Papa lagi, Papa lagi

28.7K 1.3K 54
                                    

Ari berkaca di cermin yang berada di kamarnya, setelah dirasa rambutnya yang basah sudah rapi, dia memakai topi, berlari keluar menorobos pintu kamar yang terbuka kemudian merangkak naik ke atas ranjang. Memeluk Rani yang sedang berdandan dari belakang.

"Abang ... diem." Rani memperingatkan sambil memoleskan eye shadow.

"Mama ... Jino kapan datang?" Seolah tidak mendengar peringatan dari Rani, Ari tetap melingkarkan lengannya di leher Rani. Menanyakan tentang kedatangan saudara sepupunya yang lain.

"Nanti siang, Tante Windanya nungguin Mas Atha sama Mas Zio pulang sekolah dulu."

"Ih lama ...."

"Nggak, Abang tungguin aja dulu sambil main."

"Lual? Sama Ceci boleh?"

Rani menggeleng. "Abang 'kan udah mandi, udah ganteng, udah wangi. Kalau main sama Ceci nanti dia pup, terus Abang bau lagi deh. Lagian Cecinya juga lagi belajar berenang. Sama Moli aja."

"Gak mau." Ari menggelengkan kepalanya dua kali. "Molinya gak boleh lual, nanti nakalin kucing besal. Nanti takut sama Buno."

"Ya udah deh terserah Abang aja mau sambil ngapain," jawab Rani, lalu memoleskan lipstick berwarna pink dusty di bibirnya.

"Tunggunya lual mana, Ma?"

"Luar angkasa." Rani terkikik geli kemudian memastikan dulu kalau lipsticknya sudah terpoles rata di bibirnya sebelum lanjut berbicara. "Di teras aja. Ntar kalau Tantenya udah datang, Abang kasih tahu Mama."

"Sama papa, kasih tau gak?" Ari melepas lingkaran lengannya. Berpindah ke samping Rani kemudian menatap wajah mamanya itu dari dekat. "Mama kenapa pake itu?" tanyanya saat melihat Rani mengaplikasikan maskara. Mulutnya ikut menganga kala Rani mulai menyisir kedua bulu matanya ke atas hingga lentik. "Sakit gak, Ma?"

"Nggak dong, kan pelan-pelan."

"Matanya nanti pengin nangis, gak?"

Rani menggeleng.

"Nanti Abang pinjem boleh?"

"Gak boleh."

"Kalau itu?" Ari menunjuk lipstick berwarna merah. "Mama pis."

"Anak cowok gak boleh main gituan." Rani mendelik seraya merapikan perlengkapan make-upnya ke dalam box khusus. Kemudian menyimpannya di atas meja rias. Terakhir kali dia menyimpannya sembarangan, lipstick Chanel hadiah dari mertuanya hampir habis dipakai Ari menggambari Gogo.

"Kalo cowok mainnya apa, Ma?"

"Anak cowok mainnya kaya papa."

"Sepis-sepis? Mukanya, tangannya item-item?" ucap Ari, mata beningnya membeliak.

Rani mengangguk.

"Ih jelek," kata Ari sambil bergidik, "jelek-jelek kaya papa."

"Hush. Nanti papa denger coba." Rani tersenyum mengacungkan jari telunjuknya sambil menunjuk pintu kamar mandi. "Nanti papa nangis kalau Abang katain jelek."

"Hah?" Kepala Ari mendongak. Matanya berkedip sekali, duakali kemudian bocah itu menungging, merangkak turun dari ranjang, berlari kecil ke arah kamar mandi.

"Jangan, Bang, papanya lagi mandi dulu."

Ari tidak memedulikan peringatan dari Rani, ia malah semakin semangat berlari ke kamar mandi kemudian membuka pintunya.

"Abang!"

Rani menutup kuping mendengar pekikan dari Dhika. "Bukan salah Abang, ya. Salah kamu sendiri kalau mandi pintunya gak dikunci," teriak Rani.

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang