Sebelum membaca tulisan ini, alangkah baiknya jika di awal saya menyatakan diri sebagai penyinyir dan ribet. Posisi ini penting manakala nanti ditemui di dalam tulisan dan pembaca akan berkomentar "sumpah ini penulisnya ngapain sih? Ga ada kerjaan apa ya?"
Oke. Begini. Masalah publik dan privat khususnya ruang publik dan ruang privat sekarang semakin blur. Mereka hibrid alias sudah tidak bisa dipisahkan. Aku pikir ini adalah dampak dari penjualan ruang ruang privat. Bagaimana orang jaman sekarang sudah rela menjual ruang privatnya untuk dijadikan pasar atau komoditas. Berapa banyak orang yang kadang punya cita-cita supaya akun sosialnya bisa jadi tempat endorse brand brand ternama? Dari situ duit mengalir sampai jauh. Namun di sisi lain yang empunya akun media sosial ini, tidak menyadari bahwa perlahan tapi pasti ia tidak punya tempat privat. Ruang privat, dimana ia dan dirinya sendiri bertemu dan tidak usah banyak orang tahu. Bahkan parahnya, terkadang isu isu privat seperti kisah asmara seseorang pun diumbar sedemikian rupa supaya bisa dijadikan barang dagangan atau tempat marketing yang baik.
Sekali lagi. Saya tidak anti kapitalis. Karena saya juga butuh makan. Tapi yang perlu disadari adalah bahwa kapitalisme sudah sedemikian jauh melangkah dan mempengaruhi subyek dalam masyarakat. Bahwa seseorang lambat laun bisa kehilangan dirinya sendiri karena sudah habis terjual ruang privat. Dan ketika ia butuh ruang privat, mungkin ia perlu membayar sejumlah uang untuk mendapatkan sebuah ruang dimana hanya dirinya sendiri dan Tuhan yang bisa bertemu.