37. Maaf

445 19 1
                                    

Esoknya, Amel masuk kuliah seperti biasa. Saat akan masuk mata kuliah pertama semua teman-temannya mengucapkan duka yang mendalam untuk Amel termasuk Leon yang tidak sempat untuk melayat karna sedang berada di luar kota.

Ucapan duka itu membuat Amel memurung kembali teringat kepada ibunya yang kemarin sudah pergi dari dunia ini.

Jam mata kuliah pertama telah terlewati. Untuk menuju jam mata kuliah kedua di beri waktu jeda untuk beristirahat selama 30 menit.

Anehnya, hari ini Amel tidak menuju ke lapangan basket seperti biasa. Mungkin saja karna dia sudah malas untuk ber-basket ria.

"Mel, kok lo gak pernah ikut UKM basket lagi?" tanya Leon di sebelahnya yang menumpang beristirahat di kelas Amel.

"Males gue. Lagi capek pikiran." jawab Leon seadanya.

Sebelum Leon masuk ke dalam kelas Amel dia sudah mengajak Amel pergi keluar kelas untuk sekedar ke kantin atau berduduk-duduk di luar kelas. Tetap saja se-keras apapun Leon memaksa Amel, Amel tetap bersikeras untuk menolak ajakan Leon.

Karna keadaan kelas Amel semakin sepi dan Amelnya pun sedang tidak enak untuk di ajak mengobrol, akhirnya Leon sibuk dengan handphone- nya sendiri dan sesekali meminjam handphone milik Amel yang sedari tadi hanya di letakan di atas meja. Amel sendiri pun sedang melamun, tangannya yang sengaja menjadi tumpuan menahan kepalanya sendiri.

"Mel, ada yang nyariin lo nih." teriak salah seorang temannya dari depan pintu kelas.

Amel langsung tersadar dari lamunannya. Dia terheran, sangat tidak biasanya malah baru sekali ini ada yang mencari dirinya di dalam gedung fakultas selain Leon.

Orang itu muncul di depan pintu dan ternyata Delon. Ya Delon yang sedang Amel lamunkan juga sedari tadi.

Saat Delon mulai memasuki pintu kelas Amel. Dia mengira Delon datang hanya sendirian, di belakangnya terdapat Sena yang mengikuti Delon untuk bertemu Amel juga.

Leon memperhatikan mimik wajah Amel yang tiba-tiba berubah saat melihat Sena di belakang Delon.

"Hai Mel," sapa kedua lelaki itu bersamaan.

"Hai." jawab Amel singkat dengan senyum terpaksanya.

Delon dan Sena mengambil kursi lain untuk di hadapkan di dekat kursi Amel dan Leon. Mereka pun menduduki kursi itu. Posisinya sekarang Amel berhadapan dengan Sena dan Delon berhadapan dengan Leon.

"Mel lo udah gak kenapa-kenapa kan?" tanya Sena perhatian.

Amel hanya menggelengkan kepalanya saja, tanpa menjawab dengan sepatah kata apapun.

"Gimana gak kenapa-kenapa lo Mel, dari adi kan lo bengong kayak orang autis tau." celetuk Leon.

"Mel, lo masih marah sama gue?" akhirnya Delon mengeluarkan kalimat untuk Amel dengan lembut.

Amel tidak menjawab pertanyaan Delon. Dia malah membuang muka ke arah tembok kelasnya, kedua tangannya di tumpukkan di atas meja agar tangannya bisa menjadi tumpuan kepalanya.

Enggan dia melihat Delon yang telah menyakiti hatinya. Yang telah membuat Amel seakan-akan barang yang mudah untuk di titipkan kepada orang lain.

Sena mengerti apa yang akan di lakukan oleh sahabatnya itu. Dia berdiri untuk bertukar tempat duduk dengan Delon agar Delon bisa berhadapan dengan Amel dan meminta maaf atas kalimat yang dia ucapkan kemarin.

Leon terheran dengan tingkah laku kakaknya dan kedua temannya itu. Dia tidak mengerti sebenarnya ada apa dengan semua ini. Sena yang melihat Leon terheran sendiri pun menjelaskan dengan suara pelan kepada Leon.

Delon menyentuh kepala Amel "Mel, lo kemarin denger ya? maafin gue. Gue gak bermaksud buat bikin lo kayak gini."

Amel tidak juga menjawab dan wajahnya yang masih menghadap ke tembok.

Kau hadir di hadap ku
Merubah semua hidup ku
Kini aku hanya diam membeku
Melihat perubahan yang terjadi dari mu
Meninggalkan semua kenangan
Kau dan aku...
Aku tetap terpaku
Dalam cinta yang hadir untuk mu
Aku malu tuk mengatakan
Bahwa aku mencintaimu selalu...

~Amelia Clara~

Delon mengelus kepala Amel dan sekarang wajahnya sudah dekat dengan kepala Amel "Hei, jawab dong! Masa mau gini terus?"

Entahlah Amel masih enggan untuk berbicara. Jam istirahat pun 5 menit lagi akan selesai. Usaha Delon untuk meminta maaf sia-sia, Delon dan Sena sekarang harus menuju fakultasnya yang lumayan jauh dan memiliki waktu tempuh 5 menit untuk berjalan kaki.

"Mel..." panggil Leon setelah Delon dan Sena sudah tidak terlihat lagi.

Akhirnya sekarang Amel sudah dalam posisi duduk sempurna lagi.

"Lo tadi nangis Mel?" tanya Leon saat melihat mata Amel yang berkaca-kaca seperti habis menangis.

Amel menutup matanya dengan kedua tangan. Leon melepaskan tangan Amel yang menutupi kedua mata Amel.

"Mel, mungkin maksud kakak gue gak gitu. Mungkin kakak gue selalu ada halangan buat ketemu lo makanya Bang Sena yang nyamperin lo,"

"Gue tau ini pasti bawaan dari duka lo Mel, lo masih ke bawa suasana makanya hati lo masih berat buat maafin orang yang udah nyakitin lo. Ibu lo udah tenang kok disana dan lo harus maafin orang yang udah minta maaf sama lo. Mau gimana pun dia udah ada usaha buat nyusul lo kesini dan minta maaf ke lo. Yaudah gue ke kelas ya, udah ada dosen yang masuk kesini. Semangat Mel!" lanjut Leon dan berjalan menuju pintu meninggalkan kelas Amel.

Mata kuliah kedua di kelas ini semakin tidak bernyawa. Dirinya yang masih melamun dan terus merenung membuat Amel tidak berkonsentrasi terhadap mata kuliah itu sampai pelajarannya berakhir.

Why Always You? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang