Tante? (1)

31.4K 1.5K 34
                                    


"Mama, papa gak ikut?" Ari mendongak, melihat wajah Rani yang berjalan di sampingnya sambil menuntunnya erat.

"Papa 'kan kerja dulu. Nanti kalau kita udah selesai jalan-jalannya, papa jemput lagi ke sini." Rani menghentikan langkahnya, kemudian berjongkok di hadapan Ari. "Gendong yuk!"

Ari mengangguk, seraya melingkarkan lengannya pada leher Rani. "Ma?"

"Apa?"

"Kalau anak kecil gak boleh naik sini?" Ari menunjuk tangga berjalan yang akan ia lewati.

"Boleh, tapi kalau Abang harus digendong," ujar Rani.

"Nanti jatoh ya, Ma?" Dengan tangan mungilnya, Ari memegang pipi Rani, lembut. "Kalau jatoh nanti sakit ya?"

"Iya," sahut Rani, kemudian menurunkan lagi Ari dari gendongannya begitu dia sudah berpijak kembali pada lantai Mall. "Jalan lagi, ya?"

"Iya." Ari menjawab mantap sambil memegang tangan mamanya erat, jika dia tidak melakukan itu. Dia takut mamanya akan hilang di Mall yang luas ini. "Mama, kita mau beli mainan?"

"Nggak," jawab Rani, "mainan punya Abang 'kan udah banyak. Kalau beli lagi, entar ditaronya di mana?"

Bibir Ari mengerucut ketika mendengar jawaban itu. "Tapi mau beli mainan mobil, Ma. Satuuuuuuu ...."

Rani tergelak. Semakin bersemangat menggoda anaknya itu. "Kata papa, Abang beli sepatu aja supaya bisa dipake buat sekolah nanti, jangan beli mainan."

"Kata papa boleh beli mainan satu yang kecil-kecil." Ari memelas, memohon agar mamanya mau membelikannya mainan.

Sambil menadahkan telapak tangannya, Rani menoleh. "Uangnya mana?"

"Mama," cicit Ari, "pis ...."

Rani tidak mengangguk tidak juga menggeleng, dia hanya tersenyum, lalu menuntun Ari memasuki sebuah toko yang menjual bermacam jenis mainan. Tubuh Ari melonjak-lonjak sambil berjalan di sampingnya, mungkin ungkapan rasa senang anak itu karena keinginannya terkabulkan. Lagi pula, ini adalah bagian dari janjinya saat Ari tengah dirawat di rumah sakit, kalau ia akan mengajak Ari berjalan-jalan dan membeli mainan jika sudah sembuh.

Begitu memasuki ke bagian dalam bangunan toko, Rani pasrah saja membiarkan Ari menyeret tangannya menyusuri rak demi rak yang dipenuhi dengan bermacam-macam mainan. Sering diajak oleh Dhika ke sini, membuat anaknya itu seakan sudah menghapal seluk beluk toko ini.

"Mama di sini." Ari berjalan mundur sambil menarik tangan mamanya menuju sebuah rak yang menyimpan mainan berbentuk mobil. "Di sini- di sin---"

'Bruk.'

"Abang! Makanya jalannya jangan mundur.Maaf ya, Mbak." Rani langsung berjongkok membantu Ari berdiri setelah meminta maaf pada seorang perempuan yang tadi tidak sengaja tertabrak oleh anaknya itu hingga barang yang di bawanya terjatuh.

"Gak apa-ap--- Mbak Rani?"

"Lho, Rahma?" ucap Rani,"kamu kok bisa di sini?"

"Aku lagi cuti, sekaligus minta izin mau lanjut---"

"Mama."

Rani dan Rahma sama-sama menoleh pada sosok kecil yang meminta perhatian dari Rani.

"Mama ayo!"

Seketika suasana mendadak terasa canggung, entah itu Rani ataupun Rahma keduanya sama-sama diam.

"Mama." Ari mulai merajuk kemudian memeluk leher Rani. "Mau beli mainan," ucapnya.

"Iya sebent--"

"Hei." Rahma berjongkok seraya tersenyum hangat pada Ari. Mata cantiknya sedikit berkilat ketika Ari balik menatapnya. Tetapi hanya sejenak, anak itu kembali menatap Rani sambil memeluk lehernya erat. "Namanya siapa?" tanya Rahma, basa-basi. Hanya ingin memancing anak di depannya itu supaya berbicara.

"Mama." Ari tidak menggubris malah memalingkan wajahnya.

"Itu ditanya juga." Dengan lembut, Rani melepas lengan Ari yang melingkar dilehernya. "Salim dulu, beli mainannya nanti," perintahnya.

Ari merengut tapi tak urung tetap menurut pada perintah Rani. Dia menyalami tangan Rahma sekilas. Tetapi matanya tetap tertuju pada Rani.

"Jangan manyun dong."

Meski merasa malu dan malas, Ari tetap memaksakan tersenyum pada perempuan yang tidak dikenalnya ini. Sembari memberikan tatapan bertanya. "Mama, mau bisik-bisik."

"Bisik-bisik apa?" Rani mendekatkan telinganya pada Ari.

"Itu siapa?" bisiknya.

Rani tersenyum, tidak langsung menjawab. Sejenak dia dilanda kebingungan, bingung harus menjelaskan dengan cara seperti apa pada anaknya ini. "Ini --- ma---"

"Ini Tante," sela Rahma.

Rani menoleh pada Rahma, dia tidak percaya kalau Rahma akan menyebut dirinya sendiri dengan sebutan itu. Tapi dia sendiri bingung harus mengenalkan Rahma dengan sebutan apa pada Ari, agar anak itu mengerti.

"Ini Ari, ya?" tanya Rahma.

Ari mengangguk. Sementara Rani hanya diam memperhatikan percakapan itu.

"Udah besar," Rahma tersenyum lantas membelai pipi Ari. "Makin cakep," pujinya. Mengamati tubuh Ari dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Ari tersenyum lagi. "Ini temennya mama?"

Rahma mengangguk, matanya agak berkaca-kaca. "Iya, temennya mama, jadi Tante temennya Ari juga."

"Emang kalau udah gede bisa temenan sama anak kecil?" tanyanya polos.

"Iya, bisa." Tangan Rahma beralih pada tangan Ari, menggenggam tangan kecil itu, erat kemudian mengecupnya. "Mau gak, main sama Tante?"

Ari mengedikan bahunya kemudian menggeleng. "Maunya sama mama."

Rahma menunduk. "Oh gitu, ya? Kalau Tante kasih mainan mau?"

Mata Ari berbinar, kemudian menoleh pada Rani meminta izin melalui matanya sebelum dia mengangguk.

"Tapi--" Rahma mengetukan jari pada dagunya. "Ari harus cium sama peluk Tante dulu, boleh?"






Tbc (maksudnya chapter ini ada 2 part, tapi nanti.) 😂

Yang udah baca What's Wrong pasti tau Rahma itu siapa? 😂

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang