55. Operasi

468 18 0
                                    

Satu persatu korban tindakan Ardi telah di turunkan dari mobil ambulan. Amel mengikuti mereka yang di bawa oleh para perawat rumah sakit melewati lorong-lorong di rumah sakit.

Air matanya tidak juga terhenti sampai saat ini. Perjuangan mereka menyelamatkan Amel malah menjadikan sebuah musibah.

Semua pandang orang yang berada di rumah sakit itu tertuju ke arah mereka, dengan jalan yang sedikit berlari, berlinang air mata dan darah dari para korban yang tidak juga berhenti.

Belum ada seorang pun orang terdekat Amel yang datang menghampirinya di rumah sakit itu. Hingga akhirnya dia menunggu di ruang tunggu UGD seorang diri. Menunggu kepastian dari dokter yang akan memberi tahu bahwa mereka akan baik-baik saja.

Ya, Amel sangat ingin berita baik dari dokter yang memeriksa para korban, bukan berita buruk.

"Anda keluarga dari salah satu korban?" tanya dokter yang tiba-tiba keluar dari ruang UGD dengan wajah yang cemas.

"Iya dok iya! Gimana keadaan mereka?!" tanya Amel lebih cemas daripada dokter itu.

"Korban perempuan baik-baik saja, kandungannya pun masih tetap sehat walaupun tadi mengalami pendarahan. Dia hanya mengalami shock sehingga dia pingsan. Tapi,..." jawab dokter dan tiba-tiba terhenti.

"Tapi apa dok?!" pertanyaan terlontarkan lagi ke dokter. Banyak pertanyaan yang membuatnya penasaran dengan kondisi korban.

"Kedua laki-laki itu harus di operasi untuk mengeluarkan peluru yang berada di tubuhnya. Kondisi mereka saat ini sangat kritis. Sehingga kita harus gerak cepat untuk melakukan operasi. Apa anda bersedia?" tanya dokter dan meminta izin.

"Lakukan apa yang terbaik menurut dokter. Yang penting mereka selamat!" jawab Amel dengan nada yang tegas.

Kini dokter pun bergerak cepat, Sena yang lebih awal di masukkan ke ruang operasi. Amel pun memperhatikan dari luar Delon yang sedang terbaring lemah di dalam ruang UGD.

Delon, lo kuat! Lo harus kuat! Lo belum sempet tau perasaan gue kan?! Lo harus sehat lagi, supaya kita bisa bareng-bareng lagi Lon!

Tangis Amel sambil memperhatikan Delon. Kondisi Amel kini semakin melemah. Tubuhnya sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Dan akhirnya sekarang dia terjatuh dan pingsan.

"Amel!!!"

Bobby, Januar dan Leon tiba-tiba saja datang bersamaan. Mereka mengangkat Amel dan di masukkannya ke dalam ruang UGD, bersebelahan dengan bilik Delon.

Leon yang sudah berada di dalam ruang UGD itu pun langsung menuju ke bilik seorang kakaknya yang sedang terbaring lemah.

"Kak, bangun!!! Siapa yang bakal jagain Leon kalo lo kayal gini? Siapa yang selalu bikin gue kesel kalo lo terus kayak gini? Kak, gue mohon lo kuat buat gue!" Leon meluapkan sedihnya dan mengenang masa-masa dari kecil hingga kini Leon dan Delon telah beranjak dewasa.

Banyak sekali kenangan dari kakak-beradik itu. Mereka hidup bersama. Susah dan senang bersama tanpa ada kata "permusuhan dan dendam".

Leon menggenggam tangan Delon dengan sangat erat. Dia berharap kakaknya akan terbangun.

Setiap darah yang keluar dari kepala Delon itu Leon hapus menggunakan jaket yang tadinya dia pakai. Hingga akhirnya jaket itu telah berlumuran darah kakaknya dan air mata Leon yang selalu menetes ke jaket itu.

Jari-jemari Delon tergerak. Dia membuka kedua matanya, dengan kedua matanya yang masih sayu karena lemas.

"Leon, adik gue." orang pertama yang dia lihat adalah adiknya sendiri. Dia langsung memeluk Delon setelah dia tau bahwa kakaknya telah sadar.

"Kak, lo kuat kak! Lo harus sadar terus kayak gini! Jangan sampe lo tutup mata kayak tadi lagi! Jangan jadi kakak yang lemah please, demi gue!" ucap Leon di dalam pelukan dengan Delon.

Delon tersenyum kecil setelah mendengar yang di ucapkan oleh Leon.

"Sekarang di mana Amel? Dia baik-baik aja kan? Gak di bawa Ardi kan?" ucap Delon dengan nada pelan. Dia membanjiri banyak pertanyaan kepada adiknya.

"Gue mau salam perpisahan, karna gue bakal jaga jarak sama dia, supaya dia bisa balik lagi sama sahabat gue tanpa ada gue yang ganggu dia." lanjut Delon dengan nada yang masih pelan.

Leon melepaskan pelukan itu dan segera membuka tirai bilik sebelahnya, untuk Delon melihat Amel yang sedang beristirahat dengan kondisi yang lemah.

Air mata mulai keluar sedikit demi sedikit dari mata Delon, setelah dia melihat sendiri wanita yang dia cintai dan wanita yang hari ini terkena cipratan emosi Delon.

Entah kenapa dia bisa mengeluarkan perkataan kasar yang pasti membuat Amel sakit hati.

"Maafin gue Mel. Gue harus lakuin ini. Jaga diri lo baik-baik!" ucap Delon yang suaranya hanya terdengar oleh dirinya sendiri.

Saat itu juga dokter yang tadi sedang mengoperasi Sena sudah berada di ruang UGD menghampiri mereka.

Dokter itu mengatakan dengan cemas bahwa Sena membutuhkan pendonor jantung secepatnya yang juga bergolongan darah A. Karena jantungnya itu sudah terkena peluru yang di tembakkan oleh Ardi.

"Sedangkan di rumah sakit ini tidak ada orang yang baru saja meninggal untuk di ambil jantungnya." lanjut dokter.

Bobby, Januar, Leon dan Delon pun cemas. Siapa lagi yang harus mereka cari untuk mendonorkan jantung untuk Sena.

---

Amel sekarang sudah sadar dengan kondisi yang semakin membaik.

"Delon sama Sena gimana yah?" itulah pertanyaan pertama Amel setelah dia sadar kepada Januar yang sedang duduk menggunakan kursi di sampingnya.

"Mereka berdua sedang menjalani proses operasi sayang. Kamu udah baik-baik aja kan sekarang?"

Amel pun mengangguk, tanda meng-iyakan pertanyaan Januar. Amel meminta Januar untuk menuntunnya menuju ke bilik yang di tempati oleh Fira.

Januar pun setuju. Dia menuntun Amel untuk menghampiri Fira.

"Hei Fir, kok lo nangis?" tanya Amel yang sekarang sudah berada di dalam bilik Fira.

Fira segera menghapus air matanya saat melihat Amel menghampirinya. Januar yang tadinya menuntun Amel pun keluar, memberi kesempatan Amel dan Fira untuk mengobrol berdua saja.

"Gue seneng lo selamat Mel," jawab Fira dengan nada yang pelan.

"Gue minta maaf atas apa yang pernah gue lakuin ke lo ya Mel. Iya gue tau gue bodoh, bisa-bisanya gue suka banget sama cowok kayak Ardi. Dan maaf juga waktu di Bali." lanjut Fira dengan berlinang air mata.

"Hei udah jangan nangis. Kita sama-sama salah kok." Amel menghapus air mata Fira. Sekarang sudah tidak ada permusuhan di antara mereka. Mereka akan berteman selamanya, atau mungkin mereka berdua bisa jadi sahabat untuk selamanya.

Kini mereka dengan cemas menunggu operasi dua orang lelaki itu lancar tanpa kendala apapun. Bobby, Leon dan keluarga dari Delon dan Sena pun sedang menunggu di ruang tunggu ruang operasi.

Why Always You? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang