Cinta pada pandangan pertama.

31.9K 1.7K 69
                                    


"Assalamualaikum."

Dhika mendorong pelan pintu dapur yang tidak tertutup rapat dengan punggungnya karena kedua tanganya kerepotan membawa dus paket yang dikirim papinya untuk Ari.

Tumben sekali tidak ada yang menyambutnya sambil berlari dan bersorak kegirangan. Setelah memasuki ruang makan dan keluarga pun, dia tidak bisa menemukan keberadaan sosok itu. Hanya ada Moli yang sedang bersantai di atas sofa.

"Ran," panggilnya sambil berjalan menuju kamar dengan pintu bergambar jerapah setelah menaruh barang bawaannya di dekat sofa. "Ab--" Dhika langsung mengatupkan mulutnya ketika membuka pintu dan melihat Rani memberi isyarat dengan jari telunjuk di depan bibir. Ari sedang tidur ternyata, pantas saja rumah jadi sepi.

Takut mengganggu dan membuat anaknya terbangun, Dhika pun memilih keluar diikuti Rani di belakangnya.

"Tumben Abang baru tidur?" tanya Dhika saat mereka sudah berada di luar kamar.

"Udah dari 1 jam yang lalu sih, tapi kalau tidurnya gak kenyang nantinya rewel," ucap Rani sambil menyalami tangan suaminya. "Tumben juga kamu baru pulang? Padahal baru jam 3. Kamu mau langsung makan apa mau mandi dulu?"

"Nanti aja, masih kenyang abis makan ketoprak. Aku pulang lebih awal niatnya mau ngasih paket yang dikirim papi, tapi abangnya malah tidur."

"Paket apaan lagi?" Rani tersenyum, heran. Perasaan anaknya sering kali mendapat paket kiriman.

"Apalagi, paling isinya mainan atau nggak pakaian sama sepatu." Dhika berdiri di samping dus berukuran besar tersebut sambil menebak-nebak apa isi di dalamnya.

"Kalau pakaian atau sepatu, dusnya gak akan sebesar itu. Kayanya sih mainan atau jangan-jangan sepeda lagi?"  tebak Rani.

"Masa sepeda terus sih? Mudah-mudahan aja sekarang isinya uang."

Rani tergelak. "Dasar anak durhaka, ada juga kamu yang ngirim papi uang. Bukanya papi yang ngirim uang ke kamu," protesnya.

Merasa semakin penasaran Dhika pun akhirnya berjongkok lalu mulai membuka bungkusan itu dengan perlahan.

"Mama."

"Abang bangun." Rani langsung beranjak kembali ke kamar setelah mendengar anaknya merengek, membuat Dhika urung membuka bungkusan itu.

"Papa udah pulang." Rani berucap sambil menggendong Ari keluar dari kamar. "Tadi Abang 'kan nanyain papa terus, papa mana Ma? Papa pulangnya lama." Perempuan itu terus berceloteh meniru gaya bicara anaknya meski anaknya itu tidak merespon apapun.

Dhika otomatis merentangkan kedua tangannya lalu meminta Rani mebiarkannya untuk menggendong Ari yang sesekali masih menguap dengan rambut acak-acakan.

"Mama ambil susu cokelatnya dulu, ya?"

Ari mengangguk lalu menoleh. "Gak ngompol." Dia langsung mengadu dengan suaranya yang masih serak begitu sudah berada di gendongan papanya.

"Iya dong, Abang 'kan pinter ," puji Dhika sembari menciumi pipi anaknya yang tampak bersemu merah, entah karena digigit nyamuk atau karena tertindih ketika tidur.

"Tadi beli pelemen kapas banyak." Ari bercerita kembali perihal permen kapasnya dan mamang kapas.

Dhika hanya mengangguk -angguk sebagai respon karena dia sudah mendengar perihal cerita itu tadi dari istrinya via telepon. Tetapi berhubung suara Ari sudah menjadi candu baginya, jadi Dhika tidak pernah merasa bosan. Yang ada, dia ingin mendengarnya lagi dan lagi.

"Papa disisain gak permen kapasnya?"

Ari mengangguk, mantap. "Ada di sana." Telunjuk mungilnya menunjuk ke arah kamar.

Menuruti keinginan Ari, Dhika pun masuk ke dalam kamar milik anaknya. Di pojok ruangan di atas meja pendek, dia melihat permen kapas yang tersisa sedikit dan sudah layu. "Ini," tanyanya.

"Iya."

"Makasih, ya." Dhika melahap makanan manis yang tinggal sebesar ibu jarinya itu dan langsung lewat ke kerongkongan karena saking kecilnya. Tapi Dhika merasa permen tersebut sangat special, bukan karena rasanya melainkan karena orang yang memberikannya.

Ari tersenyum senang melihatnya. Besok dia akan membeli permen kapas lagi dan akan menyisakan untuk papanya sebesar itu lagi.

"Oh iya, Abang dapat kado lho dari kakek," ucap Dhika yang baru teringat lagi akan benda itu.

"Kakek pulang?" tanya Ari.

"Nggak, kakek kasih kado tapi dititipin ke Papa."

Alis Ari bertaut lucu, dia tidak paham akan ucapan papanya yang berbelit-belit.

"Mau liat gak?"

Ari mengangguk.

Tangan kecil Ari memegang botol susu bening itu dengan erat, dia duduk nyaman di sofa bersama Moli sambil mengawasi papa dan mamanya yang tengah sibuk membuka bungkusan besar.

"Ini isinya apa ya?" goda Rani.

"Wah," seru Dhika dan Rani bersamaan sampai membuat Ari terperanjat bukan karena melihat isi bungkusan tersebut, tapi karena ekspresi kaget mereka.

"Wah keren, aku waktu kecil belum pernah dikasih mainan kaya gini." Dhika berdecak kagum.

"Sama-sama sepeda. Tapi ini lebih keren dan helm-nya beda."

Ari turun perlahan dari atas sofa kemudian meletakan botol susunya begitu saja di sana dia merasa penasaran, sebenarnya apa isi dari bungkusan itu hingga mama-papanya berdecak kagum seperti itu.

Mata Ari langsung berbinar diiringi senyuman yang sangat manis melebihi manisnya permen kapas. Dia belum pernah melihat mainan ini, ini pertama kalinya.

"Wah, Abang dapat motor," seru Dhika ikut kegirangan.

Rani menuntun Ari agar lebih mendekat lalu membawa tangan mungil anak itu untuk menyentuh mainan barunya.

"Abang suka gak?" tanya Dhika.

Ari mengangguk, dia bingung harus mengatakan apa.

"Wah Abang sampe deg-degan," ujar Rani sambil terkikik ketika tangannya tidak sengaja meraba dada anak itu. "Abang lagi jatuh cinta kayanya."

"Cinta pada pandangan pertama," goda Dhika. "Ini sih fix, Abang gedenya akan jadi pembalap motogp."

Ari mengabaikan ucapan-ucapan itu, fokusnya sudah sepenuhnya tertuju pada mainan itu. Dia harus segera mencobanya. "Papa mau pake," ucapnya, mantap.

Tidak ingin membuat Ari menunggu, Dhika pun langsung memasangkan helm berwarna hitam itu ke kepala anaknya lalu mendudukan Ari di atasnya.



Tidak ingin membuat Ari menunggu, Dhika pun langsung memasangkan helm berwarna hitam itu ke kepala anaknya lalu mendudukan Ari di atasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


17.11.11

Ps.  Bang 😍 nanti malam jemput ke rumah ya 😂

Kayanya ini nih, ini yang jadi asal muasal kenapa anak ini pas gedenya suka banget sama moge. 😂

Baby boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang