Sebuah hari yang berat aku rasa. Menghadapi sebuah kenyataan dimana aku tidak turut ambil bagian di dalamnya. Banyak pertanyaan dan emosi yang ada di dalam diriku. Menggerakkan aku dengan begitu mudahnya dan voila, terbentuklah kompleksitas permasalahan yang luar biasa kusut di kepalaku.
Aku dulu percaya bahwa masalah harus dihadapi dengan sabar dan tenang. Apa yang aku lakukan terkadang adalah sebuah tindakan impulsif yang sungguh lugu dan tidak terukur. Menghadapi kenyataan bahwa dunia itu tidak seindah lagu anak-anak adalah kenyataan yang pahit. Apalagi banyak asumsi yang bercokol di kepalaku dan aku rasa aku sudah berusaha memilih dengan sangat hati-hati tanpa melibatkan banyak emosi.
Aku rasa dunia memang membutuhkan orang yang penurut untuk masuk ke dalam sistem-sistem yang ada di dalamnya. Sedang aku mungkin dikandung dengan penuh rasa berontak dan pemarah. Ah, seandainya aku sesabar orang-orang pada umumnya. Yang selalu bilang sabar dan semangat, padahal hampir tidak terlihat jalan keluar.
Mengumbar rasa, ngudha rasa merupakan hal yang tabu. Kita mendengar apa yang ingin kita dengar dan kita berbicara apa yang ingin orang lain dengar. Hari ini rumit sekali. Apalagi diposisikan dalam orang yang menerima apa adanya tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ya sudah.
Mungkin aku kurang bersyukur.
Mungkin pula aku tidak mawas diri dan empan papan.
Mungkin seharusnya aku tau posisiku sebagai orang yang diberi.
Mungkin juga aku harusnya tahu dan mafhum bahwa dunia ini tidak sebegitu nyaman.
Mungkin seharusnya, aku tidak menjadi orang miskin yang selalu membutuhkan "belas kasihan" finansial.
Mungkin...Yang ada di kepalaku bercampur. Antara rasa sedih dan kenangan menjadi orang yang berjuang dalam finansial sedari kecil. Mengingat kembali bagaimana aku selalu menahan lapar untuk tidak jajan di kantin demi menabung agar aku punya uang tabungan. Atau membayangkan bapak yang rela menjahit hingga larut pagi demi anaknya yang mau jajan. Rasanya sungguh bercampur aduk. Sedang kau tahu di luar sana banyak orang yang sangat amat beruntung. Hingga membeli secangkir kopi seharga 35 ribu bukan menjadi perkara yang rumit dan butuh perhitungan lanjut.
Melalui tulisan ini, aku tumpahkan seluruh kekecewaan hari ini. Melalui tulisan ini, aku mencoba membahasakan pengalaman hidup hingga detik ini. Dan melalui pengalaman ini pula, aku memaknai hidupku. Bahwa orang harus berjuang walau demi sesuap nasi. Dan kini, ajari diriku untuk tunduk dan mematahkan leherku. Aku menyerah.