cemburu.

49.9K 2.3K 21
                                    

Mata jernih Ari menatap awas pada seorang gadis kecil dengan rambut dikepang dua yang mengenakan dress berwarna biru muda bermotif polkadot itu. Tangan sebelah kirinya memeluk sebuah boneka unicorn, sedangkan tangan kanannya memegang tangan Rani erat.

Membuat Ari kesal melihatnya, dia tidak suka setiap kali melihat anak kecil itu menempel pada mama atau papanya. Tubuh Ari perlahan menempel pada dinding tembok di belakangnya saat dia melihat mamanya dan gadis kecil itu semakin mendekat ke arahnya. Tapi karena posisinya terhalang oleh sofa dan tubuhnya yang kecil . Jadi, Ari tidak terlihat oleh mamanya dan Hana

"Nah, Hana main dulu di sini ya sama Ari. Nanti, kalau mama Hana udah pulang, Hana pasti dijemput." Rani mengelus rambut panjang Hana yang dikepang dua, dan menyuruh anak kecil itu bermain di ruang keluarganya.

Hana mengangguk. "Tapi duduknya sama Ate, boleh?" tanyanya.

Rani tersenyum, dia duduk lalu membiarkan Hana duduk nyaman di pangkuannya. Rani sama sekali tidak sadar kalau ada seseorang yang memperhatikannya dengan tatapan awas. Dia malah semakin asik memangku Hana sambil menonton acara kartun di televisi.

Ari yang masih berdiri menyender pada dinding, persis seperti cicak. Semakin geram saat melihat kejadian itu . Wajahnya memerah dengan mata berkaca-kaca.  Kemudian. "Mama!" jeritnya.  Ari menghentakan kaki lalu berlari masuk ke kamarnya dan menutup pintu itu keras-keras sampai menimbulkan bunyi debuman.

☆☆☆☆

Rani dan Hana yang mendengar jeritan Ari dan bantingan pintu saling menatap satu sama lain. Keduanya berdiri lalu berjalan menuju kamar Ari yang terletak di sebelah kanan ruang keluarga.

"Abang?" panggil Rani sambil mengetuk pintu.

"Ai ...." Hana ikut memanggil nama Ari.

"Mama masuk ya?" Rani menempelkan jari telunjuknya di mulut sebagai isyarat untuk Hana agar tidak bersuara. Gadis kecil itu menurut, lalu mengekori Rani berjalan mengendap-ngendap.

Pemandangan pertama yang dilihat Rani adalah, Ari yang tidur menelungkup di kasurnya sambil terisak, membuat keningnya berkerut, aneh.

"Abang, kenapa?" Rani langsung duduk di kasur dengan bedcover nemo itu sambil mengusap rambut anaknya.

"Ai ... kenapa?" tanya Hana ikut-ikutan naik ke kasur. Tangan mungilnya menepuk-nepuk bokong Ari dengan sayang.

"Jangan nangis dong, malu tuh dilihatin Hana. Katanya, cowok gak boleh cengeng," goda Rani.

Bibir Rani melengkung ketika melihat Ari bergerak dan merubah posisinya menjadi telentang. Perlahan anak itu terbangun lalu memeluk tubuhnya erat.

"Ma--Mama jangan main sama Na -- na," ucapnya  tersedu.

Senyuman di wajah Rani semakin melebar. Apa Ari menangis karena cemburu melihatnya memangku Hana?

"Mama jangan main sama Nana," ulangnya.

Rani menghela nafas, tangan kanannya terangkat mengusap punggung Ari. "Kalau Hana gak main sama Mama, terus Hana main sama siapa dong? Mama sama papanya Hana gak ada loh. Nanti, kalau Hana main sendiri gimana? Terus, kalau ada yang nakal sama Hana gimana?"

Ari menatap wajah Rani dan Hana bergantian. Dia mengusap kasar mata sembabnya. Berpikir sejenak, lalu bergerak perlahan mendekati gadis kecil yang menatapnya dengan tatapan rasa bersalah.

Untuk beberapa detik Ari memperhatikan wajah gadis kecil itu mulai memerah karena takut. Tiba-tiba, tumbuh rasa kasihan di hatinya saat melihat itu. Pelan-pelan, jari-jarinya yang  kecil terangkat menyentuh kepala Hana, sayang.

"Nana boleh kok, main sama Mama. Jangan nangis ya? Nanti mamanya Nana pulang gak lama," ucapnya sambil tersenyum lebar.

Tawa Rani pecah seketika melihat kelakuan Ari saat menenangkan Hana, agar tidak menangis.



17.09.23





Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang