Bisa kali, kenalan dulu sama Moli dan Ceci? 😆
Sesekali Rani menoleh, memalingkan wajahnya dari televisi yang sedang menayangkan acara berita selebriti ke arah halaman belakang rumah yang terlihat jelas dari tempatnya duduk sekarang. Sekadar memastikan kalau anaknya masih berada di sana sedang bermain dengan Moli dan Ceci, setelahnya dia kembali memusatkan matanya pada layar televisi lagi.
"Mama--Mama."
Baru juga Rani berkonsentrasi menonton tapi suara milik Ari kembali mengusiknya. "Kenapa, Bang?" Tubuh Rani langsung bergeser reflek ketika dia melihat Ari tak hanya datang sendiri melainkan dengan anggota gengnya, yaitu; Moli dan Ceci.
Kepada Moli, Rani tidak merasa takut, saat kecil ia juga suka merawat kucing. Tapi pada Ceci, unggas berwarna kuning itu selalu berhasil membuat bulu kuduknya berdiri. Apalagi ketika melihat paruhnya yang seperti selalu siap sedia untuk mematuk siapapun.
Terkadang ide jahat terlintas di pikiran Rani. Dia akan menunggu sampai Ceci lumayan besar dan berdaging kemudian akan disembelihnya untuk kemudian digoreng. Tapi, terkadang dia juga berpikir kalau sampai itu terjadi, dia pasti akan di cap sebagai psikopat paling kejam karena tega membunuh Ceci yang sudah hidup dengannya sejak unggas itu masih kecil. Ditambah Ari, pasti akan sangat sedih jika sampai itu terjadi.
"Mama kenapa?" tanya Ari, menyadarkan Rani dari ide jahatnya akan Ceci. "Mama takut sama Ceci?" Ari berjongkok kemudian menggendong anak bebek itu. Membuat tubuh Rani semakin mengkerut dibuatnya. "Ceci 'kan baik, lucuuuuu, keciiiil."
Lucu dari Hongkong?
"Mama gak takut, tapi---" Rani menjerit kemudian sontak berdiri. Ari medekat dan mencoba menurunkan Ceci ke pangkuannya. "Abang, gak mau ah, jangan main gituan. Mama nangis nih!" ancam Rani, ketakutan.
Mendengar ancaman itu, Ari pun menurut lantas menurunkan Ceci dan berganti menggendong Moli.
Rani menggaruk kepalanya, frustrasi. "Ceci suruh mainnya di luar aja coba."
Ari mendongak. "Kalau Moli?"
"Moli gak apa-apa main di dalam."
Ari cemberut lalu mencebikan bibirnya. "Nanti kalau Ceci mau main sama Moli gimana?"
"Nggak, Ceci tuh mainnya gak suka di dalam rumah. Mainnya suka di luar terus berenang."
"Oooh." Mulut Ari membulat. "Cecinya suluh lual?"
Rani mengangguk seraya tersenyum.
"Tapinya nanti."
Rani menghela napas, pasrah. "Iya terserah Abang aja, tapi jangan dibawa ke deket Mama terus jangan dibawa ke kamar. Nanti kalau dia pup, kamar Abang jadi bau."
Ari mengangguk. "Kalau mainnya di gasi, boleh?"
"Nggak boleh, nanti papa marah lagi kalau Abang main di garasi. Nanti kalau Moli masuk lagi ke kolong mobil, gimana?"
"Mama," Ari mulai merengek.
"Sebentar lagi 'kan papa pulang, nanti marah; Abang, kenapa main di sini? Nanti kalau ketabrak gimana?" ucap Rani meniru suaminya, sementara Ari menatapnya dengan tatapan memohon.
"Maa---"
"Emangnya mau ngapain sih di garasi?" Rani mendekatkan tubuhnya pada Ari lantas memeluk anak itu, meski dia harus menekan sejenak rasa takutnya terhadap anak bebek yang berada di dekat Ari. "Mainnya di sini aja sama Mama, eh sama oma juga. Mending bangunin oma aja yuk!"
"Gak mau, mau main sepis-sepis di gasi. Kaya papa." Ari menghentakan kakinya sembari merengek. "Mama ... pis."
Ok. Rani langsung luluh, mendengar kata keramat itu membuatnya langsung tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Ya udah ayo!"
Ari mengangguk, matanya yang sudah hampir berair kembali berbinar lagi. Dengan Moli yang masih berada di gendongannya dia berjalan ke arah tempat mainan-mainannya disimpan lantas meminta Rani untuk mendorong mobil mainannya dan menjinjing perkakas bengkel ke dapur untuk menuju garasi dari pintu yang berada di sana.
Rani duduk di atas bangku plastik milik anaknya, menopang dagu sembari memperhatikan Ari yang masuk ke kolong mobil-mobilan. Entah apa yang diperbaiki anaknya itu sampai berbaring dan bekerja dengan sangat serius.
Kelewat sering diajak Dhika untuk melihatnya memperbaiki mobil, membuat Rani yakin jika anaknya itu sedang meniru apa yang dia lihat dari papanya.
Suara deru mobil dari luar garasi yang tertutup tidak membuat Rani beranjak, dia sudah tahu siapa yang datang. Lagi pula dia tidak mau meninggalkan Ari di sini. Khawatir anak itu akan melakukan hal lain jika tidak dia tunggui.
"Abang mana?"
Rani menoleh, melihat Dhika berjalan dari dapur sambil memakan apel.
"Tuh." Rani menunjuk dengan dagunya. "Anak Bapak Rahandhika Adiwangsa."
Dhika tergelak, sambil masih mengunyah apel dia mendekati Ari lalu berkacak pinggang. Rupanya dia mendapati saingan sekarang.
"Yang rusak apanya, Bang?" godanya.
"Bautnya," sahut Ari, serius.
Dhika terbahak kemudian berjongkok mengambil obeng mainan. "Pakai obeng dong."
Rani tertawa melihat interaksi antara si mekanik senior dan junior itu. Dia juga merasa geli kala melihat suaminya itu berubah seperti anak kecil kalau sudah dihadapkan dengan Ari.
17.11.26
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby boy
Cerita Pendek(Sebagian diprivat) Amazing and cute cover by Syabilladhani @indievidu ?? What's wrong? side story.