pacaran

47 4 0
                                    

Ketika menginjak masa studi di program Pascasarjana, muncul kekhawatiran pribadi tentang pacar. Sebuah benda yang sudah lama tak aku miliki. Maaf, bukan karena tidak laku, tapi akhir akhir ini entah kenapa agak selektif dalam memilih calon pendamping hidup. Ditambah dengan teori teori kajian budaya dan religi yang sudah mulai disuntikkan ke dalam diriku, aku mulai bertumbuh menjadi manusia yang sibuk memikirkan hal hal filosofi dan pendidikan. Seketika aku kerasukan arwah marx, suwardi Suryaningrat ataupun orang orang cerdas.

Di sore yang cerah ini, sambil ngelamun di dalam kamar, aku memikirkan konsep tentang pacar. Jujur, aku pacaran tiga kali dan semua berakhir dengan tidak menyenangkan. Lantas aku pun berpikir apa sih esensi pacaran? Ya aku tahu kalo semua makhluk butuh pasangan, kecuali mereka yang memilih untuk tidak memasangkan dirinya. Tapi yakinlah, semua punya hasrat untuk berpasangan. Hasrat untuk mendengarkan dan didengarkan. Dan ini lebih dari sekadar seorang teman yang sambil lalu mendengarkan cerita.

Pacar ternyata berfungsi pula sebagai "pisau" bagi kita sendiri untuk membelah diri kita. Bagaimana kita sendiri bisa melihat lebih jauh, lebih dalam dengan diri kita sendiri. Banyak orang mungkin gagal memaknai pacar dalam hidup dan akhirnya mereka jatuh ke dalam sikap posesif yang ternyata membelenggu dirinya dan si pacar. Orang orang macam ini saya yakin belum pernah hampir kehilangan dirinya sendiri. Macam prinsip kapitalisme yang diterapkan dalam sebuah relasi. Cuma salah satu yang diuntungkan. Biasanya pacaran macam gini gak bakal berlangsung lama. Yang ada salah satu bakal menjadi lebih superior dan yang satu akan menjadi inferior.

Nah itu masalah pacaran. Semoga anda jangan jadi kapitalis yang maunya menang sendiri. Kapitalis boleh, asal jangan lupa ngadain rapat pemegang saham. Sekian. Dan penulis masih membuka lowongan untuk jadi pacar.

Otak serong KananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang