Disaster at Winter

293 28 1
                                    

“Saya akan menikah.”

Yoona memberikan kertas undangan berwarna biru muda. Perempuan yang baru berusia dua puluh empat tahun itu tahu, seseorang yang berdiri di hadapannya pasti terkejut dengan hal ini. Yoona tidak pernah terlihat dekat dengan siapapun, tapi secepat itukah dia menikah? Semua orang akan berpikiran sama.

Berbagai spekulasi muncul. Kemungkinan, Yoona menikah karena dijodohkan. Meski sampai saat ini Yoona tak menceritakan apapun, tapi kemungkinan yang satu itu sangatlah masuk akal. Walaupun beberapa diantara mereka berusaha mengelaknya. Contohnya saja, lelaki yang kini berdiri di hadapan Yoona.

Ia sungguh tak percaya jika perempuan yang dicintainya akan segera menikah. Memilih untuk mendapat kejelasan dari sang gadis secara langsung, nyatanya hal itu berimbas jauh lebih buruk lagi pada hatinya. Andai perempuan itu tahu, dia kembali ke Seoul adalah untuk dirinya. Ia kembali dan berhasil mendapatkan gelar S2 dalam waktu singkat adalah untuk kelak menjadi seorang pegawai negeri, seorang guru yang hebat.

Dan rencananya, ia akan melamar perempuan itu secepatnya. Akan tetapi, sepertinya rencananya itu takkan pernah terlaksana. Sebab, perempuan itu akan segera menikah.

Perlahan, lelaki itu menerima undangan yang beberapa menit lalu diangsurkannya. Nafasnya tercekat. Banyak hal yang ingin ia tanyakan, tapi lidahnya kelu. Melihat nama sang calon pengantin itu saja membuat dirinya hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya.

Salju yang sedang turun, membuatnya semakin merasa jika dirinya sedang tidak baik-baik saja. Butiran salju itu turun, walau tidak deras, tapi mampu membuat jalanan tertutupi oleh warna putih. Lelaki itu merasa dingin, namun ia tak berniat mengeratkan mantel maupun syal warna biru yang kini melilit lehernya. Tak seperti prempuan di hadapannya yang beberapa menit lalu mengeratkan syal putih yang dikenakannya.

“Kenapa kau tidak menungguku?”

Satu pertanyaan itu akhirnya terlontar dari lelaki tampan itu. Terdengar konyol, sebenarnya. Kenapa Yoona harus menunggunya? Mereka tidak ada ikatan khusus. Keduanya hanya saling berbicara seperlunya saja. Jadi, apa yang salah kalau Yoona tidak menunggunya dan menikah dengan orang lain?

Yoona memandang jalanan yang sebagian tertutupi oleh salju sekilas sebelum menatap wajah lelaki tampan yang hampir satu tahun tidak dilihatnya.

“Anda tidak pernah meminta saya untuk menunggu Anda, Seonsaengnim.”

Tepat sekali.

Jawaban Yoona langsung membuat lelaki itu, Ji Chang-Wook, bungkam. Dulu saat akan pergi ke Italia, dia tak mengatakan apapun pada Yoona. Tidak mengungkapkan perasaannya. Juga tidak meminta Yoona untuk menunggunya.

Sebelumnya, Im Yoona adalah siswa dari sebuah SMA swasta di Seoul. Saat ia berada di pertengahan kelas tiga, ada guru baru. Lelaki tampan yang sudah mendapatkan gelar S1, menjadi guru saat usianya masih sangat muda. Selama itu tak banyak komunikasi yang terjalin di antara mereka berdua.

Chang-Wook memang tidak mengajar di kelas akhir waktu itu, dia hanya mengajar khusus kelas bawah. Mungkin beberapa kali ia masuk kelas Yoona adalah sebagai pengawas ujian. Hingga pada akhirnya ia tahu, kalau pihak yayasan ingin merekrut Yoona sebagai tenaga administrasi di SMA tersebut. Chang-Wook sangat senang mendengar hal itu. Dalam pikirannya, komunikasi mereka berdua akan semakin membaik. Dan mereka juga akan sering bertemu di sekolah, walaupun berbeda ruangan.

Sekitar lima bulan setelah tahun ajaran baru dimulai, Chang-Wook harus dihadapkan pada dua pilihan. Melanjutkan S2 di Milan, Italia, dengan memanfaatkan beasiswa yang sudah ia dapatkan semenjak ia kuliah di sana. Atau tetap tinggal di Seoul, dengan hanya mendapat gelar S1 dan hanya menjadi pegawai swasta di SMA swasta pula.

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang