2.Relationship ✅

3.1K 141 5
                                    

Penampilan yang sangat menawan, rambut pirangnya yang tergerai, sederhana namun terlihat sangat anggun. Inilah hal yang paling disukai dari Cassandra Cosalita Risalnodi.

Gadis itu menuruni anak tangga dengan tatapan bingung.Sandra melihat di semua sudut tidak terlihat kedua sosok kakaknya itu.

"Ya ampun, Neng. Udah di tungguin di depan sama kakaknya tuh." ucap pak Deni-tukang kebun di rumah itu.

"Beneran, Pak? Ini masih jam berapa?" Tanya Sandra bingung.

"Kata mas Rifal ada kepentingan pagi ini, jadi berangkatnya agak awal."

"Bi Dewi mana? Sandra kan belum sarapan."

"Mbak Dewi udah ke pasar pagi-pagi, itu bekalnya udah di siapin buat sarapan, soalnya mbak Dewi tadi keburu banget, Neng."

Tin....tin.... tin....

Klakson mobil Rifal tampaknya sudah mengkode adiknya itu agar segera keluar.

"Ya udah, Pak, saya berangkat dulu ya." kata Sandra sambil berlari dan mengambil sekotak makanan yang sudah di tunjuk pak Deni tadi.

Saat membuka pintu mobil, mata Sandra serasa ingin copot. Dia mendapati Fano yang duduk di tempat Sandra biasanya.

"San, kamu duduk di belakang ya." ucap Rifal yang ada di sebelah Fano.

Sandra mengangguk semangat kemudian beralih menatap Fano. "Seneng banget lihat kak Fano disini." kata Sandra dengan wajah cemerlang.

Fano seperti menganggap tidak ada yang berbicara, tatapanya tajam kearah depan meskipun mobil tersebut belum melaju.

Sepanjang perjalanan, Cassandra yang paling boros berbicara, mulai dari kejadian pertamanya masuk sekolah. Dan ya, dia tidak lupa menceritakan kejadian saat minggu bersepeda yang menyebalkan kemarin.

"Oh jadi itu alasan kamu marah- marah kemarin?" sahut Rifal.

"Hehe, maaf, Kak. Sandra lelah banget. Pas dikamar aja, mineral sebotol langsung habis sekali teguk."

Meskipun dalam keadaan menyetir, Rifal mengkonsumsi semua perkataan adiknya, wajah cantik nan ceria gadis itu memantul di cermin yang bisa di lihat oleh Rifal dan Fano. Tapi tidak dengan Fano yang melirik sedikit pun saja tidak. Dia tetap menatap sepanjang jalan dan diam seribu bahasa.

"Kak Fan, kok diam terus, sih? Bagi cerita juga dong," Sandra berusaha untuk mengajak Fano berbicara meski ia tau bahwa Fano sangat-sangat membencinya.

Fano sempat melihat wajah Sandra dalam pantulan itu namun dengan tatapan dingin. Sedetik setelahnya tatapannya kembali lurus ke depan tanpa minat.

Suasana tampak hening sesaat. Sepertinya Sandra kehabisan cerita, namun tidak, gadis ini mencoba membagi cerita lagi agar suasana tidak sunyi.

"Oh ya, bagaimana masa kecil kalian?" ucap gadis itu tanpa berfikir sedikitpun. Lugu.

Pertanyaan Sandra membuat tangan Fano mengepal. Bola mata biru Rifal sesaat mengarah ke kepalan tersebut dengan perasaan tidak enak.

"Kalian tau? Orang-orang mengatakan jika aku adalah ekor ibuku. Ya, karena ayah meninggal dari aku lahir, dan ibu lah orang satu-satunya yang paling aku cintai," kata Sandra, "dan ya, aku selalu ikut saat ibu rapat diruang meeting , semuanya adalah orang dewasa , tapi aku ikut, dan saat ibu presentasi dihadapan banyak orang, aku juga ikut disampingnya."

"Kau memang merepotkan." tanggap Rifal sengaja meledek. Namun hatinya sangat khawatir dengan orang yang duduk di sebelah kirinya itu.

"Ayah kita saat itu sangat tampan. Dia duduk di meja paling depan, dia tersenyum kepadaku. Ayah yang dulu aku panggil 'om' itu sangat baik, dia sering datang kerumah untuk--"

"BERSELINGKUH DENGAN IBUMU, BENARKAN?!" Fano membalikkan badan dengan sangat marah, dan jari telunjuknya itu tertuju kuat pada Cassandra.

"Bunda sangat sayang pada kami semua. Setelah mendengar itu, ayah dan bunda bertengkar hebat dan bunda berlari keluar, sebuah taxi, ya, taxi! Ada lo dan ibu lo didalam sana. Kecelakaan itu pasti sengaja kan? Ibu lo emang pelakor sekaligus pembunuh!"

Srttttttt.....

Mobil itu berhenti tiba-tiba. Rifal sangat marah, pupil matanya membesar, tangannya melayang menarik kerah seragam Fano.

"JAGA OMONGAN LO, FAN! Kenapa lo selalu saja menganggap ibu Meri yang membunuh bunda kita? Ibu Meri dan Cassandra hanya ada di dalam taxi, mereka tidak tau apa-apa. Kejadian itu kecelakaan, Fan! Ibu Meri itu juga ibu kita, Sandra adek kita!" Rahang Rifal bergetar dengan tatapan tajam yang menusuk.

"ITU ADEK LO, BUKAN ADEK GUE!!" bentak Fano.

Tangan kanan Rifal yang mengepal akan dihatamkan pada wajah Fano, namun Sandra berhasil mencegahnya.

"S-sudah, Kak!" cegah Sandra dengan wajah merah dan bibir yang bergetar. Air mata yang ada didalam mata gadis itu rasanya ingin keluar, namun Sandra dengan baik menahannya. Dia sudah berjanji akan menyimpan air matanya didepan keluarganya, terutama Fano.

Rifal melepaskan tangannya dari kerah Fano dengan kasar. Kemudian beralih menatap Sandra yang saat ini tengah menatapnya penuh harap agar ia bisa menahan emosi. Senyuman itu seakan mengatakan bahwa Sandra baik-baik saja. Namun, Rifal bisa merasakan sesakan pada Sandra meski Sandra sendiri tampak ceria dari luar.

"Udah deh, Kak. Udah jam 7, nanti telat! Katanya Kak Rifal pemotretannya pagi ini, kan?"

Rifal menghidupkan mobilnya kembali, namun tatapannya masih pada manusia yang saat ini datar di sebelahnya itu.

Cassandra sangat ingin menangis dan berteriak. Dia sebenarnya tidak tahan lagi. Dia melihat pantulan wajahnya di cermin kecil di depan. Ia menggeser tubuhnya yang semula di tengah sekarang di belakang Rifal.Tapi percuma, Rifal masih bisa melihatnya dari sana. Terlihat jelas, bibir gadis itu bergetar dengan mata yang berkaca-kaca. Sungguh, Rifal tak tega melihatnya. Pria itu menghela nafas sesaat, lalu melajukan mobilnya lagi dengan kecepatan diatas rata-rata.

Beberapa menit kemudian, Mobil berisi 3 bersaudara itu sudah sampai di depan gerbang utama Sma Jaya Puspita.

Wajah lesu Sandra masih terlihat oleh Rifal di sisi cermin spion yang lain."Kamu gak pa-"

"Sandra mau masuk dulu, Kak." Potong Sandra dan air mata yang akan menetes pun terselamatkan.

Terlihat jelas Sandra beralari kecil dan tak mau menoleh kebelakang sama sekali.

"Puas?!" kata Rifal menatap tajam Fano yang tampak tidak punya rasa bersalahpun. Fano malah membalas tatapan itu dengan tatapan dingin. Tak lama kemudian keluar dari mobil tanpa berkata apapun.

Cassandra melewati murid-murid yang berlalu lalang, tanpa sadar dia menjadi bahan perhatian semua murid. Sejak keluar dari mobil tersebut, Sandra berjalan dengan kepala menunduk dan tangannya selalu mengusap air mata yang terus saja mengalir. Gadis yang duduk di kelas 10 IPS 1 ini tidak langsung ke kelasnya, melainkan menuju ke kamar mandi untuk mengontrol dirinya.Untuk ke kamar kecil itu, Sandra melewati ruang guru dan kepala sekolah.

Ada seorang cowok dari dalam ruang kepala sekolah, tampak mengenali siswi berambut pirang sepinggang yang sedang berjalan sambil merunduk.

"Dia kan ....?"

Cassandra (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang