Nah loh!

26.1K 1.3K 88
                                    

Karena ditagih terus menerus, jam empat sore sebelum pulang, akhirnya Dhika pun mengajak Ari pergi ke toko akuarium yang terletak tak jauh dari bengkel, yang kebetulan juga menjual bermacam jenis ikan hias dan kura-kura.

"Papa naik mobil aja," ucap Ari saat Dhika menggendongnya untuk menyebrang jalan. Bocah itu menunjuk-nunjuk mobil milik papanya yang terparkir di depan pos security.

"Itu tokonya di depan sana, jalan kaki juga sampai," jawab Dhika setelah menyebrang sambil menunjuk toko yang dimaksudnya. "Kalau naik mobil susah parkirnya."

Ari tidak memberi respons. Bocah itu hanya menatap lurus ke arah toko yang ditunjuk papanya. Melihat akuarium-akuarium yang di pajang di depannya, juga gambar ikan dan kura-kura. "Papa ... Beli tultel-nya situ ya, Pa? Itu ada tultel-tultelnya."

"Iya." Dhika mengangguk dan langsung disambut Ari dengan tepuk tangan. "Tapi Abang bawa uang gak buat beli tultel-nya?" Dhika berhenti melangkah tepat di depan toko akuarium itu, membuat Ari langsung menatapnya.

"Uang putih-putih?"

"Iya. Yang tadi dikasih kakek," sahut Dhika dengan mimik wajah serius. "Kalau gak pake uang itu gak bisa beli."

"Ih." Ari membeliak. "Kata nenek juga uangnya Papa aja."

"Gak punya, Papa gak punya uang."

Ari menautkan alisnya. Dia mengingat kira-kira di manakah tadi uang tersebut disimpan. "Papa?"

"Apa?"

"Uangnya mana?"

"Lah, mana Papa tahu, kan tadi pagi dipegang Abang."

"Simpan mama gak?"

"Gak tahu." Dhika menggeleng.

"Gak tahu, gak tahu aja," protes Ari, kesal.

Melihat kemarahan Ari sudah mulai terpancing, Dhika pun akhirnya melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko sambil tersenyum. "Ya udah pinjem dulu aja uangnya sama Papa. Nanti di rumah bayar ya?"

Dahi Ari mengerut. Pinjam dan bayar itu apa? Tapi --- apapun itu biarlah yang penting ia dibelikan kura-kura dulu. "Nanti lumah ya, Pa?"

"Janji ya? Kalau nggak nanti pipi Abang, Papa makan gigit-gigit," ucap Dhika, gemas.

Ari bergidik, sebelum akhirnya mengangguk.

Setibanya di dalam toko yang hampir semua dindingnya ditempeli gambar-gambar ekosistem laut, Dhika langsung membawa Ari yang masih digendongnya itu ke tempat jajaran box yang dinamai 'Bayi kura-kura'.

Dia sengaja tidak membawa Ari melewati ruangan sebelahnya yang digunakan sebagai tempat penyimpanan ikan hias, sebab dia khawatir nantinya selain ingin membeli kura-kura, Ari juga jadi ingin membeli ikan. Mending kalau ikan yang ingin dibelinya  itu ikan biasa yang murah, bagaimana jika yang dilihatnya adalah ikan pappermint angelfish yang seharga mobil itu.

Yang pasti bisa bangkrut lah Dhika.

"Papa itu apa?" tanya Ari sebelum Dhika memperlihatkan apa yang ada di dalam box-box itu.

"Apa ya?" Dhika sengaja balik bertanya sambil berjalan pelan ke arah box-box itu.

"ih ...." Mata Ari membola. "Ih itu tultel! Papa ... Itu tultel!" Bocah itu langsung berteriak heboh, tepuk tangan dan menggoyang-goyangkan tubuhnya saat melihat apa isi dari box tersebut. "Mau, Abang mau beli."

"Tapi ini gak bisa dibeli." Dhika tersenyum. Hasrat ingin menggoda itu tumbuh lagi, terlebih saat melihat Ari yang begitu kegirangan. "Cuma boleh dilihat aja."

Tak habis akal, Ari mengedarkan pandangannya lalu menunjuk seorang lelaki yang sedang membersihkan box berisi kura-kura di ujung kanan ruangan. "Itu om-nya ada, bisa beli."

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang