18. Buruk

545 29 3
                                    

"Tolonggggg!!!!"

Amel masih berusaha berontak dan teriak meminta tolong terus, matanya sudah mulai berkaca-kaca.

Ardi mendorong Amel ke atas kasur.

"To...."

Amel yang berusaha teriak meminta tolong itu pun mulut kecilnya di tutupi oleh tangan Ardi.

"Lo mikir ya Mel! Rumah lo gede gak mungkin ada yang denger! Mau sekenceng apapun lo teriak dan gue gak bakal ngelepasin lo!"

Mulut Amel masih di tutupi tangan Ardi. Hanya rasa takutnya lah sekarang yang Amel rasakan. Air matanya mulai keluar. Dia bingung harus apa, saat ini tubuhnya telah terkunci oleh Ardi yang menahan Amel dengan sangat kuat.

Seperti ada keajaiban Amel bisa mendorong tubuh Ardi hingga Ardi terjatuh ke lantai.

Amel berusaha berlari keluar dari kamarnya.

Ardi bangkit dan mengejar Amel yang sudah dekat dengan pintu kamarnya.

Ardi menghalangi jalan Amel. Dia memajukan tubuhnya agar mendekat ke arah Amel, Amel pun semakin mundur setiap Ardi mendekat.

"Ardi lo kenapa?!!!" teriak Amel yang matanya masih terus mengeluarkan air mata dan jalan mundurnya.

"Ini semua gara-gara lo Mel!!!" bentak Ardi dengan sangat emosi.

"Tolong!!!!!"

Ardi semakin maju dan Amel terus mundur sambil berteriak dengan sekencang-kencangnya.

Sekarang tubuh Amel sudah menempel pada tembok. Dia sudah tidak dapat mundur lagi.

Tubuh Ardi semakin dekat, sangat dekat. Hanya berjarak kurang dari setengah meter.

Kedua tangan Ardi menyentuh bahu Amel.

"Di, please lepasin gue! Bukan gini caranya Di!" Air mata Amel sudah mulai membasahi wajahnya.

"Cara lo merlakuin gue harus di,bales kayak gini Mel!!!"

"Tolong!!!!"

Ardi menarik Amel dan kembali mendorong Amel ke kasurnya.

Amel pun berbaring kembali di kasur itu.

Gue gak mau kehilangan harga diri gue di, tolong lepasin. Tolong siapa pun tolong gue.

Air mata terus keluar dari matanya. Tidak peduli air mata itu nantinya akan habis. Pikirannya sekarang itu hanya berharap ada orang yang datang menolongnya.

"Gak usah nangis cengeng!" Ardi menampar pipi Amel.

Tangis Amel pun malah semakin keras.

Ardi mendekatkan wajahnya ke wajah Amel. Semakin dekat.

Amel memalingkan wajahnya agar bibirnya tidak tersentuh sedikit pun oleh bibir Ardi.

"Semakin lo berontak, semakin gue perlakuin lo secara kasar Mel!"

"Ardi gue gak mau! Tolong lepasin Di!"

"Gue pacaran sama lo gak pernah dapet ini Mel. Lo mau putus kan sekarang? Oke! Tapi kasih diri lo ke gue dulu!"

"Ardi lo jahat Di! Gue nyesel mau sama lo! Tolongggg!!!!!!!!"

Ardi menahan wajah Amel agar tidak berontak lagi. Sekarang bibirnya sudah sangat berdekatan.

Amel memejamkan matanya, air matanya masih tetap keluar. Dan...

BUG!

Tinjuan keras mendarat di wajah Ardi, sehingga Ardi berbaring di samping Amel.

Amel yang mendengar pukulan itu langsung membuka matanya.

"Delon,"

Delon lah yang telah menyelamatkan Amel. Delon berusaha menarik Amel untuk bangun. Dan dia menyuruh Amel berdiri di belakangnya untuk menjauhi dirinya dari Ardi

"Mau apa lo?!" tinjuan mendarat lagi di perut Ardi.

"Ohhh Delon namanya! Lo yang waktu itu nabrak gue di koridor rumah sakit kan?! Saat itu, Amel pernah salah manggil gue dan sekarang lo juga yang udah bikin Amel mutusin gue!"

"Gue tanya! Mau lo apa sekarang?!"

"Bukan urusan lo! Gue mau Amel sebelum gue putus! Minggir lo!" Ardi menyingkirkan tubuh Delon hingga punggungnya terbentur tembok.

Delon tidak lemah, dia pun langsung menghampiri Ardi lagi dengan sangat emosi.

BUG! BUG! BUG!!!

3 pukulan mendarat di 3 bagian tubuh Ardi. Wajah dan tubuh Ardi sudah babak belur sekarang.

"Urusan kita belum kelar!" tunjuk Ardi pada keduanya dan berlari keluar rumah Amel.

"Mel, lo gak kenapa-kenapa?"

Tanpa menjawab Amel memeluk tubuh Delon. Amel menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Delon. Dia masih merasa takut, masih terbayang atas apa yang telah terjadi tadi.

Delon membalas pelukan Amel, mengusap rambut Amel dengan lembut. Delon menenangkan Amel.

Pelukan itu membuat Amel nyaman, pelukan yang dapat meredakan tangisannya.

Delon melepaskan pelukannya dan menyuruh Amel berbaring istirahat diatas kasur.

"Lo disini dulu ya. Gue ambilin minum"

Amel duduk menyender di kepala kasur. Kakinya di lipat keatas. Tangannya menutupi wajahnya dan menangis kembali.

Delon muncul kembali di kamar Amel. Delon duduk di samping Amel, Membuka tangan Amel yang menutupi wajahnya dan memberikan minum itu ke Amel.

"Minum dulu!"

Amel meneguk minum yang telah di ambilkan oleh Delon.

Suasananya sangat canggung, melihat keadaan Amel seperti itu di tambah mereka hanya berdua saja.

Delon menenangkan Amel kembali. Di bawanya kepala Amel ke bahu kanannya. Dia merangkul bahu Amel dan sesekali mengusap rambut Amel untuk menenangkan.

"Udah jangan nangis lagi! lo ada gue Mel." Amel tambah menangis di bahu Delon.

"Lo mau gue anter ke ibu lo?"

Amel menggeleng kepalanya. Delon mengerti maksud gelengan itu. Bukan saatnya dia ke rumah sakit bertemu Andin.

"Ibu pasti sakit denger ini. Gue gak mau ibu tau. Gue gak mau kesana dulu sebelum pikiran gue tenang." jawab Amel dengan nada pelan

Delon mengangguk mengerti dan kembali mengusap rambut Amel.

"Lo kok bisa ke sini?" tanya Amel.

"Gue kebetulan lewat, ade gue nitip beliin pembalut ke warung. Kedengeran ada yang minta tolong, ada motor di depan rumah lo, pagar sama pintu rumah lo ke buka. Bodoh dia mau lakuin sesuatu tapi bikin orang yang lewat curiga. Belum profesional."

Amel memukul bahu Delon.

"Apaan sih lo Lon. Kayak yang udah profesional aja. Lagian cowok kok mau beli pembalut?! Hahaha." kata Amel sambil terkekeh kecil.

Sekarang Amel sudah mulai tenang, karna kehadiran Delon lah yang membuatnya tenang dan membuat Amel terkekeh mendengar ocehan yang keluar dari mulut Delon.

Gue seneng lo ketawa lagi Mel.

Why Always You? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang