sampah akademis

29 1 0
                                    

Ada yang menggelitik dalam setiap proses akademis pendidikan formal di Indonesia. Pada tiap akhir dari proses akademis mereka, mereka dituntut untuk melakukan penelitian. Mereka dimasukkan ke dalam sistem yang mana mereka harus menulis skripsi.

Saya bukan anti skripsi. Saya malah setuju dengan budaya tulis secara akademis dan ilmiah ini. Namun lucunya, budaya menulis ini ternyata cuma sebatas formalitas. Beberapa mahasiswa memang sengaja memilih tema dan topik "klise" yang sebenarnya sudah dilakukan sebelumnya. Senjata mereka biasanya, mereka hanya mengganti objek penelitian mereka. Toh, nanti ketika mereka sudah lulus, bekerja, mereka sudah tidak akan bersentuhan lagi dengan apa yang mereka teliti ataupun tulis.

Dari sinilah kegelisahan saya muncul. Bukankah menulis adalah salah satu sarana ekspresi manusia? Menjadi amat sangat aneh ketika kita hanya menulis apa yang sudah ditulis oleh orang lain dan bukan berawal dari kegelisahan kita pribadi. Pikiran saya tambah ruwet ketika membayangkan bahwa universitas dan pendidikan formal lainnya hanya dijadikan "pabrik" pencetak pekerja yang siap pakai dan tentunya kreatif namun tetap takut pada atasan.

Saya hanya menyayangkan bagaimana skripsi-skripsi ataupun tesis ataupun tulisan akademis lainnya hanya berhenti dan nangkring di perpustakaan. Syukur jika ada yang membaca (jika tema dan topik tersebut menarik). Tapi apa kabar skripsi dan tulisan akademis lainnya yang akhirnya hanya menjadi sampah akademis dalam arti sebenarnya? Lantas buat apa menulis?

Otak serong KananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang