"Ai … Ai … main yuk!" Suara Hana nyaring terdengar hingga ke dalam rumah. Tapi yang dipanggil malah bergeming di balik jendela mengintip si gadis kepang dua memanggil-manggil namanya. "Ai … Ai …."
"Abang, itu Nana manggil-manggil juga. Pintunya bukain," seru Rani dari ruang keluarga pada Ari yang sedang berada di ruang tamu.
Ari mengangkat bahu sambil memegang erat kunci pintu, tak menggubris perintah mamanya.
"Ai …."
"Abang, ih. Itu Nana kasian." Karena melihat Ari bergeming, akhirnya Rani menghampiri. Namun saat akan membuka pintu dia merasa heran. "Kok gak bisa dibuka sih?"
Ari mendongak. Membuka telapak tangannya sambil menyengir. "Mama kuncinya ini."
Mata Rani memicing. "Udah pinter kunci-kunci pintu ya, sekarang?"
"Nanti kan kalo buka, Nananya masuk." Ari menangkup kuncinya lagi.
Rani menghela napas. "Sini Mama pinjem."
"Gak boleh, nanti Nananya masuk."
Berjongkok, kemudian Rani membuka telapak tangannya. "Pinjem sebentaaarrrr aja."
"Gak boleh." Kini, Ari menyembunyikan kuncinya di balik punggung. "Nanti Nana masuk, nakal lagi. Bilang gedut-gedut lagi."
Rani menautkan alisnya. "Itu kan kemaren, Bang. Sekarang Nananya udah baik kok."
Ari menggeleng. Dia sudah tahu kalau itu hanya sebuah rayuan.
"Ai … Ai …." Sejenak menghilang, suara Hana terdengar lagi. Hanya saja sekarang bersahutan dengan suara neneknya. "Dek, Arinya lagi tidur kali, nanti aja ajak mainnya."
"Nah, ada Amih." Rani mengacungkan jari telunjuknya dengan mata melebar. "Ayok buka pintunya. Kalau Abang nakal sama Nana nanti digalakin coba sama Amih."
Ari merengut. Tak kehabisan akal dia menjawab, "Nanti Amih galakin lagi sama Nenek, sama Oma, sama Kakek, sama semua-mua."
"Yah beraninya keroyokan," goda Rani, bibirnya mencebik.
Ari tidak peduli, dia tetap memegang kuncinya erat. Dan Rani tidak berani memaksanya.
Hingga beberapa detik berselang, Dhika yang baru bangun tidur keluar dari kamar berjalan sambil mengerjapkan mata. "Itu Hana di luar bukannya di suruh masuk, malah pada diem aja," ucapnya sambil berjalan ke dekat pintu. Dan sama halnya dengan Rani dia pun langsung mengerenyit heran mendapati pintu terkunci. "Kok dikunci?"
"Kalau gak dikunci udah aku buka dari tadi," jawab Rani.
"Terus kenapa dikunci? Kuncinya mana?" tanya Dhika sambil mengucek mata.
"Tuh." Rani mengedikkan dagu ke arah Ari.
Tangan Dhika berhenti mengucek mata. "Kenapa?"
"Nananya gak boleh masuk, nanti nakal," sahut Ari.
"Dia masih belum lupa sama kejadian kemaren." Rani menambahi.
"Oh." Dhika mengangguk paham. Dia lalu berjalan ke dekat Ari. "Bang?"
"Apa?"
"Papa pinjem dulu kuncinya. Mau masukin mobil dulu ke garasi." Dhika menunjuk mobilnya yang tampak dari jendela. "Nanti kalau gak dimasukin garasi, mobilnya rusak."
Ari menatap Dhika lekat-lekat.
"Nanti kalau mobilnya rusak, Papa berangkat kerjanya jalan kaki." Dhika memelas. "Kalau jalan kaki, nanti pegel-pegel."
"Mobilnya ada segini." Ari merentangkan kesepuluh jarinya hingga tanpa sadar kunci yang dipegangnya terjatuh.
Tidak ingin membuang kesempatan, Rani buru-buru mengambil kunci tersebut dan membuka pintu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby boy
Short Story(Sebagian diprivat) Amazing and cute cover by Syabilladhani @indievidu ?? What's wrong? side story.