homo economicus

32 1 0
                                    

Entah pagi ini saya kerasukan apa. Tapi yang pasti saya berada pada suatu titik dimana saya berpikir bahwa hidup ini semakin ekonomis. Saya tidak memungkiri bahwa memang manusia butuh kehidupan yang bisa menunjang secara ekonomis. Iya. Bahkan sekarang anak-anak muda juga sudah mulai bergerak untuk berpikir "waktu adalah uang". Jika melihat murid murid saya yang terdahulu, mereka juga sudah nyambi kerja dan kuliah. Mungkin juga suatu saat kita bisa sejajar dengan jepang masalah etos kerja. Mungkin. Jika korupsi di negeri ini hilang dan kesempatan untuk berkreasi tidak diembel embelkan masalah politik yang sebenarnya tidak bisa lepas dari masalah ekonomi.

Saya berpikir lebih jauh lagi tentang makna belajar di era ini. Belajar sekarang bisa dideklarasikan sebagai sebuah persiapan ekonomis bagi kehidupan seseorang. Jelas jurusan yang laris manis tanjung kimpul adalah jurusan jurusam yang amat sangat praktis. Seperti teknik, dokter, hukum, komunikasi dan psikologi. Jurusan jurusan humaniora sekarang mulai kehilangan pamornya. Humaniora disini lebih saya maknakan sebagai usaha memanusiakan manusia. Tidak sekadar mencari kehidupan ekonomis. Saya hanya takut bahwa hidup yang demikian tidak seimbang ini mungkin akan mencari titik seimbangnya yang ekstrem. Ketika semua orang sibuk mencari uang, lantas kita kehilangan kemanusiaan kita. Sekali lagi, saya hanya mengungkapkan ketakutan saya. Bukan berarti saya berada di pihak yang saya menentang bekerja untuk mencari uang. Tapi kembali lagi, saya hanya takut bahwa mulai perlahan kita kehilangan kemanusiaan. Perlahan segalanya kita ukur dengan standar ekonomi. Persaudaraan bahkan bisa retak di jaman now hanya perkara duit. Ayah mungkin kehilangan waktu untuk melihat putra dan putrinya di sekolah. Ibu yang sibuk mengikuti arisan sosialita sana sini yang berujung kebutuhan eksistensi belaka. Dan generasi masa depan yang sungguh mata duitan. Saya hanya berharap bahwa ketakutan saya ini adalah ketakutan saya pribadi. Tapi toh saya hanya memaparkan kenyataan yang ada sekarang.  Berapa banyak anak anak muda yang harus berjuang sendiri dalam hidup tanpa orang tua?

Seperti yang saya katakan di atas. Saya sendiri tidak tahu saya kesurupan apa pagi pagi begini, menuliskan sebuah ketakutan yang saya harap saya sendiri yang mengalami. Semoga di tahun baru ini, kita semua bisa merekatkan apa yang renggang. Memberi waktu pada orang terdekat dan mulai menjadi homo homini socius dan tak sekadar homo economicus. Salam super.

Otak serong KananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang