Thank U, Next

651 79 18
                                    

Spesial buat Milendy73, calon mertua Azur di dunia halu. Karena di kehidupan nyata, Azur ga mau dia jadi mertuanya Azur.

Makasih udah bikinin Azur ff yg alurnya keren dengan ending yang lumanyun bagus. 😘

.
.
.
.
.
.
.

Yoona mengulas senyumannya ketika memasang anting-anting pemberian Suho. Hari ini adalah hari yang cukup penting. Dan Yoona ingin berpenampilan yang cantik. Ia memang sangat cantik, hanya saja ia jarang berdandan. Ia lebih suka berpenampilan kasual.

Namun, karena hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan, Yoona ingin menunjukkan sisi femininnya. Dari rambut yang tergerai indah dengan jepit warna putih. Gaun cantik berwarna merah. Serta sepatu hak tinggi warna senada. Sangat cantik. Nyaris sempurna.

Ponsel Yoona berbunyi nyaring. Ada telepon dari Wendy, temannya. Wendy juga mengenal Suho dengan sangat baik. Bahkan, Wendy adalah orang yang memperkenalkan Yoona dan Suho.

“Yoona, kau di mana?”

“Aku masih di rumah. Kenapa?”

“Kau harus cepat, sebentar lagi acaranya dimulai.”

Yoona menatap pantulan dirinya di cermin. “Aku tahu.” Ia tersenyum tipis. Lalu kembali fokus pada obrolannya dengan Wendy. “Sebentar lagi aku akan berangkat.”

Setelah menetup sambungan teleponnya, Yoona mengambil tas tangan untuk menyimpan dompet dan ponselnya. Teringat sesuatu, perempuan cantik berusia dua puluh delapan tahun itu terkekeh. Sejenak terdiam. Menyadari kalau hari ini ia memakai semua barang yang diberikan oleh Suho. Mulai dari anting-anting, jepit rambut, gaun, sepatu, bahkan tas.

.

***

.

Suho terlihat begitu tampan dengan setelah jas warna hitam. Saku jasnya dihiasi mawar putih. Mawar yang sama seperti buket bunga yang akan dibawa oleh calon istrinya.

Kegugupan tampak jelas di wajah Suho. Lelaki itu sangat gugup. Ia butuh sesuatu untuk melampiaskan perasaannya kini. Atau minimal, harus ada seseorang yang bisa ia ajak bicara. Sungguh, Suho merasa ingin meledak.

“Hey!”

Seseorang masuk ke dalam ruangan itu. Senyuman lebarnya tercetak jelas. Suho mendengus, dan memalingkan pandangannya pada cermin. Ia kembali mematut dirinya di sana. Sedikit merapikan helaian rambutnya yang tampak klimis.

“Kau ini kenapa, sih?” Siwon menatap adiknya curiga. “Apakah kau sangat gugup, eoh?”

“Sudahlah, jangan tanyakan hal yang tak penting itu.”

“Ayolah, Suho. Aku mengenalmu dengan baik.” Pandangan Siwon menajam. Ia menatap adiknya begitu intens. “Aku tahu kau memiliki alasan yang lain hingga membuatmu sangat gugup seperti ini.”

Suho menghela nafas panjang. Lalu didik di meja rias. Menundukkan kepala. Sengaja menghindari tatapan Siwon yang semakin membuatnya merasa sangat buruk. Suho memang butuh bercerita, tapi tidak kepada sang kakak.

“Aku baik-baik saja. Hanya,” kata-katanya menggantung, “ya, kau taulah bagaimana perasaan lelaki yang akan mengikat seorang wanita dalam hubungan serius.”

“Ah,” Siwon menganggukkan kepalanya, “aku mengerti.”

“Kenapa masih di sini?” Tiffany, istri Siwon, masuk ke dalam kamar dengan senyuman bulan sabitnya. “Ayo, keluar. Acara sudah akan dimulai.”

Mengatur nafasnya lagi, barulah Suho keluar dari sana. Ia meninggalkan pasangan suami istri tersebut yang mungkin sedikit banyak merasa sedang bernostalgia. Ck, menggelikan.

.

***

.

Wendy menyambut kedatangan Yoona dengan senyuman yang sangat lebar. Ia langsung menghampiri perempuan cantik bergaun merah tersebut. Yoona memeluk Wendy seraya mencium kedua pipinya. Ya, mereka tampak sangat akrab.

“Kau cantik sekali, Wendy,” puji Yoona.

“Kau lebih cantik dariku, Yoona.” Wendy mengajak Yoona untuk duduk di sebuah kursi yang ada di deretan paling depan. “Oh, aku yakin Suho pasti gugup.”

Yoona hanya menganggukkan kepalanya singkat. ‘Semoga kau bisa melakukannya, Suho.’ Harapan itu Yoona batin dengan penuh kesungguhan. Berharap agar Tuhan mengabulkannya.

Tak lama berselang, Yoona melihat sosok Suho yang berjalan dengan gagah. Jujur Yoona akui, Suho terlihat sangat tampan. Bahkan meskipun hanya mengulas senyuman tipis, tak menyurutkan pesona malaikat yang memang telah melekat dalam dirinya sejak masih kecil.

Suho yang berjalan ke arah panggung berukuran sedang yang dihias sangat cantik itu memelankan langkah kakinya. Dengan jelas ia melihat sosok Yoona yang duduk di deretan bangku paling depan. Senyuman gadis itu membuat Suho terpaku. Hingga tanpa sadar, ia telah menghentikan langkah kakinya.

Sekarang ini, ia melihat Yoona yang amat sangat cantik. Dan jika saja Suho jujur, perempuan itu tampak sempurna. Tapi Suho menyadari, bahwa sampai kapanpun juga kesempurnaan hanyalah milik Tuhan. Jadi, yang bisa Suho akui tentang penampilan Yoona adalah bahwa perempuan itu nyaris sempurna.

Perhatian Suho sepenuhnya terfokus pada Yoona. Perempuan itu memberikannya senyuman yang begitu manis. Dan apa yang dipakai Yoona sekarang ini adalah semuanya adalah barang yang pernah Suho berikan padanya. Suho masih ingat tentang jepit rambut yang Yoona pakai itu, sudah sekitar dua setengah tahun yang lalu ia memberikannya. Ating-anting yang ia berikan pada saat malam tahun baru. Lalu gaun merah yang Suho beli dari Paris satu setengah tahun silam. Sepatu hak tinggi yang dibelinya satu tahun yang lalu ketika sedang berlibur ke Rusia. Dan tas batik dengan ukirannya yang rumit ia dapatkan dari Indonesia setengah tahun yang lalu saat ada perjalanan bisnis di sana.

Suho terpaku di tempatnya. Seakan ia kini tak merasakan lagi kehadiran yang lain selain Yoona. Jantung Suho kini berpacu, begitu kencang. Mendadak, Suho menjadi kesulitan mengambil nafas. Ingin sekali Suho berjalan ke arah Yoona, mengubah haluan tujuannya. Akan tetapi sebelum hal itu terjadi, tepukan Siwon menyadarkannya.

Siwon tersenyum tipis. “Jangan berbuat hal yang gila,” bisiknya. “Kau akan mempermalukan keluarga kita jika kau melakukan keinginan hatimu itu.”

“Ya.” Kepala Suho menunduk. “Aku tahu.”

Dengan kemantapan hati yang Suho bangun, lelaki itu mulai mengalihkan fokusnya dari Yoona. Dengan segala kekuatan hatinya,  Suho berjalan menuju ke altar. Berdiri di sana menunggu sang pengantin wanitanya datang. Selagi menunggu, perhatian Suho kembali terarah pada Yoona yang sedang menatapnya.

Senyuman Yoona begitu lebar. Dan itu membuat perasaan Suho semakin tak menentu. Ia menarik nafasnya sejenak, lalu memejamkan kedua matanya, perlahan menghela nafasnya. Bayangan akan sosok Yoona yang tersenyum terlihat begitu jelas, begitu nyata. Namun ketika membuka kedua manik matanya lagi, yang Suho lihat bukanlah Yoona, melainkan perempuan lain.

Suasana menjadi begitu hening. Sekarang ini Suho menatap sang pastor. Dan ketika menoleh ke samping, ia melihat perempuan yang harus ia nikahi. Perembuan itu bukan Yoona. Pada akhirnya, Suho harus mulai menyerah dengan keadaan.

Suho menunduk. Memejamkan matanya. Sebelum akhirnya berujar, “Aku bersedia.”

“Aku bersedia.” Dua kata itu terucap dari wanita yang resmi menjadi istri Suho.
Yoona menatap pasangan pengantin yang masih menghadap pastor dan memunggungi para tamu yang hadir. Senyuman Yoona bertahan. Seakan menunjukkan bahwa ia merasa bahagia.

“Kau baik-baik saja?”

Pertanyaan Wendy membuat Yoona menolehkan kepalanya ke arahnya. “Ya.” Yoona mengangguk yakin dan tersenyum. “Aku baik-baik saja.” Lalu Yoona menundukkan kepala.  “Memangnya kau berharap aku tidak baik-baik saja?”

“Bukannya begitu,” ujar Wendy pelan, “hanya berpikir kau mungkin merasa patah hati.”

“Mungkin aku memang patah hati,” kata Yoona dengan senyumannya, “tapi aku pikir aku tidak akan sehancur itu.” Ia menatap Wendy dengan serius. “Karena seperti apa yang sudah aku katakan di awal, aku tidak pernah mencintai Suho.”

“Tapi Suho sangat menyukaimu, Yoona.”

“Dia memang menyukaiku. Tapi dia tak pernah mencintaiku. Dia hanya ingin memilikiku. Percayalah, Wendy. Suho akan mencintai wanita yang sudah menjadi istrinya itu. Perasaan Suho padaku hanyalah sesaat, yang akan pupus seiring berjalannya waktu.”

Wendy terpaku menatap Yoona yang kembali menunduk dan tersenyum. Selalu ia ingat apa yang dikatakan Yoona terkait Suho. Sekalipun Yoona tak pernah mengatakan perasaan yang nyaman melebihi sahabat jika bersama dengan Suho. Wendy berpikir, mungkin Yoona tidak memahami perasaannya sendiri. Tapi melihat senyuman Yoona yang begitu manis hari ini, Wendy tahu kalau memang Yoona tak pernah mencintai Suho. Yoona hanya menganggap Suho sebatas teman. Tidak kurang dan tidak lebih.

"Aku mencintaimu, Yoona." Suho berujar penuh keseriusan.

Yoona menggeleng pelan. "Kau hanya menyukaiku, Suho. Dan obsesimu itulah yang kau anggap adalah cinta."

"Aku tidak sebodoh itu untuk menyadari perasaanku sendiri."

Tersenyum, Yoona mengusap tangan Suho yang menggenggam tangannya. "Tapi kau tidak sepintar itu untuk mengartikan perasaanmu padaku." Yoona menatap kedua manik mata Suho. "Berbahagialah dengan wanita pilihan orang tuamu. Dialah yang terbaik untuk dirimu."

"Apakah kau tidak mencintaiku? Tidakkah kau memiliki perasaan yang sama terhadapku?"

"Jujur kukatakan, tidak." Ucapan Yoona begitu jelas. "Aku sama sekali tidak mencintaimu."

"Yoona..."

"Terima kasih, karena kau sudah mencintaiku. Selanjutnya, kau dan aku jalani hidup masing-masing."


Ketika Wendy ingin kembali mengatakan sesuatu pada Yoona, sebuah buket bunga mawar putih jatuh tepat di pangkuan Yoona. Tak hanya Wendy, Yoona sendiri juga merasa terkejut dengan hal itu.

Lalu ketika Yoona menatap ke arahnya, Wendy hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum lebar. Yoona kembali menatap ke depan. Di mana ia melihat wanita bergaun pengantin yang indah itu tersenyum sangat lebar padanya. Yoona juga ikut tersenyum seraya memamerkan buket bunga yang diterimanya.

“Wanita itu sangat cantik dan ramah. Aku yakin dia akan menjadi pendamping yang baik untuk Suho.”

Wendy hanya menganggukkan kepalanya. “Aku tahu.” Ia menyikut lengan Yoona dengan senyum menggoda. “Kau juga harus bahagia. Jadi, kapan kau akan menikah?”

“Pasti ada waktunya, Wendy. Aku percaya takdir Tuhan yang indah.”

“Setelah ini, bagaimana kalau kita jalan-jalan? Kurasa, Sungai Han tempat yang bagus.”

.

.

.

-THE END-

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang