Setelah mandi, Mahes langsung menemui putrinya. Pria setengah baya itu berjalan menuju kamar dimana Sandra dirawat. Saat tangannya membuka pintu, Sandra masih memejamakan mata. Hanya terdengar suara komputer pendeteksi kehidupan yang terdengar dalam ruangan. Pandangan mata Mahes beralih menatap ke arah sofa. Ia sampai lupa kalau Fano tidur disini tadi malam. Putranya tersebut tidur di sofa dengan sangat lelap.
Tadi malam saat Sandra baru membuka matanya, dokter memeriksa keadaanya. Dokter Chan memberitahu pada semuanya bahwa Sandra sudah sepenuhnya siuman. Tapi dokter memberinya suntikan agar menstabilkan lagi tubuh Sandra yang sudah lama koma itu. Dokter meminta Sandra untuk kembali istirahat, karena sudah malam, juga agar obatnya merasuk ke tubuhnya hingga pagi.
Mahes duduk di tepi ranjang, menunggu Cassandra untuk membuka mata. Dan tak lama kemudian kedua mata Sandra bergerak kecil.
"Nak," Mahes membelai rambut Sandra dengan ulasan senyum untuk menyambut putrinya itu. Tak terasa kedua matanya berair, dengan perasaan lega luar biasa. Sangat mengerikan menyaksikan anaknya tersebut terluka dan tidur panjang. Hari-hari yang sunyi dengan gelap perasaan terus berharap agar gadis itu membuka matanya kembali. Dan hari ini lah tiba, semuanya telah kembali.
Pandangan Sandra perlahan jelas dan semakin jelas. Ia melihat ayahnya yang menatapnya dengan meneteskan air mata. Di balik alat pernafasannya, Sandra tersenyum tipis. Tangannya bergerak kecil, ingin menghapus air mata di pipi sang ayah. Tapi tangan itu langsung mendapat genggaman hangat tangan Mahes. Ayahnya tersebut mencium jemari tangan dengan selang infus itu.
"Akhirnya kamu sadar, Nak. Ayah sangat bersyukur kamu baik-baik saja." ucap Mahes samar dengan suara seraknya.
Satu tangan Sandra bergerak menyingkirkan alat pernafasan yang menutupi mulutnya. "Ayah, a-aku masih hidup." kata Sandra sangat pelan, selaput bening mulai menghalangi pandangannya, kemudian jatuh begitu saja ke pelipisnya.
Hati Mahes terhenyuh mendengarnya, ia mencium dahi gadis itu dengan tangan mengusap rambut pirang itu. Ia kembali duduk, menyeka air mata yang jatuh di pipinya, kemudian tersenyum dengan tangan masih berada di puncak kepala putrinya tersebut.
"Kau tau, Nak? Rumah sangat sepi tiap harinya, hening, tak ada yang menyenangkan. Itu karena apa? Putri ayah yang biasa membuat kegaduhan ini, tertidur nyenyak." Tangan Mahes bergerak membelai rambut Sandra kemudian beralih menangkup pipi gadis itu, "Tapi sekarang dunia kembali hidup, karena putri tercantik ini sudah bangun dan kembali menghidupkan dunia yang sepi."
Senyuman lebar tercetak di paras ayu itu mendengar kalimat ayahnya, "Ayah mengucapkan hal yang sama. Saat Sandra dulu baru bangun dari koma, Ayah juga mengucapkan itu." jelas Sandra dengan suara masih lemah, namun bahagia. Ia mengingat masa kecilnya dimana ia pernah koma karena jatuh di lubang hitam di tengah hutan dan menyebabkan dirinya phobia akan gelap.
"Iya sayang, ayah mengucapkan fakta. Karena kau tetaplah putri tercantik sepanjang masa." ucap Mahes diikuti senyum hangat.
Sandra ikut tersenyum. Wajahnya masih sedikit pucat. Kedua matanya terpejam kemudian, saat mengingat kejadian itu rasanya ia tak sanggup untuk membuka mata.
"Kenapa, Nak?"
Sandra membuka matanya, tersenyum tipis. "Ayah, aku hanya bosan tidur."
"Kamu belum boleh duduk. Kamu harus istirahat. Setelah dokter Chan mengganti bantalan di punggung mu dengan yang baru, kamu boleh bergerak."
"Bantalan?"
"Iya, dokter memberimu bantalan itu agar kamu bisa dirawat dengan terlentang. Dan luka tembakan di punggung kamu juga akan cepat sembuh."
Sandra tersenyum tipis, sudut matanya merasa mendapati sesuatu, ia sedikit menolehkan kepalanya ke kiri. Garis wajah Sandra berubah seketika. Ini benar kan yang dilihatnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassandra (SUDAH TERBIT)
JugendliteraturMenjadi pribadi yang ceria mampu menyamarkan rasa sakit dalam kehidupan. Pernahkah kalian melihat sosok yang tertutup namun sangat ceria? Cassandra, dia adalah sosok itu. Sandra tak bisa bahagia disaat salah satu bagian dari keluarganya begitu memb...