Good Boy.

36.9K 1.9K 36
                                    

Suara riuh tepuk tangan dan lagu selamat ulang tahun terdengar memenuhi halaman belakang sebuah rumah. lilin berbentuk angka 5 menancap kokoh di atas sebuah kue tart. Nama Genta Rausan Siregar dibuat mengelilingi kue berbentuk bulat tersebut semakin mempermanis penampilannya. Sementara si pemilik kue nampak berdiri gagah di depannya dengan tuxedo dan dasi kupu-kupunya, matanya menatap bangga pada kue itu.

"Itu mainan aku!"

"Mainan aku!"

Di sudut lain rumah, Ari dan seorang anak laki-laki yang lebih besar darinya nampak sedang bergulat, memperebutkan mobil mainan kecil berwarna merah terang. Ari sampai mengerang saat tangan kecilnya mencoba mempertahankan mainan itu agar tidak sampai direbut oleh anak laki-laki di depannya.

"Rio, ada apa?" Perempuan berambut pendek dengan dress bercorak batik datang menghampiri kedua anak itu. Mencoba melerai pertarungan yang sedang terjadi.

"Itu mainan aku, Ma," adu Rio, menunjuk mainan yang dipeluk Ari.

"Mainan aku!" Tubuh Ari mengerut bersender panda dinding, menyembunyikan mainan tersebut di belakang tubuhnya saat melihat mata tajam milik mamanya Rio mengarah padanya.

"Mama! Tapi itu mainan aku." Rio merengek keukeuh. Meminta mamanya untuk mengambil mainan itu dari tangan Ari. "Mainan mobil aku."

"Kembaliin mainannya Rio. Kamu tuh nakal ya kecil-kecil!" Mata perempuan itu mendelik tidak suka pada Ari sambil merebut mainan tersebut.

"Mama!" Tangis Ari pecah lantaran merasa mainan miliknya direbut paksa. "Mama, mobilnya diambil." Ari berlari ke luar mencari keberadaan mama dan papanya.

"Kenapa?" Dhika yang sedang mengobrol dengan tamu undangan yang lain nampak kaget saat melihat anaknya berlari sambil menangis. Tangannya otomatis membawa Ari ke pangkuannya.

"Mobilnya ... diambil anak-anak," adunya sambil terisak di pangkuan Dhika. Ari menceritakan saat-saat mobil mainan miliknya direbut paksa dari tangannya. "Ambil lagi, Pa." Ari meminta turun dari pangkuan Dhika lalu menuntun tangan papanya itu masuk ke dalam rumah.

"Tuh, itu mainan aku!" Ari terus menyeret Dhika mendekat ke arah Rio. "Itu mainan aku kan, Pa?"

Mata Dhika memicing memperhatikan mainan yang dipeluk Rio, anak dari kerabat istrinya. Itu memang mainan milik anaknya, dia ingat betul karena dia yang membelinya. Tapi, mainan seperti itu tidak hanya satu, bisa saja itu memang punya Rio.

"Papa, ambil!" pinta Ari, matanya sudah basah karena airmata.

"Iya sebentar," jawab Dhika. Kakinya berjalan pelan mendekati Rio lalu berjongkok di hadapan anak itu. "Rio ... mainannya bagus ya?" Dhika bertanya ramah.

"Iya." Rio mengangguk.

"Om boleh pinjam?"

Rio berpikir sejenak, menimang-nimang apakah dia harus memberikan mainan itu atau tidak. Tapi saat melihat Om yang berada di depannya tersenyum manis akhirnya Rio mengangguk.

"Sebentar, ya?" Dhika membalik bagian bawah mainan itu, seingatnya dia selalu menamai mainan-mainan milik Ari. Jadi, kalau ini memang milik anaknya, dia pasti akan menemukan nama itu.

"Itu mainan aku." Ari masih terisak sambil berjongkok di samping papanya.

'ARI' Dhika tersenyum tipis, mendapati tulisan nama itu di balik mainan yang sedang dipegangnya. Ari benar, itu memang mainan miliknya. Anak itu memang memiliki ingatan yang baik terhadap benda-benda miliknya.

"Mainannya kasihin ke Rio aja ya, Bang? Kan, kasihan Rio gak punya mainan kaya gini, kalau Abang kan banyak di rumah," bujuk Dhika. Tiba-tiba Dhika merasa terenyuh melihat tatapan penub harap Rio pada mainan tersebut.

"Tapi, dia nakal. Mamanya juga." Ari berucap pelan.

"Nanti, kalau Abang mau kasihin mainan ini, Abang dapat yang lebih bagus lagi." Dhika masih berusaha membujuk.

Ari diam tidak menjawab. Matanya bergantian melihat Rio dan mamanya Rio yang sedang berdiri tidak jauh dari sana. Dia sebenarnya merasa tidak suka pada Rio, tapi melihat anak itu  berdiri sambil memelintir bajunya sendiri ditambah matanya yang sembab, membuat Ari kasihan juga.

"Ya?" Dhika bertanya lagi.

Ari mengangguk.

"Good boy." Dhika mengacak rambut Ari. "Sekarang kasihin mainan ini sama Rio."

Ari mengangguk lagi sambil berjalan ke arah Rio, memberikan mainan itu sambil tersenyum manis.





17.10.01

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang