Judulnya tentuin sendiri.

27.9K 1.4K 137
                                    


Lho, Thor kok judulnya gitu?

Jujur aku bingung mau kasih judulnya apa 😂

》》》》

Bibir sewarna cerry itu sesekali mengerucut, sedetik kemudian mencebik lalu mengerucut lagi. Terus saja seperti itu selama si mpunya sibuk menarik-narik gulungan tali rapia yang menggulung pada roda ban mobilnya.

Sudah hampir setengah jam, Ari melakukan itu. Mengakali supaya gulungan tali rapia yang melilit pada ban mobilnya terlepas. Gara-gara benda tersebut, Gogo, mobil-mobilan kesayangannya itu tidak bisa melaju. Salah satu rodanya jadi tidak berfungsi.

"Ih ... susah," keluhnya. Merasa gereget sendiri melihat lilitan tali berwarna merah muda itu gagal ia lepaskan. Padahal dia sudah melakukan bermacam cara, dari menggulingkan mobil itu kemudian mendorongnya bolak -balik. Hingga mengeluarkan semua perkakas bengkelnya, hanya untuk bisa membuat mobilnya bagus kembali.

"Susah - susah - susah." Ari bangun dari posisi terngkurapnya lantas berdiri kemudian berjalan sambil menghentak-hentakan kakinya pada lantai garasi. "Halus sepis Papa," gerutunya sambil berjalan menapaki dua buah anak tangga di teras menuju pintu dapur guna mencari keberadaan mamanya.

Begitu Ari memasuki bagian dalam dapur. Dia langsung mencari keberadaan mamanya yang ternyata sedang duduk di depan meja sambil memotong brokoli. "Mama," panggilnya sambil mendekat ke arah Rani. "Mama mau apa?" tanyannya penasaran. Lalu berjinjit, melihat ke atas meja. "Mau masak?"

"Iya." Rani mengangguk. "Abang mau apa? Mau makan?" tanyanya, lembut.

Ari menggeleng.

"Mau bantuin Mama, potong- potong?'"

Ari menggeleng lagi. "Mama ...."

"Apa?"

"Gogonya gak bisa jalan," kata Ari. Kepalanya mendongak. Matanya menatap penuh harap. "Halus sepis."

"Ya servis dong, Abang 'kan bisa."

"Gak bisa," balas Ari, "susah ...."

Rani tersenyum. "Nanti Mama guntingin talinya. Sekarang mau masak dulu. Abang tungguin ya?"

Bahu Ari mnengerdik sebagai jawaban 'tidak mau'. "Sepisnya mau sama papa."

"Papanya 'kan lagi kerja."

Ari menunduk. Tangannya memelintir ujung kaos berwarna biru sedang ia kenakan. "Pulang lama gak?"

"Gak. Nanti jam lima pulangnya."

"Ih ... masih lama." Ari menghentak-hentakan kaki sambil sedikit merengek.

"Gak lama kok, sebentar lagi. Sekarang udah jam setengah lima," balas Rani seraya menghentikan pekerjaannya kemudian mengelus punggung Ari. "Abang tunggu aja sebentar."

"Gak mau," sahut Ari ketus. Matanya sudah mulai memanas. Mendengar pemberitahuan dari Rani membuatnya merasa kesal seketika. Karena itu artinya dia harus menunggu agak lama untuk bisa kembali memainkan mobilnya.

"Ya udah - ya udah. Mama telepon Papa. Tapi Abang yang ngomongnya ya?" Setelah melihat Ari mengangguk. Rani pun bergegas bangun dari duduknya kemudian membasuh tangan lalu merogoh ponsel dari saku celana.

"Nih." Rani segera memberikan ponselnya pada Ari, sesaat setelah sambungan telepon dengan Dhika terhubung.

"Papa ...."

"Kenapa, Bang?"

"Gogonya gak bisa jalan. Lodanya ada tali."

"Loh, kok bisa?"

Ari menghela napas. Kemudian berjalan ke arah garasi sambil memegang ponsel dengan kedua tangannya. Diiringi senyuman geli dari Rani.

"Tuh-tuh." Sesampainya di garasi, Ari langsung menunjuk-nunjuk ban mobilnya, seolah sedang menunjukan pada papanya melalui ponsel tersebut. "Abang 'kan main ke lumah Pak Katot. Tlus ada tali---"

"Pak Gatot," koreksi Dhika. "Terus?"

"Tlus ... lodanya Abang iket-iket pake tali."

"Yeuh ...." Dari seberang telepon Dhika mencibir. Sedikit banyaknya dia paham dengan  maksud ucapan anaknya. "Pantesan gak bisa muter. Ya udah, minta Mama guntingin talinya."

"Gak mau. Halus sepisin Papa ke bengkel. Pake delek."

"Ya Allah. Kenapa mobilnya harus diderek segala sih Bang? Mobilnya 'kan kecil." Dhika meringis.

"Papa ...."

"Iya nanti sama Papa diservisin. Pas pulang kerja ya, Nak?" bujuk Dhika.

"Gak mau," dengus Ari, "sepis bengkel aja."

"Tapi 'kan sekarang Papanya masih kerja."

"Papa ... pis ...." Ari memelas. Tubuhnya bergerak tidak keruan. "Pis ...."

"Iya-iya," sahut Dhika pada akhirnya. "Sekarang kasihin dulu hapenya sama mama."

Ari mengangguk. Dengan riang dia berlari masuk ke dapur kemudian menyerahkan ponsel yang dipegangnya kepada Rani. "Nih."

"Iya, Yank. Kenapa?" tanya Rani.

"Yank-yank-yank." Ari tergelak meniru ucapan mamanya.

"Nanti Pak Sobar ke situ bawa mobil derek."

"Buat apa?" Alis Rani bertaut. Dia merasa bingung karena tiba-tiba Dhika berkata seperti itu.

"Bawa mobil Abang ke bengkel. Daripada nanti dia nangis gara-gara mobilnya gak bisa jalan. Kamu juga yang pusing nantinya."

"Oh. Mobilnya Abang." Mata Rani melirik ke arah Ari yang sedang berjinjit, berpegang pada pinggiran meja. Menguping pembicaraan.

"Paling seperempat jam lagi Pak Sobar ke situ."

"Iya. Ya udah lanjut kerja sana," balas Rani. Sambungan telepon pun terputus. "Abang, Gogonya bawa ke depan gih. Nanti Pak Sobar ke sini mau dibawa pake mobil derek," perintahnya kemudian.

Ari pun menurut. Dengan senang hati dia kembali ke garasi untuk mendorong Gogo menuju gerbang.

***

Seperempat jam kemudian Pak Sobar datang membawa mobil derek.  "Mobil yang mau didereknya mana, Bu?" tanyanya pada Rani yang sedang berdiri di gerbang bersama Ari.

"Ini." Itu Ari yang bersuara seraya menunjuk mobilnya. "Ini Gogonya gak bisa jalan."

Pak Sobar melongo. Menganga tidak percaya melihat mobil yang harus didereknya. Tapi berhubung ini perintah bosnya, dia pun akhirnya mengangkat mobil mainan tersebut.

"Nanti sepisin Papa ya," pesan Ari seraya mengekori Pak Sobar. Lalu berdiri di samping mobil sambil memperhatikan Gogo sebelum mobil tersebut dibawa pergi.

"Maaf ya Pak, ngerepotin," ucap Rani.

"Ya, Bu gak apa-apa," balas Pak Sobar seraya tersenyum. Kemudian masuk ke dalam mobil.

"Gogo dadah." Ari melambaikan tangan. Senyuman lebarnya mengiringi kepergian Gogo menuju bengkel.

 Senyuman lebarnya mengiringi kepergian Gogo menuju bengkel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

18.01.25

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang