Guru untuk Muridku

30 2 3
                                    

Ya judul tulisan ini memang saya ambil dari buku yang ditulis oleh St.Kartono. Seorang guru dari sekolah yang terkenal nyleneh, De Britto. Kalau boleh jujur pun, saya baru paham akan judul dari buku tersebut akhir akhir ini. Oke, mari langsung ke inti pembicaraannya. Saya hanya merasa menjadi seorang "guru" ternyata adalah jalan yang tidak bisa aku hindari. Semacam panggilan hidup. Kalau saja dulu saya menjalani panggilan hidup sebagai imam, mungkin cerita wattpad ini tidak akan berlanjut seperti ini. Hahaha.

Yang jelas begini. Saya pernah menulis mengenai pengalaman saya selama menjadi guru di kota Semarang. Banyak suka dan duka yang sudah tertulis. Lantas pada akhirnya tulisan itu harus saya akhiri karena saya berpikir mungkin masih ada jalan lain yang bisa ditempuh hingga akhirnya saya harus kembali menemui jalan untuk menjadi seorang "guru".

Sewaktu di Semarang, saya memang sengaja mendekatkan diri tidak hanya pada murid yang "duduk manis dan melipat tangan" tetapi lebih kepada anak anak yang  mungkin sudah dicap oleh guru guru sebagai anak anak pembangkang dan susah diatur. Memang beberapa dari mereka punya masalah untuk mengatasi rasa malas untuk bergerak, itu saya akui. Tetapi, toh banyak juga anak anak yang sesungguhnya mempunyai bakat luar biasa yang mungkin "tersisih" dari sistem pendidikan kita yang luar biasa diskriminatif, dimana anak anak yang berbakat hanya diukur dari pelajaran (dan lebih mirisnya hanya diukur melalui angka dan penilaian penilaian yang sungguh aneh). Toh banyak juga dari mereka yang sebenarnya adalah orang orang cerdas, hanya mereka berada dalam waktu dan tempat yang belum tepat. Maksud saya waktu dan tempat disini lebih merujuk kepada lingkungan di sekitar mereka, baik itu keluarga maupun teman teman seperjuangan mereka.

Hingga setelah dua tahun berlalu, saya memutuskan untuk mencukupi pengalaman dan melanjutkan studi saya. Tapi apa boleh buat, di Jogjakarta pun saya berhadapan kembali dengan kasus yang sama tetapi dengan subjek dan kondisi yang berbeda. Alangkah beruntungnya diriku ketika aku justru menjadi guru les privat untuk orang yang sungguh punya pengalaman "lebih". Dihadapkan dengan seorang anak yang menghadapi cap "nakal" menjadikan diriku kembali ke masa masa menjadi guru di Semarang. Dan ternyata, kali ini judul buku St.Kartono seakan menjadi sebuah jalan hidup yang mulai harus dipikir masak masak.

Menjadi Guru untuk Muridku.

Otak serong KananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang