61. Kenyataan Sebenarnya✅

918 62 12
                                    

"Papa? Mama?" Makanan ditangan Lola hampir saja jatuh, ia baru saja dari dapur dan terkejut melihat kedua orang tuanya baru saja sampai.

"Kenapa kamu terkejut? Bukannya kamu sudah tau?"

Lola mendekat, lalu memeluk keduanya. "Aku sangat merindukan kalian."

"Hmm, benarkah?" Sona mengacak rambut putrinya itu.

"Tapi Papa tadi bilang apa? Aku sudah tau kalau kalian balik sekarang? Enggak kok, Lola pikir kalian akan pulang besok."

Hendra menoleh , menatap Sona yang katanya tadi sudah menghubungi Fano. "Oh iya, Pa. Mama lupa, tadi Fano bilang gak bisa kesini untuk beritahu Lola soalnya dia ada kepentingan sama temennya, kalau gak salah Ciko namanya."

Lola melotot kecil sekaligus menghela nafas lega. "Berarti kak Fano seharusnya tadi kesini?"

"Iya, tapi dia telfon mama katanya gak bisa. Mama tanya ada kepentingan apa, katanya itu tentang piknik gitu."

Lola benar-benar menghela nafas lega. Hendra mengernyit melihatnya. "Tapi kamu kenapa? Kenapa panik gitu?"

Lola tergagap, "I-itu, Pa...," Rasanya Lola masih takut, tapi ia yakin kalau Hendra dan Sona pasti akan bangga padanya setelah menceritakan semuanya nanti. "Papa, Mama istirahat dulu. Setelah nanti free, Lola mau mengatakan sesuatu. Mungkin ini surprise, Lola yakin kalian akan sangat senang."

Melihat senyum Lola yang mengembang itu, Hendra dan Sona saling tatap dengan senyum bertanya-tanya.

"Baiklah, Papa sama Mama mau ganti baju dulu. Nanti kita mengobrol banyak ya. Mama penasaran apa yang katamu surprise itu."

"Baiklah." ucap Lola semangat.

***

"Ra, gue boleh minta tolong gak?"

"Ih teganya lo, gue baru dateng lo suruh-suruh." Rachel baru saja masuk ke kamar, dan meletakkan tasnya di sofa.

"Lo datang sendiri?"

"Enggak, gue sama Dava."

"Ra, bukannya ini masih jam 8 pagi. Kalian beneran gak ada kepentingan lain?"

"Gak ada kok, tenang aja. Gue kesini mau cerita banyak sama lo. Kemarin Dava menghabiskan semua waktu sama lo, sekarang giliran gue."

"Tunggu dulu, Ra. Kita akan cerita nanti. Tapi, bantu gue dulu. Ambilin hp gue ya dikamar--"

"Stop! Gue gak mau. Nanti setelah gue selesai cerita baru gue ambilin."

"Ayolah-" Kalimat Sandra terpotong oleh pintu yang terbuka dan munculah Dava disana. Baru saja kaki pria itu akan melangkah masuk, Rachel menghentikannya. "Lo aja ya, Dav?"

Dava yang tidak tau apa-apa mengernyit, "Apa?"

"Tolong ambilkan Hp Sandra di kamarnya di atas. Lo tau kamarnya Sandra kan? Tolong ya, gue masih ada perlunya sama dia."

Dava menutup pintu kembali, tanpa berkata ia berjalan menuju kamar Sandra. Kakinya menaiki anak tangga yang cukup panjang itu, lalu kamar Sandra sudah terlihat disana. Saat ia membuka pintu, cukup takjub juga dengan dalamnya. Banyak aksesoris unik dan ia pernah dengar dari Rachel bahwa Sandra suka dengan apapun yang unik. Bahkan warna benda-benda dikamarnya juga tidak ada yang mencolok, semuanya cerah.

Dava tersenyum melihat susunan foto yang di bentuk dengan unik pula. Beralih pada foto diatas nakas, garis wajah Dava berubah. Ia mendekat untuk lebih menjelaskan penglihatannya. Foto dalam frame kaca itu adalah foto saat melihat pertandingan basket dan sesi men-suport Rachel. Dimana dalam foto itu, wajah Dava dan Sandra yang tampak jelas karena ada di depan sendiri dengan membawa bunga kudian diikitu murid-murid yang lain berpose ceria dibelakangnya.

Cassandra (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang