Let Me Go

491 39 2
                                    

Sesekali Yoona terlihat memperhatikan jam tangannya, ia sedikit kesal menanti kendaraan umum yang tak kunjung lewat. Tiba-tiba sebuah motor sport berhenti tepat di depan Yoona. Motor sport merwarna hitam dan garis merah itu diyakini Yoona bukanlah milik Haechan. Lagipula, Haechan masih ada kelas hari ini. Kalaupun sudah pulang, Haechan mana mau repot-repot menjemput Yoona. Pemilik motor tersebut membuka helmnya, ia tersenyum ramah pada Yoona.

“Guru Im? Menunggu kendaraan umum?”

“Eh, Guru Kim? Ya, saya sedang menunggu kendaraan umum, karena saya tadi memang tidak membawa kendaraan pribadi,” jawab Yoona. 

“Bagaimana kalau saya yang mengantar Anda?”

“Tidak perlu, Guru Kim. Busnya sudah datang.” Yoona menunjuk sebuah bus yang berhenti di belakang motor guru yang juga masih terbilang cukup muda itu. “Kalau begitu, saya permisi dulu.” Yoona membungkukkan badannya pada rekan kerjanya. Ia menaiki bus untuk segera pulang ke rumah.

.

***

.

Yoona berulang kali mencoba untuk menghubungi kekasihnya, namun tak kunjung diangkat. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit tempat kekasihnya bekerja. Bukan untuk menemuinya, hanya untuk memastikan jika dia benar-benar sedang sibuk.

Mengganti pakaiannya, kemudian mengambil kunci mobilnya. Setelah berpamitan pada Haechan yang baru saja pulang dari sekolah, Yoona langsung mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang.

Setelah beberapa menit, Yoona sampai di rumah sakit tujuannya. Bertanya ke beberapa suster yang ada di sana, Yoona akhirnya dapat menemukan sosok pemuda yang menjadi kekasihnya selama lebih dari tiga tahun. Pemuda itu bernama Ji Changwook.

Yoona tersenyum saat Changwook tampak akrab dengan para pasiennya. Namun, senyuman Yoona seketika sirna kala dirinya melihat Changwook memeluk seorang gadis yang tengah duduk di kursi roda dari belakang. Changwook tampak membisikkan sesuatu kepada gadis itu, hingga membuat senyuman gadis itu mengembang.

Senyuman Yoona berubah menjadi senyuman miris yang menyayat hati bagi siapapun yang melihatnya. ‘Sampai kapan kau akan seperti ini?’ tanya Yoona dalam hati.

“Berhentilah mencintainya, Yoong,” ujar Victoria yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Yoona. Victoria menatap datar ke arah Changwook yang tengah tertawa bersama gadis di kursi roda itu. “Selama tiga tahun lebih kau mencintainya, tapi dia tak pernah sekalipun melihatmu. Tidak bisakah kau berhenti untuk mencintainya?” Victoria beralih menatap Yoona sendu.

“Aku akan tetap berusaha untuk membuatnya mencintaiku, Kak.” Yoona membalas tatapan Victoria dengan senyumannya. “Aku yakin, suatu saat dia pasti akan mencintaiku,” kata Yoona.

“Kenapa kau menantikan sesuatu yang tidak pasti?”

“Apa maksudmu?”

“Changwook tida akan pernah bisa mencintaimu. Tapi untuk Haechan, aku yakin dia sangat mencintaimu.”

“Apa Kakak sudah gila?” ujar Yoona dengan ekspresi marahnya. “Haechan itu adik sepupuku.”

“Hanya dalam akta keluarga, ‘kan?” Victoria mencengkeram bahu Yoona. “Lagipula, kau tak memiliki DNA yang sama dengan Haechan.”

Gadis Im tersebut mendengus. “Aku pulang dulu. Sampaikan salamku pada Bella.” Yoona berlalu, meninggalkan Victoria yang menatap kepergiannya.

Victoria adalah kakak sepupu Yoona. Ia bekerja di rumah sakit yang sama dengan Changwook. Dan Bella, adalah anak pertamanya. Yoona sangat dekat dengan Bella, tak jarang pula ia sering mengajaknya jalan-jalan jika kedua orang tua bocah itu tengah sibuk bekerja.

.

.

.

-SKIP-

.

.

.

Ny. Im memasuki kamar Yoona, karena beberapa kali ia mengetuk pintu sama sekali tak ada jawaban dari Yoona. Haechan yang berusaha untuk memanggil Yoona juga tam mendapatkan respon. Hingga akhirnya Haechan terpaksa mendobrak pintu kamar Yoona yang terkunci dari dalam.

“Yoongie!” pekik Ny. Im saat melihat keadaan Yoona yang begitu kacau.

Yoona duduk meringkuk di sudut kamarnya dengan rambut yang acak-acakan juga pakaian yang berantakan. Ia meracau tak jelas. Kamarnya juga sangat berantakan. Bahkan, kaca di meja riasnya terpecah belah.

“Kenapa kau menjadi seperti ini?” tanya Ny. Im miris. Ia memeluk tubuh anaknya, merasakan jika tubuh gadis cantik itu sedikit bergetar.

“Seharusnya aku menuruti ucapan kalian. Seharusnya aku tak mengabaikan peringatan kalian. Seharusnya aku tidak pernah menitipkan hatiku pada Changwook. Seharusnya–”

“Seharusnya kau tidak seperti ini, Yoona,” potong Ny. Im cepat. Ia mengeratkan pelukannya pada tubuh Yoona.

Dengan masih sedikit terisak, Yoona menatap manik mata lembut sang Ibu. “Ibu...”

“Ya...”

“Maafkan aku yang belum bisa menjadi anak yang baik untuk Ibu dan ayah. aku juga belum bisa menjadi kakak yang baik untuk Haechan. Maafkan aku,” lirih Yoona.

“Kau tidak bersalah, Yoona. Ini bukan salahmu. Kau tahu, kami hanya ingin yang terbaik untuk dirimu. Kami ingin kau mendapatkan laki-laki yang baik.”

Yoona tak lagi bisa mendengar perkataan Ny. Im untuk selanjutnya. karena kesadarannya yang perlahan mulai menghilang. Hingga akhirnya ia jatuh pingsan dalam dekapan hangat sang ibu. “Yoona!” Ny. Im panik saat melihat wajah Yoona yang terlihat sangat pucat. “Yoona, bangun!” Wanita itu menepuk-nepuk pipi Yoona, namun anak gadisnya tetap diam.

“Kakak!” seru Haechan cemas. “Kak Yoona, kumohon, bangunlah!” ujarnya yang terus menggoyangkan tubuh Yoona agar bangun. Namun percuma saja, tubuh Yoona terkulai lemas tak berdaya.

.

.

.

-THE END-

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang