Y

507 57 11
                                    

“Im Yoona, will you marry with me?”

Suara berat itu mengalun lembut di telinga Yoona. Seperti sebuah melodi paling indah yang pernah Yoona dengar selama dua puluh tahun hidupnya.

Wu Yifan, pemuda asal Tiongkok yang menjadi relasi bisnis ayahnya sejak lima tahun terakhir itu tengah berlutut di depan Yoona dengan memegang sebuah kotak berisikan cincin emas bertahtakan berlian. Cincin yang terlihat berkilau di mata Yoona. Cincin yang sudah Yifan siapkan semenjak ia kembali ke negaranya setelah urusannya di Korea selesai.
  
   
-Flashback-

Tak seperti biasanya, malam ini Tn. Im pulang dari kantor bersama dengan seorang pemuda tampan yang tampaknya bukan asli orang Korea. “Dia Wu Yifan, rekan Ayah.” Tn. Im memperkenalkan pemuda jangkung yang berdiri di sebelahnya. “Dia akan tinggal beberapa hari di sini.”

“Selamat malam, Bibi.” Yifan membungkukkan badannya dan tersenyum. “Dan...”

“Yoona, nama putriku.”

“Ah, Yoona. Salam kenal.”

Yoona tersenyum canggung dan membungkuk sekilas. Tidak ada kata yang terucap dari bibir mungilnya. Ya, itulah Yoona. Dia bukan seorang pribadi yang mudah bergaul dengan orang asing.

Selama hampir dua minggu Yifan tinggal di rumah Tn. Im, ia dan Yoona tak pernah terlibat percakapan apapun yang membuat keduanya akrab. Mungkin hanya sesekali tersenyum dan menunduk sekilas kala berpapasan di dalam rumah.

Dan dua hari setelahnya, tugas Yifan di Korea telah selesai. Ia harus kembali ke Tiongkok. Menangani masalah perusahaan milik ayahnya yang terancam bangkrut. Ny. Im yang sudah menganggap Yifan seperti anaknya sendiri terlihat sedih melihat Yifan yang akan kembali ke negaranya.

Yifan tersenyum. “Bibi, maaf telah banyak merepotkan selama saya tinggal di sini.”

“Tidak sama sekali, Yifan,” Ny. Im menggeleng pelan, “kau tidak perlu minta maaf, Yifan.”

“Mampirlah ke rumah kami kalau kau datang ke Korea lagi,” ujar wanita paruh baya yang mengingatkan Yifan tentang ibunya.

“Pasti.”

Pemuda itu lantas menatap Yoona. “Yoona...”

Gadis yang dipanggil itu hanya tersenyum dan menundukkan kepalanya sekilas. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Jika ia mempunyai keberanian, ingin sekali ia mengatakan pada Yifan untuk tetap tinggal.

Tetapi apa yang bisa dilakukannya? Keluarga Yifan di Tiongkok. Tidak mungkin Yifan berlama-lama di Korea sedangkan keluarganya sangat membutuhkan dirinya.

Memang siapa Yoona untuk Yifan, eh?

“Saya permisi, Bibi.” Yifan tersenyum sebelum menaiki mobil yang sudah dipersiapkan oleh Tn. Im untuk mengantarkannya. “Terima kasih untuk semuanya, dan sampai jumpa lagi.”

Tidak ada yang tahu jika hati Yifan tertinggal. Tak ada yang tahu jika takdir akan mengikat Yifan dan gadis Korea itu.

-Flashback End-
  
  
Yoona mengerjapkan matanya beberapa kali. Ingin memastikan bahwa semua yang terjadi ini bukanlah mimpi. Yifan, pemuda itu melamarnya di depan orang tuanya secara langsung? Sungguh, jika ini benar mimpi, biarkanlah Yoona menikmatinya beberapa saat saja.

“Jadi, apa jawabanmu?”

Pertanyaan itu seakan menyadarkan Yoona bahwa apa yang terjadi sekarang ini bukanlah mimpi. Melainkan kenyataan. Dengan penuh keyakinan, gadis itu mengangguk mantap. Kemudian tersenyum sangat manis, menjawab dengan mantap.

Yes, I will.”

Kedua orang tua Yoona terlihat begitu senang. Mereka yakin Yifan adalah pemuda yang baik. Dia akan menjaga Yoona dengan sebaik mungkin. Jadi, keputusan Yoona menerima lamaran Yifan bukanlah suatu kesalahan.

.

.

.

-SKIP-

.

.

.

Dan tiga bulan setelah lamaran resmi tersebut, Yoona menikah dengan Yifan. Yoona resmi menyandang marga Wu di depan namanya, yang otomatis mengubah marga Im yang sebelumnya disematkan. Ketika itu, Yifan dan Yoona tampak sangat bahagia di acara pernikahan mereka. Yang meski sederhana dan jauh dari kemewahan, tak ada yang melihat adanya kesedihan di wajah Yoona maupun Yifan.

Berselang empat bulan usai pernikahan tersebut, akhirnya Yoona hamil. Yoona yang ikut pindah ke Tiongkok itu dapat melihat kebahagiaan yang begitu jelas di mata Yifan ketika dirinya mengatakan sedang hamil. Yifan tentu sangat bahagia. Ia merasa sangat beruntung karena Tuhan telah melengkapi kebahagiaan keluarga kecilnya.

Akhirnya, bayi kecil itu lahir secara normal. Seorang bayi laki-laki yang terlihat lucu dan menggemaskan, serta yang pasti sangatlah tampan. Nama Yan-An, Yifan berikan pada jagoan kecilnya itu. Yifan menggunakan nama tersebut setelah mendapatkan persetujuan dari Yoona.

Sekarang ini, Yifan tengah menatap Yoona yang sedang memberikan ASI eksklusif untuk buah hati mereka. Yifan menghampiri sang istri dan duduk di sampingnya. Ia mengusap lembut kepala Yoona.

"Kau pasti lelah, ya?"

Yoona tersenyum. Ia menggeleng singkat. Dan Yifan terkekeh pelan. Pria itu kemudian merangkul pundak Yoona. Membuat Yoona menyandarkan kepalanya di pundak kokoh suaminya. Kalau boleh jujur, sekarang ini Yoona sudah sangat mengantuk. Akan tetapi, bayi Yan-An yang agak rewel mengharuskan Yoona untuk tetap berjaga di saat tengah malam seperti ini.

Yifan yang merasa bayi Yan-An mulai tidur kembali langsung mengambil alih gendongannya. Pria tampan tersebut berdiri dan menimang-nimang bayinya. Menyenandungkan lagu penghantar tidur sang jagoan kecilnya, sebelum kembali menidurkan bayi Yan-An ke dalam kotak bayi.

Tiba-tiba saja Yifan sedikit berjengit ketika mendapatkan pelukan yang diyakininya berasal dari sang istri tercinta. Yifan mengulas senyuman dan berbalik menghadap wanitanya. Diusapnya dengan lembut surai panjang istrinya yang terikat dengan asal 

"Terima kasih," bisik Yoona. Ia mendekap hangat tubuh Yifan yang menguarkan aroma yang selalu berhasil membuat Yoona tenang. "Kau membuktikan padaku kalau kau adalah suami yang baik dan bertanggungjawab."

"Hm." Yifan mengeratkan pelukannya di tubuh Yoona yang semakin berisi setelah melahirkan. "Aku melakukan ini karena aku sangat mencintaimu, dan bayi kita itu tentunya." Melirik sekilas ke arah kotak bayi yang ada di sebelahnya, di mana Yan-An tidur dengan begitu pulasnya. "Aku berterima kasih, karena kau bersedia menghabiskan sisa hidupmu bersamaku."

Kemudian Yifan menggendong tubuh Yoona untuk mengistirahatkan tubuh merrka yang seharian ini telah bekerja. Yifan membaringkan tubuh Yoona dengan hati-hati. Ia tersenyun dan mendaratkan kecupan singkat di kening istrinya.

"Selamat beristirahat, Sayangku," bisik Yifan lembut. "Aku mencintaimu."

"Hm, aku juga."

Yifan membiarkan Yoona memeluk tubuhnya. Pria itu sama sekali tak merasa risih, justru merasa senang dengan kebiasaan istrinya yang mulai muncul setelah melahirkan. Sikap malu-malu Yoona tak lagi begitu nampak setelah Yan-An lahir.

"Terima kasih, Tuhan. Kau telah memberiku keluarga yang aku dambakan selama ini." Yifan tersenyum dan mengeratkan pelukannya di tubuh Yoona. "Tolong, jodohkanlah kami hingga hanya maut yang sanggup memisahkan."Ia mencium puncak kepala Yoona dengan sayang. "Aku bersumpah takkan pernah membuat dirinya menangis sedih atau berduka karena diriku."

.

.

.

-THE END-

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang