salah taktik. (diprivat)

27.5K 1.4K 25
                                    

Sambil duduk santai di atas undakan tangga teras halaman belakang, Dhika menopang dagu memperhatikan anaknya yang sedang bermain air dari keran bersama Moli dan Ceci.

"Bang ... mainnya udahan yuk!" bujuk Dhika. Lama kelamaan dia merasa bosan juga hanya menjadi penonton dari drama yang dibuat Ari bersama dua peliharaannya.

"Cecinya masih mau main," sahut Ari sambil mengisi 'kolam' Ceci dengan air keran yang diambilnya menggunakan ember mainan.

"Tapi bajunya Abang udah basah gitu." Dhika berdiri kemudian berjalan mendekati Ari. Berjongkok di samping anak itu. "Mainnya di dalam aja yuk!"

"Cecinya gak boleh main di dalam." Ari mengangkat Ceci ke pangkuannya kemudian meletakan unggas tersebut di atas 'kolam'nya. "Kata mama nanti pup."

Dhika mengangguk paham sambil berpikir. Mencari rayuan lain. "Main airnya sambil mandi aja gimana?"

Seolah tidak mendengar papanya berbicara, Ari malah asik menyendok tanah liat menggunakan skop mainan ke atas truk kecil. "Mau bikin lumah dulu," ujarnya.

"Rumah apaan? Rumah semut?" tanya Dhika, "mandi aja yuk. Ganti bajunya."

"Nanti aja jam tiga." Ari menepuk-nepukan kedua telapak tangannya yang kotor lantas berdiri kemudian menarik truk kecil ke sudut halaman.

Dhika berdiri. Mengikuti Ari ke sudut halaman. "Jam tiga gimana? Sekarang aja udah jam empat kurang."

Ari tidak menyahuti. Sekarang dia sibuk mencetak tanah liat yang dibawanya tadi menyerupai rumah. "Ini halus pake ail ya, Pa?"

"Iya," jawab Dhika, agak kesal. "Mandi yuk, Bang. Nanti kuman di tanahnya pada masuk ke badan Abang. Terus gatel-gatel. Iih ...." Dhika bergidik.

"Mandinya nanti sama mama."

Dhika memutar bola matanya malas. Rupanya Ari pintar mengeles sekarang. "Mamanya lagi tidur. Mandinya sama Papa aja."

"Lagi salat." Ari mengedikan bahu. "Mandinya nanti kalau udah gelap. Udah malem."

"Ya udah, kalau gak mau mandi sekarang Papa mau jalan-jalan sama Moli aja." Dhika memangku Moli yang diam di sampingnya kemudian membalikan badan, berpura-pura akan masuk ke dalam rumah meninggalkan Ari.

Tapi Ari, anak itu bahkan tidak tergubris sama sekali melihatnya. Dia malah diam kemudian melanjutkan kesibukannya lagi. Mencetak rumah-rumahan.

Dhika berbalik. "Abang ... ayo."

"Gak mau!"

"Abang ...." Rani berdiri di ambang pintu memanggil Ari sambil melambaikan tangan. "Mandi yuk, Bang." Rupanya sejak tadi perempuan itu mengintip dari dalam rumah melalui jendela. Tepatnya setelah ia selesai salat dan tidak menemukan keberadaan anak dan suaminya di manapun.

"Udah aku ajak juga tetep aja gak mau." Dhika menggerutu.

"Abang ...." panggil Rani, lagi. Mengabaikan gerutuan suaminya sambil berjalan menghampiri Ari. " Mandi yuk. Sambil cuci mobil-mobilan."

Ari menoleh dengan semangat. "Ayo. Pake sabun ya, Ma?"

"Iya dong." Rani berjongkok.

"Ayo-ayo," jawab Ari semangat seraya melingkarkan tangan pada leher mamanya. "Ayo Ma."

Dhika menatap tidak percaya. Bagaimana bisa istrinya bisa semudah itu membujuk Ari. Sementara dirinya harus berjuang terlebih dahulu.

Rani mengangguk. Setelah menggendong Ari ia pun bergegas berdiri sambil berjalan santai melewati Dhika. "Ngajaknya udah bener, tapi taktiknya salah," ujarnya sambil tersenyum senang.

18.01.18

18

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang