Author's POV
Ntah sudah berapa kalimat yang diucapkan Nathly, yang membuat telinga Dava sangat memanas. Begitu selesai dengan buku catatannya, Dava memilih pergi keluar kelas. Lelaki itu berniat menyusul kedua sahabatnya di kantin.
Sebelum Dava benar-benar keluar dari kelas, Nathly dengan cepat membisikkan sebuah kalimat.
"Kalo kamu tetep gak mau ngomong sama aku, Dav. Aku bakal ganggu Clara. Aku bakal jadiin dia sebagai sasaran aku karna kamu gak mau ngomong sama aku!" ancam Nathly yang masih saja belum mendapat respon dari Dava.
Dava tetap berjalan tanpa memperdulikan kalimat yang diucapkan Nathly.
"Kamu liat aja, Dav! Aku gak bakal main-main!" teriak Nathly lagi.
Beruntung kelas mereka tidak terlalu ramai, banyak yang memilih keluar kelas karena sudah waktunya istirahat. Jadi tidak begitu banyak pula yang mendengarkan perkataan Nathly.
Sikap dingin, cuek, dan tidak peduli Dava terhadap Nathly membuat gadis itu memang harus berbuat nekat. Kini sasarannya hanyalah Clara. Ia berniat akan mengganggu Clara, hingga Dava mau membuka suara kepadanya.
• • •
Siang itu, Clara sedang berjalan sendirian melewati lapangan. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah batu yang mendarat dibagian kanan dahinya. Didetik selanjutnya darah keluar dari dimana batu tersebut mengenai dahi Clara.
Orang-orang mulai berdatangan melihat keadaan Clara. Tubuh Clara lemas. Membuat gadis itu setengah sadar.
"Hei, bangun, hei!"
"Bangun! Hei! Ayo bangun!"
Begitulah rata-rata semua ucapan yang dikeluarkan dari mulut orang-orang mengelilingi Clara yang sedang lemah dan setengah sadar.
"Clara!?" teriak salah satu gadis yang merupakan teman sekelasnya.
Disisi lain, Dava sedang berjalan menuju kantin. Begitu banyak orang berlarian berlawan arah dengannya. Awalnya lelaki itu tidak peduli. Ia terlalu cuek dengan urusan tidak penting. Namun lama kelamaan timbul rasa penasaran didalam dirinya untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Heh heh! Lo!" Dava menahan lengan seorang lelaki. Membuat lelaki itu berhenti dengan terpaksa. "Ada apa, sih? Kok pada lari-larian?"
"Ada yang dilemparin batu dikepalanya, katanya. Pokoknya dia berdarah!"
"Ooh." Dava membulatkan mulutnya. "Emang siapa, sih?" tanyanya masih santai.
"Clara!" Lelaki yang ditahan Dava memberi jawaban. "Yang anak IPA--"
"Anak IPA?" Dava mulai sedikit panik.
"Yang bendahara OSIS, kalau gak salah."
Mata Dava membulat besar. Ntah salah atau benar, Clara-nya juga merupakan bendahara OSIS. Lagi pula jika memang bendahara OSIS ada dua atau berapa, tidak mungkin jika nama mereka sama, bukan? Tidak berpikir panjang lagi, Dava langsung berlari kencang sekuat tenaganya. Mencari dimana Clara yang terkena lemparan batu.
Ketika bertemu dengan kerumunan manusia yang sedang berkumpul disatu titik, Dava langsung mendekati kerumunan tersebut.
Dilihatnya Clara yang masih lemas dan setengah sadar sambil darah yang mulai menetes turun dibagian kanan dahinya. Emosi Dava kian memuncak begitu melihat manusia yang mengelilingi Clara hanya melihat tanpa menolong gadis yang lemah tak berdaya itu.
"Lo semua gimana, sih? Bukannya dibawa ke UKS malah dikerumunin kayak gini? Lo semua pada mikir gak, dia ini berdarah, harus dikasih obat segera! Kalo sampai terjadi apa-apa gimana? Lo semua mau tanggung jawab, ha?!" tutur Dava dengan penuh emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope You Know
Подростковая литература"Siapa?" "Dava." Aku hanya menundukkan kepalaku kebawah. Gadis dihadapanku kini terkejut dan tidak percaya dengan jawaban yang kukatakan. _________________________________ Clara dan Dava selalu berselisih faham. Tidak jarang mereka bertengkar. Namun...