Astaghfirullah.

26.8K 1.4K 88
                                    

Sembari memeluk kantung kresek berisi Kinderjoy yang sengaja dibekalkan mamanya dari rumah, Ari duduk nyaman di pangkuan Ditya.

Bola matanya bergulir ke kiri dan kanan memperhatikan apapun yang dilewatinya. Tak jarang pula dari mulutnya keluar seruan kagum saat melihat sesuatu yang aneh ataupun belum pernah dia lihat sebelumnya.

"Bang, ini bawa apaan sih?" Ditya memegang kantong kresek yang dipeluk Ari, sambil mengintip isinya. Lama-lama dia gatal juga karena sedari tadi tidak mengusili keponakannya itu "Bagi dong."

Ari mendongak sejenak, sebelum akhirnya membuka kantong itu lebih lebar. "Ini kidejoy, beliin mama sana jauh. Kata mama buat Abang aja gak boleh bagi-bagi."

Ditya mendengus. "Dasar pelit! Lagian itu sih bukan kinderjoy. Tapi telur gajah."

Ari membeliak. Jelas-jelas yang dipeluknya itu Kinderjoy bukan telur gajah. "Bukan! Kidejoy kata mama juga."

"Iya ... Kinderjoy itu telor gajah."

Kedua alis Ari bertaut. "Ih bukan. Gajah gak telol-telol."

"Kata siapa?" tanya Ditya iseng. "Gajah itu bertelur, dan ini telurnya."

Adiwangsa yang sedari tadi fokus menyetir akhirnya ikut menyahuti. "Tuh dibanding Om Ditya, Abang lebih pinter. Gajah 'kan gak bertelur ya?"

"Iya," jawab Ari.

"Terus kalau yang bertelur itu apa dong?" tanya Ditya.

"Cicak!"

"Masa? Emang Abang tahu telur cicak kaya gimana?"

Ari manggut-manggut. "Ada yang ijo-ijo sama kuning-kuning. Abang pagi-pagi belinya sama mama di Mamang sayuy."

Ditya dan Adiwangsa kompak berdecak lalu mengatakan, "Itu sih bukan telur cicak tapi telur Mamang sayur."

Kaget mendengar kedua orang dewasa di dekatnya berbicara bersamaan, Ari langsung  menutup kupingnya. "Ih --- blisik aja," ucapnya. Namun sejurus kemudian malah dia yang justru mengangetkan om dan kakeknya."Kakek! Sini nih, Abang penah sini sama mama sama papa!" teriaknya, heboh.

"Ke mana?" Adiwangsa menoleh ke mana telunjuk cucunya itu mengara. Yang tiada lain bangunan pertokoan yang di bagian depan gedungnya di namai 'The Children Place'. "Ngapain ke sana?" Kendati tahu jika tempat tersebut adalah toko pakaian anak-anak tapi Adiwangsa tetap ingin bertanya.

"Beli baju. Sama mama sama papa. Anak kecil banyak di sana." Ari bercerita dengan hebohnya.

"Oh gitu. Kok Kakek gak tahu, ya?"

"Kakek mau sana gak?"

"Mau dong."

"Nanti ya, sama Abang sana. Sama nenek sama oma sama mama sama papa sama --- Tata sama Tante sama Nana sama Alif sama --- Om Isnu sama ---."

"Om gak diajak?" Merasa tak disebut-sebut, Ditya langsung memprotes. "Masa tetangga aja yang diajak, terus Om nggak."

Ari mendongak. Menatap wajah omnya itu sambil tersenyum. "Iya, nanti ajak juga. Tapinya jangan nakal, ya?"

"Siap Boss!" balas Ditya sambil mengeratkan pelukan tangannya ke perut Ari.

Karena terus mengobrol ini itu, tanpa terasa mobil yang membawa mereka pun sampai ke bengkel milik Dhika. Tidak langsung masuk ke area parkir, Adiwangsa memilih menghentikan mobil yang dikendarainya tersebut di depan pos security terlebih dahulu sekalian untuk melapor kalau dia ingin menemui si empunya bengkel.

"Selamat siang. Ada yang bisa kami bantu." Seorang security berjalan menghampiri mobil, namun begitu Adiwangsa membuka setengah jendelanya, security itu langsung tersenyum. "Oh Bapak Adi," ucapnya, tersipu.

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang