Permen kapas.

31K 1.7K 30
                                    

kriiing ~kriiing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kriiing ~kriiing

"Mama ...." Ari langsung berteriak memanggil mamanya saat mendengar suara bel dari sepeda penjual permen kapas. "Mau beli pelemen kapas."

"Mama ...." teriaknya lagi. Sekarang dia berlari terbirit-birit dari teras  ke dalam rumah untuk menghampiri mamanya yang sedang menyetrika pakaian di ruang keluarga sambil menonton televisi.

"Mama."

"Apa sih, Bang?" Rani mencabut colokan setrikaannya kemudian menjauhkan benda itu saat melihat Ari berlari menghampirinya.

"Mau beli pelemen kapas."

"Abang jajan terus, ah. Itu donat sama agar-agar aja belum dimakan." Rani menunjuk makanan manis yang berjejer di atas meja dengan dagunya.

"Tapi mau beli pelemen kapas, Ma. Pis!" Ari menautkan jari-jari mungilnya sambil merengek kepada mamanya. "Mama, Pis."

Melihat anaknya terus merengek dengan mata sedikit berkaca-kaca, akhirnya Rani pun mengalah. Kemudian ia mengeluarkan uang lembar lima ribu rupiah dari saku bajunya dan diserahkan pada Ari. "Tapi abis makan permen, Abang makan nasi ya?"

Ari mengangguk kemudian mengacungkan uang yang sedang dipegangnya ke hadapan Rani. "Mama, uangnya gak mau yang ini. Mau yang putih."

Rani menggeleng. "Uang dua ribuannya udah abis."

Ari menatap mamanya tidak percaya lalu mengembalikan uang tersebut. "Uang Mama abis?" tanyanya.

"Nggak, kok. Mama cuma  gak punya uang yang warna putih." Rani tersenyum sembari membelai pipi Ari. Anaknya itu belum tau nominal uang lainnya selain uang berwarna putih yaitu dua ribu rupiah dan uang logam. Jadi Ari tidak mau menerima uang selain uang-uang tersebut. "Abang beli permennya pakai uang ini aja."

Ari mengangguk. "Uangnya kembalian gak, Ma?" tanyanya kemudian.

"Nggak. Kasih aja semuanya sama mamang permen kapas."

"Iya," jawab Ari semangat. Tapi saat dia akan bersiap berlari, tangannya ditahan mamanya. Membuat dia kembali menoleh.

"Kalau mamang permen kapasnya udah pergi, jangan dikejar, ya? Abang balik lagi aja ke rumah, nanti biar Mama yang panggilin," pesan Rani.

"Iya, kalau dikejal nanti Buno ngikut ya, Ma?"

"Iya, nanti Abang dikejar sama Bruno." Bruno itu anjing peliharaan tetangga mereka yang hobi mengikuti orang.

Ari mengangguk lagi lalu berlari ke luar rumah sambil berteriak memanggil si penjual permen kapas. "Mamang kapas!"

Mamang permen kapas yang sudah bersiap melajukan sepedanya terpaksa berhenti kembali saat mendengar Ari memanggilnya dari teras rumah.

"Mamang sini!"

Mamang permen kapas memasukan sepedanya ke pekarangan rumah itu.

"Mamang beli," ucap Ari, memberikan uang yang dipegangnya pada si Mamang. "Kata Mama, uangnya gak kembalian."

Mamang permen kapas tersenyum sambil menyerahkan satu buah permen kapas pada pelanggan kecilnya ini. "Makasih, ya."

"Iya." Ari memegang permen kapas itu dengan kedua tangannya, dia tidak langsung kembali masuk ke rumah seperti permintaan mamanya. Mata beningnya malah menilik pada jempol kaki  Mamang permen kapas yang dibalut plester, selain itu dia juga melihat sandal jepit yang dikenakan si mamang permen kapas hampir putus. "Mamang," panggilnya.

Mamang permen kapas menoleh. "Kenapa?"

"Kakinya sakit?" tanya Ari langsung.

Mamang permen kapas menunduk, melihat pada jempol kakinya yang dibalut plester dan tali sandalnya yang hampir putus. Sambil tersenyum, mamang permen kapas pun mengangguk.

"Pulangnya jauh?" Ari bertanya lagi.

"Gak jauh, 'kan pakai sepeda," ujar mamang permen kapas, tanpa sadar dia terus-terusan tersenyum gemas melihat anak di depannya ini bertingkah seperti orang dewasa.

"Kakinya sakit?" tanya Ari lagi.

Mamang permen kapas mengangguk.

"Mamang?"

"Apa?" sahut mamang permen kapas.

"Mamang jangan pulang, ya? Tungguin."

Mamang permen kapas mengiyakan. Mungkin pelanggan kecilnya itu ingin membeli lagi permen kapasnya, makanya dia menyuruhnya untuk menunggu.

Ari langsung berlari kembali ke dalam rumah sambil berteriak memanggil mamanya seperti tadi.

"Apalagi sih, Bang?" tanya Rani, gemas. Pekerjaannya tak kunjung selesai karena Ari terus-terusan mengganggunya.

"Mama, itu." Ari berkata sambil terengah-engah akibat berlari.

"Itu apa?"

"Itu-- itu kakinya mamang kapas sakit," ucap Ari pada akhirnya. "Kakinya pakai pestel. Tlus sendalnya  putus."

Alis Rani bertaut, dia tidak mengerti apa yang sedang diucapkan anaknya ini. Yang ditangkapnya hanya, mamang kapas dan kakinya sakit.

"Mama ayo liat." Ari menarik paksa lengan mamanya.

Mau tidak mau Rani pun menurut lalu mengikuti Ari berjalan ke luar rumah. Saat sampai di teras, dia bisa melihat mamang permen kapas sedang berusaha membetulkan sandalnya yang hampir putus. Ternyata sandal tersebut memang sudah putus hanya saja mamang permen kapas mengakalinya dengan menusukan sebuah paku.

Melihat pemandangan itu membuat Rani terenyuh, kemudian dia berinisiatif untuk memberikan sandal yang sudah jarang dipakai suaminya kepada mamang permen kapas.

"Bang, ikut Mama yuk!"

Ari menurut lalu mengekori mamanya. Setelah sampai di dalam dia melihat mamanya mengambil sebuah sandal yang dia tahu milik papanya.

"Abang, kasihin ini ke mamang kapas ya?"

"Jangan, ini punya papa." Ari menggedikan bahu.

"Gak apa-apa. Nanti papa kita beliin lagi. Mamang kapasnya 'kan kasian, sandalnya putus terus kakinya sakit. Kalau Mamang kapas gak bisa pulang gimana?" Rani memelas ditambah dengan raut wajah sedih.

Ari berpikir sebentar, mamanya benar juga. Mamang kapas itu kasihan, tapi kalau dia memberikan sandal tersebut pada mamang kapas, itu artinya papanya tidak punya sandal lagi.

"Abang, please!"

Melihat mamanya memohon, membuat Ari tidak tega dan akhirnya dia mengangguk.

"Mamang kapas!" Ari berteriak sambil berlari memeluk sandal dan permen kapasnya keluar rumah. Setelah dia sampai di luar, dia buru-buru menghampiri mamang permen kapas dan menyerahkan sandal tersebut.

"Mama kasih ini."

Mamang permen kapas termenung sejenak sebelum menerima sandal itu. "Buat Mamang?" tanyanya.

Ari mengangguk mantap.

"Alhamdulillah," ujar mamang permen kapas karena merasa sudah ditolong.  Lalu dia mencabut satu permen kapas dan diberikannya pada Ari sebagai tanda terima kasihnya sambil mengelus kepala anak itu. "Terima kasih ya."

Ari tersenyum senang, sekarang dia memiliki dua permen kapas dalam pelukannya.

Rani yang melihat momen itu di ambang pintu hanya bisa tersenyum melihat mamang permen kapas yang merasa senang sambil terus mengucap syukur. Tetapi lebih dari itu, dia senang karena melihat anaknya sudah bisa menolong orang yang sedang mengalami kesulitan.

17.11.06















Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang