Akal-akalan Dhika.

27.6K 1.3K 36
                                    

Ari duduk menghadap tembok. Bermain sendiri di dalam kamarnya sambil menggulung-gulung kertas kado milik mamanya. Memukul-mukulkan benda tersebut pada tembok sambil bergumam kemudian tertawa senang setiap kali benda tersebut berbunyi saat mengenai tembok.

"Meow."

Pukulan pada tembok yang dilakukan Ari tiba-tiba terhenti. Kepalanya menoleh kemudian mendapati seekor kucing besar, mirip dengan Moli diam di belakang tubuhnya.

"Meow." Kucing tersebut lagi-lagi mengeong. Matanya menatap lurus pada Ari.

"Huh," gumam Ari, matanya membelalak lucu ketika mata kucing besar tersebut menatapnya tajam.

"Meow." Kemudian dalam gerakan pelan, kucing itu berdiri. Berjalan pelan menghampiri Ari.

Merasa terancam dan takut sekaligus, Ari mundur. Meski dengan susah payah karena ia belum  bisa bangun dan berlari. Jangankan berlari, berdiri sendiri pun ia belum bisa.

Matanya mulai berembun, hidungnya memerah, bibirnya pun berkedut bersiap menangis sekencang-kencangnya.

"Meow."

Ari menatap awas kucing besar tersebut. Tangannya sudah bersiap memegang erat kertas kado untuk dipukulkan pada kucing tersebut jika berani mendekatinya.

"Meow."

Jaraknya dengan Ari semakin dekat sekarang. Hanya membutuhkan satu langkah lagi, kucing besar itu sudah bisa naik ke pangkuan bocah berkaus kaki orange tersebut.

Ari semakin awas. Matanya semakin terbelalak. Jantungnya berdetak tidak keruan. Ingin mencari bantuan, tapi bantuan dari siapa. Dia sendiri di kamar seluas ini.

"Meow." Dalam sekali gerakan kucing itu meloncat lalu ....

" Dalam sekali gerakan kucing itu meloncat lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"MAMA!"

Ari menjerit  dengan sekuat tenaga yang ia miliki.  Napasnya berderu kasar. Matanya basah. Rambutnya acak-acakan dan juga kaos bergambar jerapah yang ia kenakan sudah tersingkap menampakan perut one pack nya.

Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri kemudian mencari-cari keberadaan kucing besar yang tadi akan menerkamnya. Tapi nihil. Kucing itu tidak ada di sudut manapun kamarnya ini.

"Mama," cicit Ari. Ia berguling ke kanan lalu tengkurap kemudian menungging, sebelum akhirnya bangun dan duduk.

"Ma," panggilnya lagi. Pandangan matanya sekarang berpendar mengitari kasur yang ia tiduri. Sepertinya ia sudah melupakan sesuatu. Yaitu; selembar kertas putih yang diberikan papanya sebagai pengganti jajannya yang batal, karena turun hujan.

"Ini." Ari tersenyum lebar. 'Si putih' itu ternyata berada tidak jauh darinya. Dengan gerakan cepat Ari pun mengambil kertas itu, menjiwirnya sambil turun dari kasur kemudian berjalan pelan keluar dari kamarnya.

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang