Clara's POV
Mobilku sudah sampai di parkiran sekolah. Dengan cepat aku turun dari mobil dan segera menuju kelas. Aku memiliki banyak pertanyaan untuk Dava. Apa maksud dari ucapan yang ia katakan malam.
Dengan jalan cepat aku melewati koridor sekolah. Dapat kulihat dari kejauhan ini sudah lumayan ramai yang duduk-duduk didepan kelas. Ada yang sedang bercerita ataupun sedang bersenda-gurau. Itu artinya sudah banyak yang datang.
Aku masuk ke dalam kelas sesekali tersenyum kepada mereka yang melihatku. Aku meletakkan tasku di atas meja. Terlihat juga tas Dava yang sudah ada di atas mejanya. Berarti ia sudah datang. Tapi kemana perginya lelaki itu? Tadi di depan aku tidak melihat wajahnya diantara mereka.
Karine ternyata belum datang. Ini juga bisa menjadi kesempatanku untuk menanyakan semua yang membuatku penasaran kepada Dava. Aku mengeluarkan ponselku dari saku dan mencari nama Dava, lalu aku mengirim pesan kepadanya.
To : Dava
Lo dimana?
Send.
Tak butuh waktu lama, lelaki itu langsung membalas pesan dariku.
Daca Akbar : "Baru selesai dari toilet. Kenapa?"
Aku hanya membacanya lalu aku pergi menyusul lelaki itu.
Dengan napas yang terengah-engah, kini aku sudah berada dihapadannya.
"Kenapa lo?" Tanya Dava santai.
"Karna lo kambing!" Jawabku cepat. Nafasku masih belum teratur sempurna.
Dava hanya tertawa kecil melihatku.
Aku memilih untuk mengatur pernapasanku terlebih dahulu sebelum akhirnya beralih ke lelaki yang ada dihadapanku saat ini.
"Ada yang mau gue tanyain." Aku mulai membuka suara. "Banyak." Sambungku.
"Apaan?" Tanya lelaki itu kembali sambil mulai berjalan pelan dan aku berusaha sejajarkan langkahku disampingnya.
"Apa maksud dari ucapan lo tadi malem?" Aku langsung to the point kepadanya.
"Gak ada." Jawabnya santai.
"Tapi kenapa lo tiba-tiba bilang gitu?"
"Pengen aja."
"Serius gue."
"Lo serius. Gue mah limarius." Lalu lelaki ini tertawa kecil.
Aku sangat kesal terhadap lelaki disampingku ini. Sungguh. Setiap pertanyaan yang ku lontarkan hanya dibalas dengan nada yang sangat santai atau malah jadi bahan lawakannya.
"Trus kenapa habis lo ngomong gitu dimatiin? Pas gue telfon balik gak diangkat?"
"Hp gue ngambek." Lalu ia tertawa kecil kembali.
Ya Tuhan, jika membunuh seseorang tidak berdosa dan tidak masuk penjara, mungkin lelaki disampingku ini sudah menjadi korbanku.
Aku kesal. Kini ekspresi wajahku sudah berubah. Sedari tadi aku menahan kekesalan terhadap lelaki itu. Aku membiarkan lelaki dengan kedua tangan yang dimasukkannya ke dalam saku celananya itu berjalan mendahuluiku.
Ia menoleh kebelakang melihatku.
"Lo ngapain masih berdiri disitu? Bentar lagi bel bunyi dan sekarang pelajaran Sosio, gurunya kiler."
Aku sama sekali tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Aku mulai berjalan kearahnya dan hanya melewatinya.
Terdengar olehku sebuah tawa kecil yang dikeluarkannya. Aku semakin kesal terhadap lelaki ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope You Know
Teen Fiction"Siapa?" "Dava." Aku hanya menundukkan kepalaku kebawah. Gadis dihadapanku kini terkejut dan tidak percaya dengan jawaban yang kukatakan. _________________________________ Clara dan Dava selalu berselisih faham. Tidak jarang mereka bertengkar. Namun...