Sesekali Ari menguap sambil mengucek mata, sesekali juga ia melirik ke arah dapur untuk melihat mamanya yang tengah sibuk memasak sarapan. Sementara dirinya dibiarkan duduk sendiri menonton televisi.
"Abang. Abang ada?" Suara Rani dari arah dapur memanggil untuk memastikan. "Abang ada gak?"
"Ada." Ari menyahuti dengan suara lantang. "Mama ... Abang ada," ucapnya lagi.
"Abang tungguin di situ ya, Nak. Sebentar lagi Mama selesai."
"Iya."
"Pinter."
Ari menguap lagi, sekarang matanya mengedar mencari keberadaan papanya. Biasanya saat bangun, papanya itu akan selalu ada di sampingnya, kemudian mengajaknya untuk menunaikan salat subuh berjamaah di mesjid yang terletak tidak jauh dari rumah. Tetapi, sosok itu sekarang tidak ada, entah pergi ke mana.
"Mama," panggil Ari.
"Apa?"
"Mama, papa mana?"
"Papa lagi salat di mesjid."
Mata Ari terbelalak, kaget. Jadi, papanya tidak ada karena sudah pergi ke mesjid? Kenapa tidak mengajaknya?
"Mama," panggilnya lagi.
"Apalagi?"
"Mau lual."
Tidak ada sahutan, Ari turun dari sofa lalu mengambil sandal hitam miliknya kemudian diletakan di atas sofa sambil menunggu jawaban dari mamanya.
Tetapi hingga beberapa menit berselang, mamanya tidak kunjung menjawab. Akhirnya Ari pun memutuskan untuk berjalan ke arah dapur, menuntut jawaban secara langsung.
"Mama."
"Apa, Bang?" Rani menoleh.
"Mama, mau lual boleh?" Ari tertahan di ambang pintu, menyandarkan tubuhnya di sana.
"Jangan ke luar, masih gelap."
"Mama, ih. Dikit aja."
"Sedikit gimana? Mau ke luar mana bisa sedikit-sedikit." Rani tersenyum geli sambil mengolesi roti dengan selai cokelat. "Abang diem aja sambil nonton tv, terus nanti makan roti."
"Mama, ih. Abang tuh mau salat." Ari merengut, sambil menghentakan kaki, dia kembali ke ruang keluarga lalu naik ke atas sofa dengan wajah tertekuk.
"Abang ... salatnya di rumah aja, nanti sama Mama," ucap Rani.
Ari diam.
"Abang makan roti dulu aja ya? Tadi katanya perutnya mau makan."
"Gak mau," sahut Ari, kesal. "Mau sama papa."
"Di luarnya masih gelap. Nyusul ke mesjidnya jauh. Sebentar lagi juga papa pulang." Rani muncul dari dapur membawa sepiring kecil roti yang sudah dipotong-potong. "Mending makan ini dulu," ucapnya sambil menyimpan wadah tersebut di samping Ari. "Salatnya nanti abis makan ini."
Ari tidak menoleh, dia tidak mengacuhkan mamanya yang ikut duduk di sofa.
"Nih. Bismillah ...." Rani menyodorkan sepotong roti kecil pada mulut Ari, tapi anak itu malah memalingkan wajah.
"Kenapa?"
Ari tidak menyahuti matanya menatap lurus ke arah televisi. Dia kesal.
"Bang?"
Ari masih tidak menjawab membuat Rani akhirnya mengerti jika anaknya ini sedang dalam mode merajuk karena tidak diizinkan menyusul Dhika dan ikut salat subuh berjamaah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby boy
Historia Corta(Sebagian diprivat) Amazing and cute cover by Syabilladhani @indievidu ?? What's wrong? side story.