Sebuah acara politik terbesar di negeri ini yang nanti akan diadakan pada bulan April, Pemilihan Umum. Jujur saya agak bosan dengan semua ocehan dan kampanye yang dilaksanakan kedua belah pihak. Karena alasan personal juga, saya memilih untuk melindungi hak pilih saya, yaitu tidak memilih.
Tidak memilih adalah jalan yang saya pilih karena kecewa dengan visi dan misi kedua paslon. Dua-duanya jelas hanya seperti sirkus televisi dalam debat jilid satu atau dua. Tidak ada kebaharuan disana. Tidak ada ide-ide segar yang muncul. Nampaknya pula pihak petahana juga sudah mulai kurang segar dan selalu saja mengangkat isu infrastruktur sebagai jurus jitu. Diakui saja, petahana memang nampak seperti bapak pembangunan yang tentunya hadir dalam bentuk yang lebih lunak. Setidaknya dua-duanya orang solo.
Kekecewaan saya lebih kepada ketidakpedulian kedua pasangan terhadap sistem pendidikan di negeri ini yang jelas-jelas perlu direvisi dan diperbaiki. Awalnya saya kira revolusi mental mampu merasuk dalam kurikulum atau setidaknya dalam sikap orang-orang yang terlibat di dalam dunia pendidikan. Toh nyatanya sama saja. Pendidikan juga masih seperti pasar dimana semua kepentingan tersedia. Dimana politik, ekonomi juga ditawarkan di dalamnya. Tak ada kebaharuan sejauh saya melihat. Kurikulum masih saja carut marut dan guru mungkin sedang kelabakan membuat laporan akhir penilaian hingga terkadang harus sampai menginap di sekolah. Yang pasti, kurikulum 13 sedang menenggelamkan guru dengan beban administrasi yang berlebihan. Bukan mengajak murid untuk ikut terlibat dalam semangat "revolusi mental".
Hingga titik ini, saya memilih untuk tidak memilih. Setidaknya saya tidak mau memberikan suara saya untuk kedua paslon. Dilematis memang, tapi setidaknya saya sudah memilih jalan yang mungkin sama politisnya dengan para relawan.