya terbuka berucap, "Eyang Srigala Karang, saya datang untuk kedua kali!"

Tubuh yang tegak kaki ke atas kepala di bawah itu tidak bergerak. Namun di balik janggut panjang yang menutupi hampir keseluruhan wajahnya, sepasang matanya terbuka sedikit. Menyusul mulutnya bersuara, "Kemala, kau datang untuk kedua kali. Berarti hatimu telah tetap untuk meminta agar aku meluluskan keinginanmu?!"

"Betul sekali Eyang Srigala Karang." Orang ini ternyata adalah seorang perempuan.

"Bagus kalau begitu. Aku sudah katakan bahwa sekali kau memutuskan meminta bantuanku, berarti kau harus memenuhi segala syarat dan aturan!"

"Saya akan memenuhi," jawab Kemala yang pakaian dan rambutnya basah kuyup.

"Aku sudah katakan. Kalau kau melanggar syarat dan aturan maka apa yang kau minta akan berbalik mencelakai dirimu sendiri!"

"Saya sudah mengerti hal itu Eyang."

"Apa yang kau minta segera terkabul. Setelah kau melihat sendiri nanti, maka baru aku akan mengatakan syarat-syaratnya."

"Eyang, apakah tidak sebaiknya Eyang mengatakan lebih dulu syarat-syarat itu?" ujar Kemala.

"Kau yang meminta bantuan, aku yang menentukan syarat. Lagi pula apa sulitnya memenuhi syarat yang tidak sukar?"

Orang yang berdiri di depan lampu minyak diam sejurus. Maka terdengar orang yang disebut dengan Eyang Srigala Karang itu berkata. "Aku tidak suka pada orang-orang yang datang dengan hati meragu bimbang. Jika perasaan itu ada dalam hati sanubarimu, cepat-cepat saja meninggalkan goa ini! Aku tidak punya terlalu banyak waktu mengurusi tamu sepertimu! Aku mau dengar jawabanmu!"

"Saya tidak ragu. Apapun nanti syarat dari Eyang akan saya penuhi." kata Kemala pula.

Eyang Srigala Karang keluarkan suara tawa mengekeh, membuat orang di depannya sesaat jadi tercekat. "Aku akan pertemukan kau dengan makhluk yang akan menjadi sahabat dan suruhanmu!" kata Eyang Srigala Karang. Lalu tangan kiri sang Eyang tampak terangkat dari atas tikar kulit binatang. 

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang