pendidikan (lagi?)

15 0 0
                                    

Ada beberapa hal yang tidak bisa dilepaskan dari perhatianku akhir akhir ini. Yaitu masalah pendidikan. Bagaimana sebenarnya pendidikan justru menjadi ruang dimana ideologi tertentu yang menang. Lantas saya mungkin bisa mencurigai bahwa siapapun yang menguasai pendidikan, ia akan menguasai sebuah bangsa. Dan jika kita ingin meruntuhkan sebuah negara lantas kita runtuhkan pula pendidikannya. Itu yang menjadi pikiran di dalam benak ketika aku menghadapi buku buku pendidikan kritis yang rata rata isinya melihat pendidikan dari sisi lain.

Kegelisahan yang sama memang sudah saya tuliskan semenjak saya menjalani profesi sebagai seorang guru. Dan selepas saya tidak lagi menjadi seorang guru juga, kegelisahan tentang pendidikan dan wacana mengenai hal ini terus mengusik pikiran. Dan saya yakin seyakin-yakinnya sebenarnya Indonesia secara sadar atau tidak sedang dijajah kembali, khususnya melalui jalur pendidikan.

Apa yang dijajah? Jawabannya jelas, kita semua. Bagaimana kita bisa terjajah? Jawabannya masih separuh dari kebenaran yang ada. Jawabannya adalah kita diberikan "ideologi" tertentu yang menjadikan kita lupa siapa diri kita. Menjadikan kita manusia manusia yang mulai melupakan jiwa kita sebagai orang Indonesia. Sebagai sebuah produk budaya nusantara. Lihat mengenai bagaimana kita mudah mempermasalahkan "pribumi". Karena pada dasarnya, Indonesia bukanlah sebuah tempat dimana kita memiliki suku yang asli. Dan saya yakin, semua suku di Indonesia adalah keturunan dari orang manapun di belahan dunia ini. Jadi kita tidak mungkin mengaku diri sebagai "pribumi" yang berhak atas tanah dan air yang ada disini.

Ideologi yang lain adalah bagaimana isu sara akhir-akhir ini mulai diangkat kembali ke permukaan entah atas alasan politik apalagi. Yang pasti di Jakarta ada seorang anak yang tidak mau masuk sekolah karena menjadi korban perundungan dari teman temannya. Dan kalian tahu mereka mem-bully-nya dengan apa? Dengan mengatakan "ahok". Lantas saya sendiri mulai mencurigai adanya isu isu yang tertanam di dalam diri orang orang Indonesia dimana kita masih saja merasa berbeda satu sama lain. Oke bhinneka tunggal Ika. Tetapi kita masih memaknai kata berbeda ketimbang tunggal ika-nya. Aku rasa untuk hal yang satu ini saya harus mengacungkan empat jempol kepada para kolonial yang sudah menjajah kita, karena nyatanya walaupun kita sudah melewati sumpah pemuda, hari kebangkitan Nasional, bahkan peristiwa proklamasi itu sendiri, kita masih saja terhegemoni dengan pikiran kolonial yang membedakan "pribumi" dengan yang non.

Lantas apa hubungannya semua ini dengan pendidikan? Ya jelas jelas berhubungan. Lihat saja bagaimana kurikulum kita masih melihat ke luar sana. Melongok hal hal yang sungguh di luar bangsa kita. Bahkan kita seolah olah gagal menerapkan apa yang sudah kita miliki. Padahal, jika kita melongok sedikit saja mengenai apa yang kita miliki dulu bersama Ki Hadjar Dewantara, saya yakin itu sudah lebih dari cukup untuk membuat pikiran generasi muda tidak disebut "micin". Tapi justru kita sendirilah yang membuang pikiran Ki Hadjar Dewantara itu jauh jauh dari negeri ini karena mereka dianggap sebagai bagian dari Lekra yang berafiliasi dengan PKI. Lantas kalau kita sudah dijajah orang orang yang "pribumi" tadi dengan pola pikir oportunis, kita mau kemana lagi?

Otak serong KananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang