Obnoxious

1K 115 15
                                    

Yoona mendecih pelan pada seorang pemuda yang hampir saja menabraknya. "Kau tidak bisa membawa mobil dengan benar, ya?"

"Apa kau bilang?"

"Ini bukan arena balap, Tuan. Sebaiknya kau kurangi kecepatanmu. Jalanan ini sangat licin, kau bisa menabrak orang."

"Ck, kau tidak perlu menasehatiku seperti itu. Aku sudah mahir mengendarai mobil tahu."

"Aku hanya tidak ingin ada korban meninggal akibat kelalaianmu dalam berkendara."

"Kau ini berisik sekali. Harusnya kau yang berhati-hati kalau menyeberang jalan. Beruntung aku tidak menabrakmu tadi," kata pemuda itu dingin sembari membuka pintu mobilnya.

"Hey, kau mau ke mana? Ganti rugi dulu!"

Siwan mendengus kesal, ia mengintip Yoona dari kaca jendela mobilnya yang terbuka. "Aku tidak mau ganti rugi, kau 'kan tidak terluka sama sekali," jawab Siwan enteng, "jadi lebih baik aku mau pulang saja. Malas sekali jika harus berurusan denganmu lebih dari ini."

"Yak! Lelaki idiot!"

.

.

.

-SKIP-

.

.

.

"Cih, kau lagi." Yoona menatap malas pemuda yang berdiri di hadapannya. "Akhir-akhir ini kenapa aku sering sekali bertemu denganmu? Kau menguntitku, ya?"

"Tutup mulutmu, aku tidak akan melakukan hal konyol dan bodoh seperti itu."

"Oh, Yoona, Siwan, kalian berdua sudah saling kenal?" tanya seorang dosen laki-laki. "Wah, kebetulah sekali kalau begitu," ujarnya riang. Yoona dan Siwan mengerutkan kening mereka. "Yoona, Siwan adalah asisten dosen Baek. Dan Siwan, Yoona adalah mahasiswi yang pernah aku ceritakan padamu, kau ingat?"

Siwan menyeringai jahil pada Yoona. "Tentu saya masih mengingatnya."

"Dosen Hwang pasti bercanda, 'kan?"

"Aku tidak bercanda. Siwan yang akan membantu dan juga membimbingmu mengerjakan skripsi."

"Tidak adakah asisten dosen lain yang bisa membantu dan membimbing saya?"

"Tidak ada," dosen Hwang menggelengkan kepala sambil tersenyum, "teman-temanmu yang lain sudah mendapatkan pembimbing, hanya kau saja yang belum."

'Astaga! Ini akan menjadi masalah besar!'

'Katakan selamat tinggal untuk hidupmu yang tenang, Nona.'

.

.

.

-SKIP-

.

.

.

Yoona tidak menyangka jika Siwan benar-benar membuat hidupnya yang tenang dan damai menjadi sangat menyeramkan. Pada awalnya Yoona hanya ingin menjahili Siwan, membalas dendamnya beberapa waktu lalu. Akan tetapi, kejahilannya dibalas oleh kejahilan Siwan yang lain. Pembalasan Siwan justru tiga kali lipat lebih menyebalkan.

Seperti yang satu ini, Yoona sudah sepuluh kali mengerjakan tugas yang diberikan pemuda itu, sebanyak itu pula Siwan memberikan nilai D padanya. Oh, sepertinya Siwan benar-benar ingin mempermainkannya.

Tidak hanya itu, Yoona pun harus dibuat pusing dengan ulah Siwan yang kerap kali mengganggunya di saat yang tidak tepat sama sekali. Tangah malam Yoona harus terbangun akibat deringan ponsel miliknya, si penelpon tak lain dan tak bukan adalah Siwan.

Bahkan dua minggu terakhir waktu tidur Yoona berkurang lumayan cukup banyak karena ia harus mendengarkan ocehan dan omelan Siwan ini itu yang membuatnya sangat muak.

Siwan memukul kepala Yoona dengan pensil yang dipegangnya, kesal karena Yoona tidak mendengarkan penjelasannya.

"Hey, bocah, kau mendengar penjelasanku atau tidak?"

"Bisakah sehari saja kau tidak mengoceh dan mengomeliku, Tuan Asisten Dosen?" gumam Yoona tidak jelas. "Semalam aku lembur untuk tugas darimu. Aku amat sangat mengantuk, sungguh."

Siwan melihat Yoona sedang tidur dengan kepala yang diletakkan di atas meja dengan kedua tangannya sebagai tumpuan. Asisten dosen yang duduk di depan Yoona itu pun mengulas senyum yang jarang sekali ia tunjukkan. Pada akhirnya ia juga ikut tertidur di meja yang sama dengan Yoona.

.

.

.

-SKIP-

.

.

.

Dua bulan setelah merelakan pendengarannya dipenuhi oleh omelan sang asisten dosen, kini Yoona sudah bisa tersenyum bahagia. Sebab, ia telah lulus dari Universitas Kirin dengan nilai yang sangat memuaskan. Yoona yakin, ia akan menjadi seniman yang hebat.

Setelah pesta perayaan itu selesai, Yoona menghampiri Siwan yang selama ini sudah sangat membantunya. "Terima kasih banyak, kau telah banyak membantuku, Tuan Asisten Dosen "

Lima belas menit berlalu, di antara mereka berdua hanya saling diam. Hingga akhirnya Siwan angkat bicara, "Aku mencintaimu."

"Huh?" Yoona tentu tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.

"Aku sangat mencintaimu, Im Yoona," bisik Siwan seraya mendekatkan wajahnya dengan wajah Yoona. Merasakan nafas hangat gadis itu yang menerpa kulit wajahnya yang rupawan.

Siwan mendaratkan ciuman singkat di bibir Yoona. Meski singkat, nyatanya mampu membuat Siwan dan Yoona berdebar. Semburat merah muncul menghiasi kedua pipi mereka.

"Itu tadi cuman pertamaku," gumam Yoona sangat pelan.

Siwan yang masih gugup berusaha menenangkan degup jantungnya yang menggila. Ia mengusap tengkuknya. "Sebenarnya, itu ciuman keduamu."

Yoona menatap Siwan penuh selidik. "Apa maksudmu, huh?"

"Ya, aku sudah pernah menciumu. Sewaktu kau tertidur di perpustakaan beberapa bulan yang lalu."

"Apa katamu?!"

"Maaf."

"Yak!"

.

.

.

-THE END-

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang