Cuci sepatu.

34.1K 1.9K 23
                                    

Dhika belum pernah merasakan tidur nyenyak dan setenang ini di siang hari. Biasanya akan selalu saja ada gangguan-gangguan dari anaknya, entah itu berupa teriakan, tangisan, ataupun ocehan yang membuatnya susah untuk terlelap. Terlebih jika mereka ditinggalkan hanya berdua saja di rumah seperti sekarang.

Siang ini tumben sekali Ari tenang, menonton salah satu film kartun favoritnya, sambil duduk di atas karpet memeluk si Moli yang tampak merasa sangat tidak nyaman. Tapi itu tadi sebelum Dhika membaringkan tubuhnya di atas sofa setelah menyiapkan perlengkapan yang akan dikenakannya untuk meeting dengan investor nanti malam.

Dhika membuka sebelah matanya hanya untuk memastikan anaknya itu masih duduk di sana karena telinganya tidak lagi  mendengar suara celoteh pelan Ari yang mengajak ngobrol Moli.

Tubuh Dhika langsung duduk tegak dari pembarigannya. Ari tidak ada di sana, hanya ada Moli yang bergulung nyaman di atas bantal sapi milik Ari.

"Bang ...," panggil Dhika parau, "Bang."

Tidak ada sahutan. Dhika berjalan agak cepat ke arah dapur, tangga, garasi, halaman belakang dan kamar Ari, tapi anak itu tetap tidak ada.

"Bang." Dhika kini mencoba masuk ke kamarnya sendiri hanya untuk mengecek mungkin Ari masuk ke sana.

Suara air mengucur masuk ke pendengaran Dhika bercampur dengan harum khas shampo yang tercium oleh hidungnya menuntun Dhika untuk melangkah lebih jauh ke bagian dalam kamar; kamar mandi.

"Abang, lagi ngapain?"

Dhika melihat botol shampo yang tergeletak di lantai dan tangan Ari yang sudah penuh oleh busa shampo.

"Abang."

"Lagi cuci sepatu," jawabnya.

Mata Dhika terbelalak tidak percaya, dia mengusap wajahnya kasar lalu mengembuskan napas. "Itu kan sepatu Papa, mau di pakai sekarang," ucap Dhika, memelas. Sepatu yang sudah disemir mengkilap dan akan digunakannya nanti malam sudah basah dan dipenuhi busa dari shampo.

"Hah? Tapi cuci dulu kata mama." Mata Ari berbinar senang, menunjukan hasil kerjanya pada papanya yang berdiri berkacak pinggang.

Dhika dilema, ingin marah tapi tidak tega, tidak marah tapi kesal. Dhika menarik napas lalu berjongkok di samping Ari.

"Terima kasih ya, udah cuciin sepatu Papa," ucapnya sambil mengelus kepala Ari. Meski tetap hatinya merasa kesal tapi dia harus mengalah.

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang