Clara's POV
Aku berjalan menyusuri koridor. Sambil memikirkan soal Marcel yang kembali datang. Hal itu sangat menghantuiku. Aku tidak tahu ntah apa yang akan dilakukannya kepadaku, lagi. Dengan Alvin yang jauh dariku semakin membuatku takut, awalnya. Tapi, semenjak ada Dava, aku merasa lebih aman. Ia selalu melindungiku layaknya Alvin terhadapku. Namun tetap saja, rasa takut selalu datang menghampiri.
"Hey!" Karine mengejutkanku.
"Keget gue, ah!"
"Ya abis, siapa suruh lo jalan sambil bengong gitu." Karine membenarkan tali tasnya. "Emang lo mikirin apa sih?"
"Marcel kembali. Dia dateng lagi."
"HAH? DEMI APA?" Karine begitu terkejut mendengar ucapanku. Gadis itu langsung menarikku duduk disebuah batu yang dijadikan sebagai tempat duduk di koridor. "Kok bisa? Trus dia ganggu lo lagi?"
Aku mengangguk. "Kemarin pas gue mau pulang, gu--"
"Kan! Lo sih, bandel banget dibilangin. Udah gue bilang gue tungguin aja. Lo malah gak mau. Gue juga jahat banget ya? Ninggalin lo gitu," potong Karine. "Maafin gue, ya, Ra," tutur Karine pelan sambil menyentuh bahuku dengan lembut.
"Bukan salah lo juga kok. Lo gak usah minta maaf, Rin." Aku tersenyum. "Jadi gini, kemarin itu, gue ketemu sama Fiko kan. Pas gue udah didepan ruang OSIS, ternyata dia masih didalem, lagi didepan komputer pas gue liat dari jendela. Yaudah, gue tungguin aja diluar sampe dia selesai. Tapi sekarang juga gue masih gak tau kenapa dia ngajakin ketemu."
"Loh? Kok gitu?"
"Iya, karna pas dia mau ngomong, ada telfon masuk. Trus siap nerima itu dia langsung pamit pulang duluan."
"Kok tu anak jahat banget sih? Udah buat lo nunggu, udah buat lo penasaran, sekali ketemu gak jadi ngomong, trus lo ditinggalin lagi."
"Gue juga awalnya kesel sama dia. Mau gue marahin. Tapi karna liat dia buru-buru, panik cemas gitu, gue jadi kasihan mau marahin."
"Trus trus?"
"Nah, trus kan, sekolah bener-bener sepi. Sepi banget. Karna memang gak ada satu pun manusia. Cuma gue. Anak basket yang biasanya main juga gak ada. Bahkan, petugas kebersihan juga udah gak ada. Pokoknya sepi banget, deh."
"Truss trus? Marcel dateng?"
"Belum," jawabku. "Trus gue jalan ya kan, mau keluar. Eh tiba-tiba badan gue dingin, keluar keringat dingin gue. Trus gue merinding. Pokoknya gak enak banget perasaan gue. Sampe gue ngira ada hantu."
"Apaan sih lo, memang dasar bocah ya!"
"Ye, bukan gitu. Kalo lo jadi gue juga, lo pasti merinding."
"Dih." Karine memutar kedua bola matanya malas. "Trus trus? Lanjutt."
"Nah, trus gue sampe ngomong gitu, kayak ngomong sama hantu--"
"Dasar ya emang, bocah!" Karine tertawa.
Aku menatap Karine tajam. "Trus tiba-tiba aja lo tau gak?" ucapku membuat Karine penasaran.
"Apa apa?" tanya Karine dengan semangat.
"Ada yang nyentuh bahu gue dari belakang!"
Karine terkejut. "Demi apa lo? Trusssssss?"
"Ya gue tambah ketakutan dong. Pokoknya gue ngomong minta maaf bla bla bla gitu sama hantu." Aku menjeda kalimatku. "Lo tau gak siapa ternyata yang nyentuh bahu gue?"
"Siapa?!" tanya Karine penasaran. "Marcel?!?!" Dengan ekspresi kaget, Karine membulatkan matanya.
"Dava," ucapku datar. Dan dibalas dengan tatapan datar Karine juga. Lalu gadis itu tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope You Know
Teen Fiction"Siapa?" "Dava." Aku hanya menundukkan kepalaku kebawah. Gadis dihadapanku kini terkejut dan tidak percaya dengan jawaban yang kukatakan. _________________________________ Clara dan Dava selalu berselisih faham. Tidak jarang mereka bertengkar. Namun...