A Disaster

546 73 8
                                    

Dua tahun sudah Yoona bertunangan dengan Jasper. Keduanya sudah saling jatuh cinta dengan seiring berjalannya waktu. Ternyata perjodohan tidaklah seburuk apa yang mereka pikirkan selama ini.

Meski begitu, bukan berarti hubungan mereka baik-baik saja. Kadang kala terjadi cekcok di antara mereka berdua. Masalah kerap kali datang di saat yang tidak tepat. Seperti sekarang ini. Mereka sedang mempermasalahkan hal yang kurang penting. Ah, bahkan tidak penting sama sekali. 

“Ayolah, Yoona. Kau sudah dua puluh empat tahun, sebentar lagi kau lulus kuliah, kenapa kau masih bersikap seperti ini?”

“Sudah kukatakan padamu, sekali tidak ya tidak. Aku tidak mau pergi ke Amerika, aku ingin menghabiskan liburanku di sini.”

“Kau tidak mau pergi bukan karena pemahaman bahasa Inggrismu yang berantakan itu, ‘kan?”

“Terserah apa katamu.”

“Hey, ayolah!” Jasper masih berusaha membujuk Yoona untuk ikut pergi ke Amerika bersamanya dan juga keluarga mereka. “Ayah dan ibu sudah menyiapkan sesuatu untuk kita di sana. Mereka juga sudah merencanakan acara pre-wedding kita. Kau tega melihat mereka sedih karena kau tidak mau ikut?”

“Harus kujelaskan berapa kali padamu? Aku tidak mau ikut.” Yoona menekankan kalimat terakhirnya. “Ini sudah yang ke seratus tujuh puluh sembilan kalinya kau bertanya demikian. Aku bosan mendengarnya,” lanjutnya. Yoona mengambil tasnya dan langsung keluar dari kafe, meninggalkan Jasper. Lelaki itu mendengus sebal sebelum menyusul Yoona.

“Hei, Yoona!” panggil Jasper dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku jaketnya.

“Apa lagi?” tanya Yoona malas.

Jasper menatap Yoona kesal, ia lalu mendecih pelan. “Ya, ampun. Aku tidak percaya aku telah bertunangan dan akan menikahi gadis keras kepala sepertimu!”

Yoona diam, meski ia cukup terkejut dengan perkataan Jasper yang seolah menyesal telah bertunangan dengannya. 

“Kau gadis yang sangat keras kepala yang pernah kutemui, kau tahu? Kau kekanak-kanakan, egois, pemarah, sentimental, temperamental, dan kau juga sangat sulit mengontrol emosimu yang terkadang membuat orang lain terbebani. Oh, kau bahkan juga tidak bisa memasak.”

Sudah, cukup!

“Kalau begitu kenapa kau mau dijodohkan dan bertunangan denganku?!” teriak Yoona tertahan. “Seharusnya kau bilang dari awal kalau kau tak menyetujui perjodohan itu!”

“Hey, bukan itu maksudku.” Suara Jasper melembut. Ia sadar telah membuat emosi gadisnya tersulut.

Perbedaan usia tujuh tahun membuat Jasper bisa lebih mengimbangi sikap Yoona yang kekanak-kanakan.

Gadis itu menatap Jasper sayu, ia merendahkan nada suaranya. “Apakah kau menyesal bertunangan denganku?”

“Pertanyaan macam apa itu?”

“Jawab aku,” sahut Yoona cepat, “apakah kau menyesal?”

Ini baru pertama kalinya Jasper mendengar Yoona bertanya dengan nada dingin. Pemuda itu pun hanya diam tertegun dan tak menjawab pertanyaan Yoona.

“Kalau kau menyesal, sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini. Batalkan rencana pernikahan itu.” Yoona berlalu dari hadapan Jasper.

“Yoona, bukan itu maksudku, sungguh.”

Jasper meninggikan nada suaranya agar terdengar oleh Yoona. Pemikirannya jika Yoona akan berhenti ternyata salah besar, gadis itu tetap berjalan tanpa menghiraukan perkataannya. Jasper mengacak rambutnya frustrasi.

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang