Di lantai kamarnya, Ari duduk sendiri sambil menjajarkan beberapa lembar foto di atas tempat tidur.
Di foto pertama ada gambar dirinya saat masih bayi, di foto ke dua ada gambar Moli, di foto ke tiga ada gambar Ceci dan di foto terakhir ada gambar Bale, bayi kura-kura forsteni yang kemarin dibelikan Dhika untuknya.
Foto-foto tersebut diambilkan Ditya tadi pagi sebelum om-nya itu berangkat ke Bandung untuk berlibur bersama teman-temannya. Selain mencoba kamera barunya, foto tersebut juga diambil untuk merayu Ari supaya tidak minta ikut.
Sedangkan foto dirinya saat masih bayi, itu sengaja dicopot dari album foto milik Rani oleh Dhika kemarin malam. Awalnya laki-laki itu berniat menyimpan foto tersebut di dompetnya, tapi berhubung Ari kekeh ingin memiliki foto yang katanya 'dedek bayi' itu, akhirnya Dhika pun harus rela memberikannya.
Dan berakhir dengan foto itu sekarang jadi mainan.
"Abang? Abang bobo?"
Mendengar dipanggil Fatima-neneknya dari luar, Ari pun langsung menoleh seraya menjawab, "Nenek apa?"
"Abang bobo?" tanya Fatima lagi. "Pintunya kenapa dikunci? Nanti Abang susah keluar coba."
Ari menatap ke arah pintu. "Gak kunci," jawabnya.
Terlihat gagang pintu bergerak-gerak pelan. "Kok berat, diganjal apaan?"
Tatapan Ari turun ke bawah. "Gak kunci. Itunya tutupin Gogo," balasnya sambil menunjuk cozy coupe merah yang teronggok di depan pintu dan diikatkan ke gagang pintu.
"Oh. Nenek pikir dikunci. Nanti kalau mau keluar Gogonya dorong dulu ya? Biar pintunya bisa dibuka?"
"Talinya buka ya, Nek?"
"Iya."
Setelah lima menit berlalu, Ari pun merapikan foto-fotonya dan berdiri. Bocah itu kemudian berjalan ke arah Gogo untuk melepas ikatannya pada pintu. Meski harus berjinjit dan sedikit kesulitan tapi bocah itu akhirnya sukses melepas tali yang memang sengaja diikatkan papanya itu pada tubuh Gogo.
"Lho, Abang kok gak pake celana?"
Begitu keluar dari dalam kamar, Rani yang kebetulan akan pergi ke dapur langsung menyambutnya dengan pertanyaan itu.
"Pake celana dong, nanti burungnya disemutin coba," ucap Rani, menakut-nakuti sambil berjongkok di depan Ari supaya anaknya itu tidak bisa kabur.
Ari menatap tubuh bagian bawahnya, kemudian menoleh ke arah kakeknya yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu. "Kakek apa, Ma?"
Rani langsung memutar bola mata. "Udah pinter ngeles ya sekarang? Ambil dulu celananya, gih. Nanti Papa marah, kalau pulang liat Abang masih kayak gini. Mana belum mandi lagi."
"Mau pup nanti gak bisa buka celana." Ari menyahuti, matanya tidak berani menatap wajah sang mama. "Nantinya pup celana. Bau!"
"Ya Allah, alasan," gumam Rani, pelan. "Nanti kalau Abang mau pup atau mau pipis, Abang bilang sama Mama, sama Nenek atau sama Kakek. Nanti celananya dibukain."
Ari menggeleng. "Gak mau."
Tahu jika memaksa Ari hanya akan membuang waktu saja, sementara dia harus menyibukkan diri di dapur. Akhirnya Rani pun memutuskan untuk membiarkan anaknya tidak memakai celana. "Tapi jangan main ke belakang ya? Di rumah aja!"
Ari mengangguk. "Mama mau mana?"
"Mau masak."
"Sama siapa?"
"Sama Nenek. Papa 'kan bentar lagi pulang."
"Kapan, Ma?"
"Sebentar lagi. Abang tungguin aja di sini sama Kakek. Pokoknya jangan main ke belakang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby boy
Short Story(Sebagian diprivat) Amazing and cute cover by Syabilladhani @indievidu ?? What's wrong? side story.