Forbidden

280 34 1
                                    

Hae-In membulatkan matanya kala membaca barisan tulisan fiksi dari sebuah laptop milik rekan kerjanya. Matanya bergulir dengan cepat membaca tulisan yang ia sudah jelas ketahui siapa yang mengarang dan mengetiknya. Tak sampai di situ saja, Hae-In jadi tertarik untuk membaca file-file yang lain. Sungguh tak terduga, semua isi karangan tersebut sama dengan apa yang pernah ia lakukan pada perempuan itu. Perempuan bernama Im Yoona. Yang mana adalah sang pemilik laptop itu.

Yoona yang baru saja kembali dari toilet terkejut karena kini Hae-In tengah melihat isi laptopnya. Dan Yoona jelas tahu apa yng dilihat lelaki itu. Dengan raut wajah sendu dan takut, Yoona mengambil paksa benda itu dan segera menutup laptopnya.

“Apa yang kau lakukan?!”

Hae-In tersentak dengan kedatangan Yoona yang tiba-tiba. Ia kemudian berdiri dari kursinya dan memandang Yoona tak percaya. “Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kau lakukan?” Pandangan intimidasi Hae-In membuat Yoona harus memalingkan wajahnya. “Kau mengarang cerita fiksi tentangku?” tanyanya dengan nada tajam. Tampak tak suka. “Karangan fiksi itu, kau yang mengetiknya sendiri, ‘kan?”

Yoona tetap bungkam dan menundukkan kepalanya. Kedua tangannya memeluk erat laptopnya. 

“Itu bukan urusanmu,” ujar Yoona pada akhirnya. Ia kini memberanikan diri membalas tatapan mata penuh intimidasi yang dilayangkan oleh Hae-In. “Aku hanya terinspirasi, itu saja.”

“Cih, yang benar saja!” Terlihat jelas kalau Hae-In tak mempercayai ucapan Yoona. “Aku bukan orang bodoh yang bisa kau tipu, Nona Im.” Hae-In tersenyum sinis, meremehkan. “Semua yang ada dalam karangan fiksimu itu, adalah hal-hal yang pernah kulakukan padamu. Ya, walaupun kau mengganti tokohnya. Tapi aku yakin kalau karangan fiksi yang kau buat itu adalah tentangku.”

“Aku mau sekarang juga kau hapus karanganmu yang tak berguna itu. Karena aku tidak ingin apa yang ada dalam ceritamu itu benar-benar terjadi dalama hidupku. Jadi kumohon, hapus semua karangan itu.”

Yoona menggeleng keras. “Tidak, aku tidak akan menghapusnya. Ini karanganku, terserah aku mau menghapusnya atau tidak. Kau tak berhak menyuruhku menghapusnya.”

Hae-In menggeram tertahan. “Cepat hapus, sebelum aku sendiri yang menghapusnya.”

“Aku tidak akan menghapusnya.” Yoona masih teguh pada pendiriannya. Ia tetap menggelengkan kepalanya dan mengeratkan pelukannya pada laptop biru kesayangannya. Menghindarkan laptop itu dari jangkauan Hae-In.

Kesal, Hae-In yang telah habis kesabarannya memaksa Yoona menghadapnya. Ia lantas berusaha menarik laptop itu dari pelukan Yoona. Namun, Yoona juga dengan sigap menghalau Hae-In untuk mempertahankan laptopnya. Karena kesal Yoona yang tak kunjung memberikan laptopnya, Hae-In menarik paksa laptop tersebut dengan gerakan kasar. Yoona terkesiap akan perlakuan Hae-In.

Kerasnya gerakan Hae-In menarik laptop, mengakibatkan benda itu jatuh ke lantai dan patah. Yoona membulatkan matanya. Raut wajahnya berubah sendu melihat laptopnya yang kini telah patah menjadi dua bagian. Ia pun berlutut dan merapikan serpihan laptopnya yang ber-serakan. Yoona menatap Hae-In yang berdiri dengan angkuh di depannya melalui celah poni panjangnya. Mengetahui Hae-In membalas tatapannya, Yoona segera menundukkan wajahnya dan melanjutkan kegiatannya membersihkan serpihan laptopnya.

“Aku tidak akan meminta maaf padamu. Karena biar bagaimana pun juga, ini adalah kesalahnmu sendiri.” Pemuda angkuh itu menatap Yoona sinis yang sedang duduk sambil memunguti serpihan laptopnya. “Dengar, kau bukanlah seorang perempuan yang memiliki pesona lebih. Kau tak ada apa-apanya. Kau hanya seekor tikus kecil yang hidup di lingkungan kumuh. Dan itu artinya, kau tak pantas membuat cerita tentangku, apapun itu.” Hae-In mendesah, lalu tersenyum kecil. “Seharusnya aku membiarkanmu keluar dari kantor ini. Karena kau sama sekali tak pantas untuk dipertahankan.” Kilatan tajam mata Hae-In membuat Yoona terpaku. Ia tak pernah menyangka jika pemuda baik hati bak malaikat itu akan mengatakan hal yang sangat menyakiti hatinya. Kata-katanya sungguh kasar. “Dan satu hal lagi, kau tidak pantas untuk dicintai. Kau tak memiliki pesona apapun untuk dibanggakan,” sudut bibir Hae-In terangkat, “sangat menyedihkan.” Desisan itu Yoona denga jelas sebelum pemuda itu pergi meninggalkan-nya begitu saja.

Yoona mulai sesenggukan, kendati airmatanya tak menetes. Tapi mendapatkan perlakuan sedemikian rupa dari Hae-In membuatnya sedih. Yoona tak mengerti, kenapa Hae-In begitu marah dengan karangan fiksinya. Memang Yoona akui kalau beberapa tokohnya terinspirasi dari Hae-In, tapi apakan itu salah? Apakah Yoona salah kalau membuat sebuah karangan fiksi yang terinspirasi dari kehidupan nyata?

“Seharusnya kau memberikan password untuk laptopmu itu, Kak,” suara lembut yang rendah milik Jiwon sedikit mengejutkan Yoona. Kedatangannya yang tiba-tiba dan langsung membantunya membuatnya terdiam beberapa saat. Gadis belia berusia tujuh belas tahun itu menatap Yoona dengan pandangan sayu. “Kuharap, dengan adanya kejadian ini bisa menyadarkan Kakak agar jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama. Jangan membuat cerita fiksi tentang manusia.”

Kemudian Yoona bangkit berdiri dan memasukkan laptopnya yang mengalami kerusakan cukup parah itu ke dalam tas. Mungkin saja Baekhyun bisa memperbaikinya. “Jiwon, aku juga tidak tahu kenapa aku bisa membuat cerita fiksi semacam itu. Aku tak begitu menyadarinya.”

Jiwon menyusuri lorong sekolah dengan Yoona yang berjalan di sampingnya. “Aku tidak tahu apa yang akan ayah dan kak Seungjo lakukan kalau sampai mereka tahu hal ini, Kak. Mereka akan mengeluarkan kutukan agar Kakak tak dapat melakukan hobi ini lagi.”

“Kau adikku, Jiwon. Kau tahu seberapa senangnya aku dalam hal karya tulis. Aku suka membuat cerita fiksi. Cerita apapun yang berkebalikan dengan kenyataan yang ada. Cerita yang sebagian mengandung beberapa harapan dan keiinginan, yang siapa tahu bisa menjadi kenyataan.”

“Itulah sebabnya para vampire tidak boleh menulis suatu fiksi,” sahut Jiwon cepat. Ditatapnya sang kakak dengan pandgan serius. “Vampire yang mengharapkan karya fiksinya menjadi kenyataan, maka suatu saat nanti hal itu akan menjadi kenyataan. Meskipun berakhir bahagia, pasti ada satu kesedihan, di mana sang vampire yang akan mengalami penyesalan, itu pasti.” Jiwon menjelaskan begitu bahayanya hobi yang digeluti Yoona sekarang ini. Parahnya, Yoona belum mengetahui kenyataan tersebut.

“Jika kakak menulis cerita tentang vampire dan manusia yang saling jatuh cinta, kemudian pada akhirnya menikah dan hidup bersama, itu jelas sebuah larangan. Karangan fiksi semacam itu sangat ditentang keras oleh Jaksa Agung. Dan hukum yang berlaku di dunia vampire sudah sangat jelas, bahwasannya manusia dan vampire tidak akan pernah bersatu. Dunia yang berbeda. Kodrat yang tak sama. Dan takdir yang takkan pernah memihak. Semua itu akan menjadi cinta terlarang. Yang akan berujung pada kehancuran manusia dan vampire itu sendiri.”

Yoona terdiam mencermati penjelasan Jiwon. Apakah sebegitu besar bahayanya menulis cerita fiksi tentang vampire dan manusia? Begitu dahsyatkah efek yang akan ditimbulkan jika vampire dan manusia menikah?

Jika benar, maka Yoona harus menghentikan hobinya. Ia tak boleh melanjutkan hobinya yang bisa saja akan menemui ujung yang berbahaya dan menyedihkan. Ia tak boleh menulis lagi jika tak ingin hasil cerita fiksinya itu menjadi suatu kenyataan.

Seperti mendapatkan sebuah ide, seringai Yoona tercipta. Jiwon yang melihat kakaknya menyeringai sedikit takut. Ia dapat merasakan aura gelap yang menyelimuti diri Yoona sekarang ini. “Baiklah kalau begitu.” Kedua manik mata Yoona berpendar. “Di kehidupanku yang akan datang, aku akan membuat Hae-In hancur. Aku akan membuatnya bertekuk lutut padaku. Dan sampai saat itu tiba, dia akan mati secara perlahan dengan perasaan cintanya padaku.”

“Dia takkan mampu menolak sejuta pesona yang kumiliki. Bahkan dia akan menyerahkan nyawanya demi untuk hidup bersamaku.” Tangan Yoona yang terkepal menandakan ia begitu geram dengan ulah Hae-In tadi. “Itulah sumpahku.”

.

.

.

-THE END-

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang