140. Misteri Pedang Naga Suci 212

5.9K 85 9
                                    

SATU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SATU

Wakil Ketua melangkah cepat memanggul tubuh Hantu Muka Dua. Setelah melewati sebuah pintu besi, dia hentikan langkah dan berpaling pada Satria Pocong yang berjalan mengikutinya.

"Untung tadi Yang Mulia Ketua tidak sampai Menanyakan soal caping milik Kakek Segala Tahu. Kau sempat memeriksa benda itu ?"

"Sudah, tapi saya tidak menemukan gulungan kain putih yang kita cari."

"Apa ucapanmu bisa kupercaya?" tanya wakil ketua barisan manusia pocong 113 lorong kematian sambil dua matanya menatap lurus dan tajam pada sepasang mata anak buahnya.

"Saya tidak berdusta. Saya tidak punya keperluan apa apa atas benda itu." Menjawab Satria Pocong.

"Yang Mulia Ketua pernah bilang benda itu luar biasa penting. Menyangkut kelangsungan masa depan seratus tiga belas lorong kematian dan rencana pembentukan sebuah partai yang bakal menguasai seantero rimba persilatan tanah Jawa dan tanah seberang."

"Saya pernah mendengar hal itu..." ucap Satria Pocong.

Lalu dan balik jubah putihnya orang ini keluarkan caping milik Kakek Segala Tahu. "Silahkan Wakil Ketua memeriksa sendiri"

"Simpan saja. Saat ini aku mempercayai semua ucapanmu. Kalau kemudian kau ternyata berdusta, aku akan merajam dirimu tiga hari tiga malam sebelum nyawamu kucabut! Camkan itu baik baik!"

"Saya mengerti Wakil Ketua." Satria Pocong masukkan kembali caping bambu ke balik jubahnya.

Wakil Ketua serahkan tubuh Hantu Muka Dua pada anak buahnya. "Tunggu aku di depan Rumah Tanpa Dosa. Jangan melakukan apapun sampai aku datang!"

"Wakil Ketua mau kemana?" tanya Satria Pocong.

"Sesuai perintah Yang Mulia Ketua, aku akan menemui Dewa Tuak di ruangannya. Aku harus memeriksa tua bangka satu itu. Gadis muridnya lenyap dan kamar Yang Mulia Ketua. Mungkin dia yang punya pekerjaan."

Satria Pocong mengangguk. Panggul sosok Hantu Muka Dua di bahu kiri lalu cepat cepat tinggalkan tempat itu. Wakil Ketua menyusuri lorong di mana terdapat deretan ruang batu. Di depan sebuah pintu besi dia berhenti. Ada satu jendulan di batu ini. Pintu besi terbuka. Engselnya keluarkan suara berkereketan.

Di sudut kamar, di atas satu tempat tidur terbuat dan batu, duduk seorang kakek berpakaian putih lusuh. Wajah pucat, tubuh kelihatan lemas. Rambut putih acak acakan. Janggut dan kumis putih tidak karuan. Di lantai ruangan, dekat kepala tempat tidur batu, teronggok helai jubah dan kain putih penutup kepala. Orang tua ini yang bukan lain adalah Dewa Tuak adanya pandangi sosok manusia pocong yang masuk lalu berkata.

"Lagi lagi kau datang berhampa tangan. Kukira kau membawa tuak kayangan untukku!"

Wakil Ketua tutup pintu besi, perhatikan orang tua di atas tempat tidur batu seraya berucap dalam hati.

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang