"Gak ada air gitu di villa? Kalau ada gue minta."
"Kan gue pernah bilang ke elo kalau sampai sekarang kuncinya gak tau dimana."
Dava menghela nafas lelah. Mereka berdua sedang duduk di rumput yang di depan mereka ada air sungai.
"Kalau lo haus minum aja tuh air sungai." kata Sandra di susul tawa kecilnya.
"Lo aja sendiri."
Beberapa menit mereka diam. Hanya terdengar suara air sungai yang mengalir.
"Gue gak nyangka ternyata lo bisa main biola."
"Dulu sih. Tapi gue gak tau sekarang masih ingat atau enggak. Tapi, Dav. Gue juga gak nyangka sama sekali kalau lo sering jadi pembawa acara. "
Dava hanya tersenyum. Beberapa menit kemudian mereka masih diam, sampai Dava mulai membuka percakapan. Kali ini lebih serius.
"San, cerita sama gue." kata Dava dengan suara baritonnya tanpa melihat ke Sandra.
Sandra menoleh, " Cerita tentang?"
"Masalah yang selama ini lo alami." Sekarang Dava menoleh, sedang garis wajah Sandra langsung berubah seketika. "Cerita aja. Gue pengen tau penyebab Fano benci lo." Lanjutnya.
Sandra masih mematung. Belum membuka mulut sama sekali. Ia tak mengira bahwa Dava akan bertanya seperti itu.
"Anggep gue temen lo." Ucapan Dava kali ini berhasil membuat Sandra makin terhenyak. "Gue serius."
Sandra tersenyum hambar, "Lo gak mungkin serius." elaknya, "Lo kan dulu pernah bilang kalau gue adalah musuh. Gak mungkin kan lo mau denger cerita yang udah jadi rahasia gue." Lanjut Sandra sambil menatap air-air sungai.
"Sekarang gue nganggep lo temen." Suara Dava masih sama.
Sandra menoleh, cukup terkejut dengan apa yang dikatakan cowok itu.
"Kalau lo gak anggap gue, yaudah jangan cerita." Singkat namun berhasil buat Sandra panik dan tergagap. Dava mengalihkankan pandangan ke depan.
"E--enggak, bukan gitu. Ta--"
"Gue gak maksa. Gue tau lo hanya cerita sama temen lo kan?"
"Lo temen gue kok." ujar Sandra dengan nada cepat, takut Dava memotong lagi. "Gue juga serius nganggep lo temen, bukan musuh lagi kayak dulu." lanjut Sandra dengan suara rendah. Ia sudah merasakan tidak membenci Dava lagi sudah dari hari-hari yang lalu. Ia menyadari bahwa Dava sering membantunya. Pria itu sudah ia anggap bukan musuhnya lagi, tapi kemarin-kemarin ia masih gengsi. Tanpa diketahuinya, Dava pun sama. Melihat Dava yang masih terdiam Sandra jadi tidak enak.
"Bukannya gue gak mau cerita. Tapi gue mau imbalan, karena cerita gue panjang lebar." kata Sandra dengan suara yang dibuat masih ceria.
"Apa?"
"Setelah gue cerita nanti, lo juga wajib ceritain masalah yang orang lain masih gak tau kecuali keluarga lo sendiri."
"Oke." Jawab Dava santai. "Yaudah, apa penyebab Fano benci lo?"
Sandra tersenyum miris, ia akan menceritakan ini. Otomatis dia akan mengingat lagi kejadian beberapa tahun lalu.
"Dulu, gue dan ibu gak punya siapa-siapa. Hanya ada kakek dan nenek. Setelah mereka meninggal, kami hanya sendiri. Ibu bekerja di perusahaan Risalnodi sejak Kakek meninggal. Sebelumnya, hanya Kakek yang membiayai kami. Karena gak ada siapa-siapa di rumah, ibu ngajak gue ikut kerja."
"Gue dulu sering di ejek temen di kelas satu SD. Mereka semua menanyakan dimana ayah gue. Akhirnya gue selalu tanya dimana Ayah, ibu kadang tidak menjawab. Tapi setelah ibu mengatakan bahwa Ayah meninggal waktu gue masih dikandungan, akhirnya gue diem."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassandra (SUDAH TERBIT)
Teen FictionMenjadi pribadi yang ceria mampu menyamarkan rasa sakit dalam kehidupan. Pernahkah kalian melihat sosok yang tertutup namun sangat ceria? Cassandra, dia adalah sosok itu. Sandra tak bisa bahagia disaat salah satu bagian dari keluarganya begitu memb...