"Mama- Mama, Tantenya datang, Mama!" Ari menjerit heboh, berlari dari teras secepat yang ia bisa ke dalam rumah mencari keberadaan mamanya. "Mama!"
"Apa, apa, apa?" Rani keluar dari kamarnya. "Kenapa?"
"Tantenya tuh." Tangan Rani langsung dituntun Ari, berjalan ke teras. "Mama cepet-cepet, tante tuh udah datang. Papanya bukain gebang."
Rani manggut-manggut sambil mengekori Ari. Sesampainya di teras, ternyata Winda dan suaminya-Alwi sudah turun dari mobil. Winda menggendong Genoa, anak bungsunya yang masih bayi, sementara Alwi menuntun si kembar, Atalanta dan Lazio.
"TANTE ...." Suara Ari, Ata juga Zio berpadu. Jika Ari berteriak ke arah Winda, maka Ata dan Zio, sebaliknya. Kedua bocah kembar identik itu berteriak ke arah Rani.
"Mas Zio, Mas Ata," seru Rani antusias, membuat kedua bocah berusia delapan tahun itu langsung berlari ke arahnya.
"Hai ganteng," sapa Winda dengan senyum mengembang. "Dek liat, Dek, ada Abang," ucapnya pada bayi berusia dua bulan digendongannya. Lalu perempuan itu berpelukkan dengan Rani.
"ARI ...." Ata dan Zio ikut bersuara, kompak menyebut nama Ari.
Mata bening si pemilik nama langsung menatap tajam ke arah Ata dan Zio bergantian dengan kedua alis bertaut, bingung. Otaknya tidak pernah habis pikir, bagaimana bisa ada dua orang dengan nama yang berbeda tapi memiliki wajah yang serupa.
"Mami, Arinya udah gede," seru Ata, si bocah dengan tas berwarna biru tua itu menghampiri Ari. Menangkup pipinya. "Pipinya lucu." Ata tergelak. "Kaya bakpau, putih-putih ngegelembung."
Ari diam, mengemut jari telunjuknya, sambil berpikir; yang berbicara padanya ini Ata ataukah Zio?
"Liatin Mas Ata nya kok sampai segitunya sih, Bang?" tanya Rani sambil mengusap kepala Ari. "Kenapa?"
"Kayaknya dia bingung." Alwi, ayah dari si kembar membuka suara sambil tersenyum. "Bingung ya, Bang, liatnya?"
Ari mengangguk samar, membuat orang-orang disekitarnya langsung tertawa.
"Ini Mas Ata." Ata menepuk dada kemudian menunjuk kembarannya yang sedang diam di samping Rani. "Itu Mas Zio. Dan ini ---." Ata menunjuk adik bayinya. "Ini Jeno."
Kali itu Ari langsung menoleh ke arah Winda. Melepas kemutan jarinya lalu menepuk-nepuk kaki Genoa. "Ini Jino. Bebi Jino."
Ata dan Zio kompak tergelak. "Bukan Jino, tapi Jeno. Je-no," ucap Ata, gemas.
"Jino. Ini Jino-Jino," balas Ari seraya memegang sebelah kaki Genoa yang terjuntai.
"Jeno, Ari." Zio ikut bersuara. "Pake E, bukan I."
"Udah-udah. Ari nya 'kan belum ngerti, Mas." Winda menengahi sambil tersenyum ke arah Ari.
"Kok malah pada ribut di sini sih?" Dhika muncul di tengah mereka usai menutup gerbang. "Kenapa gak di ajak masuk ke dalam, Bang?" tanyanya seraya mengusap kepala Ari.
Ari mendongak menatap papanya sejenak, setelah itu dia meraih tangan Winda. "Tante masuk sana!" ucapnya.
"Lho kok bilangnya gitu sih?" Sebelah alis Dhika terangkat.
Sementara Winda juga Alwi hanya bisa menertawakan tingkah Ari itu.
"Biarinlah, Dhik, namanya juga anak-anak. Ata sama Zio yang udah gede aja kadang masih suka gitu," ucap Alwi, "yang penting kan maksud dia itu baik."
Dhika manggut-manggut, mengiakan ucapan Alwi. Setelah itu dia pun mempersilahkan keluarga dari kakak sepupu Rani itu masuk ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam, Ari langsung berlari ke ruangan tempat mainannya disimpan bersama Ata dan Zio. Bocah itu ingin menunjukkan semua mainan yang dimilikinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby boy
Truyện Ngắn(Sebagian diprivat) Amazing and cute cover by Syabilladhani @indievidu ?? What's wrong? side story.